
PPKM Dilonggarkan, Masyarakat Siap Belanja Besar-besaran?

Sentimen negatif berhembus dari Amerika Serikat (AS) dengan koreksi saham-saham unggulan di awal pembukaan Wall Street pekan ini, menyusul kekhawatiran merebaknya varian baru virus Covid-19 di Negara Adidaya tersebut.
Pemodal menganggap likuiditas berlebih yang digelontorkan bank sentral mereka (Federal Reserve/The Fed) dalam program moneter ekstra longgar (quantitative easing/QE) ini hanya menjadi semacam 'pereda nyeri', yang tidak bisa menjadi obat untuk menghentikan problem utama krisis ekonomi dunia saat ini, yakni pandemi.
Mereka cenderung memilih memantau situasi dan memegang dana tunai, mengingat koreksi di bursa saham terjadi bersamaan dengan kenaikan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS. Kenaikan yield mengindikasikan harga yang turun karena aksi jual. Dengan kata lain, dana dari busra saham tidak lantas berakhir dibelanjakan obligasi.
Bursa Asia pun bergerak variatif dengan reli bursa saham China menyambut rilis data perdagangan mereka yang menunjukkan lonjakan ekspor, sementara indeks bursa Korea Selatan tertekan.
Ekspor China dilaporkan melompat 25,6% secara tahunan (year-on-year/YoY) per Agustus, atau melampaui ekspektasi analis dalam polling Reuters yang berujung pada angka prediksi kenaikan sebesar 17,1%.
Dengan konstalasi permodalan global seperti itu, sulit berharap akan ada suntikan sentimen positif dari bursa AS untuk membantu reli di bursa saham nasional. Secara teknis, pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan bertumpu pada sentimen dalam negeri dan kawasan Asia.
Salah satu sentimen yang diperhatikan adalah rilis pertumbuhan ekonomi Jepang per kuaratl II-2021, yang menurut proyeksi Tradingeconomics akan berbalik positif dengan pertumbuhan sebesar 1,3% secara tahunan. Pada kuartal I-2021, ekonomi Negara Oshin ini terkontraksi 3,7%.
Ketika negara dengan perekonomian terbesar kedua di Asia ini pulih, mengikuti China yang melaporkan lonjakan perdagangan, maka negara lain di Asia termasuk Indonesia pun bisa berekspektasi bahwa permintaan akan meningkat sehingga mereka mendapat berkahnya. Saham-saham manufaktur dan energi berpeluang menjadi sasaran beli pemodal di Tanah Air hari ini.
Dari dalam negeri sendiri, pasar akan memantau rilis Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) per Agustus yang akan memberikan gambaran mengenai optimisme masyarakat dalam membelanjakan uangnya, terkait dengan prospek pemulihan ekonomi.
Sebelumnya, IKK pada Juli turun ke posisi 80,2 dari sebelumnya yang berada di atas 100. Indeks penjualan ritel masuk ke zona negatif dengan realisasi sebesar -6,2%. Hal ini sejalan dengan indeks nilai belanja Bank Mandiri yang turun ke posisi 76,5.
Survei dijalankan di tengah masih merebaknya virus Covid-19 varian delta di seluruh dunia. Namun, Indonesia berhasil mencetak pembaikan situasi dengan turunnya tingkat okupansi rumah sakit dan kasus baru. Jika hari ini pasar mendapat kabar baik dengan pembalikan angka IKK, maka saham perbankan, konsumer dan ritel berpeluang terkena aksi beli sesaat.
(ags/ags)