
PPKM Level 3 Diperpanjang? Slow, Pasar Sudah Kebal!

Selain mencermati kinerja saham Wall Street yang dini hari tadi ditutup variatif, pelaku pasar dan investor perlu mencatat beberapa sentimen yang berasal dari domestik. Berdasarkan kajian Tim Riset CNBC Indonesia setidaknya ada tiga sentimen domestic yang akan mewarnai perdagangan hari ini.
Pertama adalah kelanjutan PPKM di berbagai daerah di Tanah Air. PPKM Jawa-Bali resmi berakhir kemarin.
Jika sebelumnya pemerintah memutuskan untuk melonggarkan pembatasan sosial melalui penurunan PPKM dari level 4 ke level 3 di beberapa regional seperti Jabodetabek, kali ini pemerintah memutuskan untuk melanjutkan kebijakan PPKM level 3 di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Dalam konferensi persnya di Istana Merdeka kemarin petang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan bahwa PPKM level 3 untuk daerah Jabodetabek, Bandung Raya dan Surabaya Raya akan diperpanjang hingga 6 September 2021.
Lebih lanjut wilayah Malang Raya dan Solo Raya kini masuk PPKM level 3. Sementara itu untuk regional Semarang Raya berhasil turun ke PPKM level 2. Secara keseluruhan menurut sang Presiden ada perkembangan yang baik.
Namun jika melihat respons pasar sebelumnya terhadap update kebijakan PPKM tidak terlalu reaktif. Saat ini yang menjadi fokus pasar lebih ke arah kebijakan moneter dan sentiment yang sifatnya sektoral seperti penerbitan regulasi bank digital oleh OJK minggu lalu.
Well, walaupun PPKM untuk wilayah penyumbang PDB terbesar RI masih dilanjutkan, dampak ke pasarnya kemungkinan bakal minimal.
Sentimen kedua berasal dari deal antara Sri Mulyani Cs dengan DPR soal asumsi makro ekonomi di RAPBN 2022. Jika PDB Indonesia sebelumnya diperkirakan tumbuh di rentang 5,0%-5,5% maka dalam rapat antara pemerintah dan Komisi XI DPR RI diputuskan pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5,2%-5,5% atau lebih tinggi 20 bps dari batas bawah sebelumnya.
Meskipun masih menjadi perdebatan, terkait rentang pertumbuhannya, tetapi banyak ekonom yang mengatakan bahwa ekonomi Indonesia mungkin untuk tumbuh 5% di tahun 2022 sehingga bisa kembali ke jalur pertumbuhan jangka panjangnya. Tentu ini menjadi angin segar.
Adapun untuk inflasi ditetapkan di kisaran 3% dan tingkat suku bunga SUN 10 tahun di 6,8%. Artinya suku bunga riil yang diperoleh investor masih di angka 3,8%. Seharusnya masih relatif menarik jika dibandingkan dengan negara maju atau berkembang lain dengan rating sama.
Kemudian untuk sentiment ketiga yakni berasal dari rencana pemerintah yang akan melakukan lelang SUN hari ini. Ada 7 seri SUN yang akan dilelang hari ini yaitu SPN12211202 (reopening), SPN12220527 (reopening) untuk tingkat bunga diskonto dan lima seri SUN lain adalah FR0090, FR0091, FR0088, FR0092 dan FR0089 yang semuanya reopening.
Target indikatif yang dipatok pun berada di kisaran Rp 21 triliun hingga Rp 31,5 triliun. Lebih rendah dari target serapan sebelumnya di kisaran Rp 33 triliun - Rp 49,5 triliun. Hal ini disebabkan karena adanya mekanisme burden sharing antara BI dan pemerintah yang dilanjutkan hingga tahun 2022.
Dalam kesepakatan burden sharing tersebut BI akan melakukan pembelian SBN sebesar Rp 215 triliun untuk tahun 2021 dan Rp 224 triliun tahun depan. Dengan target serapan yang lebih rendah serta arah kebijakan The Fed yang semakin jelas diharapkan target indikatif pemerintah tersebut dapat tercapai.
Penguatan IHSG yang tajam kemarin memang membuka peluang koreksi. Untuk perdagangan hari ini level resisten IHSG berada di 6.200 dan supportnya berada di 6.100. Dengan tekanan di pasar global yang masih minimal, rupiah dan SBN diperkirakan tak akan bergerak terlalu jauh dari kisaran pergerakan sepekan terakhir.
(trp)