PPKM level 4 akan berakhir pada hari ini, Senin (16/8/2021) pelaku pasar tentunya menanti keputusan apakah akan kembali diperpanjang, diperpanjang dengan pelonggaran lebih lanjut, atau disetop alias merdeka dari PPKM sehari sebelum 17 Agustus.
Kabar baiknya kasus penyakit akibat virus corona Covid-19 di DKI Jakarta, sudah mengalami penurunan signifikan, dan bisa memberikan sentimen positif ke pasar finansial Indonesia. Perkembangan kasus Covid-19 dan beberapa faktor lain yang akan mempengaruhi pergerakan pasar finansial akan dibahas pada halaman 3 dan 4.
Balik lagi ke pergerakan pasar pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan lalu merosot lebih dari 1% ke 6.139,492. Dalam 4 hari perdagangan (libur di Tahun Baru Hijriyah di hari Rabu), IHSG hanya menguat sekali di hari Kamis. Sepanjang pekan lalu, investor asing tercatat melakukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 404,95 miliar di pasar reguler, jika ditambah dengan pasar nego dan tunai totalnya menjadi Rp 846 miliar.
Sementara itu rupiah tidak sekalipun mencatat penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS). Meski demikian dalam sepekan pelemahnnya cukup tipis 0,24% ke Rp 14.385/US$.
Artinya, aksi jual melanda mulai dari saham, mata uang, hingga obligasi Indonesia.
Salah satu sentimen negatif dari dalam negeri pada pekan lalu yakni rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang merosot di bawah 100. Artinya, konsumen Indonesia pesimistis menatap perekonomian, penyebabnya yakni kebijakan PPKM.
Bank Indonesia (BI) kemarin melaporkan, Survei Konsumen periode Juli 2021 menghasilkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) sebesar 80,2. Turun dibandingkan IKK bulan sebelumnya yaitu 107,4.
"Survei Konsumen Bank Indonesia pada Juli 2021 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi tertahan, seiring dengan kebijakan pengetatan mobilitas untuk mengatasi peningkatan penyebaran varian Delta Covid-19. Setelah pada periode April - Juni 2021 berada pada area optimis (>100), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Juli 2021 tercatat sebesar 80,2, lebih rendah dibandingkan dengan 107,4 pada Juni 2021," sebut keterangan tertulis BI, yang dirilis Senin (9/8/2021).
Tertahannya keyakinan konsumen pada Juli 2021, lanjut keterangan BI, disebabkan konsumen memprakirakan ekspansi kondisi perekonomian pada 6 bulan ke depan masih terbatas, baik dari aspek kegiatan usaha maupun ketersediaan lapangan kerja. Meski demikian, ekspektasi konsumen terhadap penghasilan ke depan tetap terjaga pada area optimis.
Pada saat yang sama, konsumen mempersepsikan kondisi ekonomi saat ini belum sesuai yang diharapkan, ditengarai sejalan dengan penurunan aktivitas ekonomi dan penghasilan masyarakat yang lebih terbatas karena adanya PPKM Level 4 di berbagai wilayah di Indonesia.
Bursa saham AS (Wall Street) masih terus menanjak pada pekan lalu. Indeks S&P 500 dan Dow Jones berulang kali mencetak rekor tertinggi, termasuk pada hari Jumat (13/8/2021). Isu tapering menjadi salah satu penggerak Wall Street, selain juga laporan earning emiten.
Pada perdagangan Jumat lalu, indeks S&P 500 menguat 0,16% ke 4.468 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Kemudian, Dow Jones juga mencetak rekor di 35.515,38, secara persentase penguatannya tipis 0,04%. Indeks Nasdaq juga mencatat penguatan tipis 0,04% ke 14.822,9.
Dalam sepekan, ketiganya mencatat penguatan 0,71%, 0,87%, sementara Nasdaq melemah tipis 0,09%.
Pada pekan lalu, data inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) di bulan Juli tumbuh 0,5% dari bulan sebelumnya (month-to-month/MtM), lebih sama dengan prediksi Reuters. Sementara dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) inflasi tumbuh 5,4%.
Sementara inflasi inti tumbuh 0,3% MtM, lebih rendah dari prediksi 0,4% MtM. Secara tahunan inflasi inti tumbuh 4,3%.
Dengan inflasi yang lebih rendah dari prediksi, spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan melakukan tapering di tahun ini sedikit meredup. Laju kenaikan inflasi yang mulai melambat sejalan dengan proyeksi The Fed jika tingginya inflasi hanya bersifat sementara.
"Data inflasi yang sejalan dengan proyeksi The Fed membuat mereka akan lebih wait and see, dan menanti rilis data lebih lanjut," kata Philip Streible, kepala ahli strategi di Blue Line Futures, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (11/8/2021).
Selain itu, pendapat para pejabat elit The Fed juga terbelah.
Presiden Fed wilayah Kansas City, Esther George, mengatakan standar untuk melakukan tapering sepertinya sudah tercapai dengan kenaikan inflasi saat ini serta pasar tenaga kerja yang sudah membaik.
Presiden Fed wilayah Dallas, Robert Kaplan, dalam interview dengan CNBC International mengatakan The Fed seharusnya mengumumkan timeline tapering pada bulan Depan, dan mulai melakukan di bulan Oktober.
Pendapat berbeda diungkapkan Presiden The Fed wilayah Richmond, Thomas Barkin, mengatakan pasar tenaga kerja AS mungkin perlu waktu beberapa bulan lagi untuk pemulihan dan cukup bagi The Fed untuk mulai melakukan tapering.
"Kita sudah dekat... Saya tidak tahun kapan tepatnya. Ketika semua indikator mendekati target, saya sangat mendukung melakukan tapering dan kembali ke kebijakan moneter normal secepatnya saat perekonomian mendukung," kata Barkin, sebagaimana dilansir Reuters.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Berikut
Wall Street memang mencatat rekor lagi pada perdagangan Jumat lalu, tetapi penguatan Dow Jones dan Nasdaq sangat tipis kurang dari 0,1%. Penguatan Wall Street tersebut ditopang oleh kinerja beberapa emiten pasca laporan earning yang lebih baik dari prediksi.
Tanpa didukung kinerja emiten, Wall Street bisa saja merah, sebab ada kabar buruk yakni merosotnya sentimen konsumen AS.
University of Michigan (UoM) pada hari Jumat melaporkan indeks sentimen konsumen bulan Agustus anjlok hingga ke level 70,2 dari bulan sebelumnya 81,2. Level tersebut bahkan lebih rendah dari saat pandemi 71,8 pada April 2020 lalu.
Angka indeks sebesar 70,2 tersebut merupakan yang terendah sejak 2011. Selain itu, penurunan tajam indeks ini dikatakan sangat jarang terjadi.
"Selama setengah abad, indeks sentimen konsumen hanya mencatat 6 kali penurunan tajam, semuanya terjadi akibat perubahan kondisi ekonomi secara tiba-tiba," kata Richard Curtin, kepala ekonom di UoM, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (13/8/2021).
Selain bulan ini, dua penurunan terbesar terjadi pada April 2020, dan Oktober 2008 saat krisis finansial global.
Jebloknya indeks sentimen konsumen terjadi akibat kembali menanjaknya kasus Covid-19 khususnya varian delta. Tetapi kabar baiknya, ketika penyebaran corona delta bisa diredam lagi, maka indeks sentimen konsumen akan cepat berbalik naik.
"Konsumen melihat alasan yang tepat jika perekonomian akan melambat beberapa bulan ke depan. Tetapi jebloknya sentimen konsumen yang tajam juga dipengaruhi faktor emosional, dimana harapan pandemi akan berakhir dalam waktu dekat belum bisa tercapai," kata Curtin.
"Dalam beberapa bulan ke depan, konsumen kemungkinan akan melihat dengan lebih rasional, dan jika corona delta bisa diredam, maka mereka akan semakin optimis," tambahnya.
Sehingga, pengendalian virus corona menjadi kunci. Tetapi penambahan kasus Covid-19 di AS saat ini sedang tinggi-tingginya, hingga 14 Agustus lalu, rata-rata dalam 7 hari sebanyak 121.238 orang, naik dari sepekan sebelumnya 110.940.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Sementara itu dari dalam negeri nasib PPKM level 4 masih akan menjadi penggerak utama pasar finansial. Selama PPKM level 4 berlangsung penambahan kasus Covid-19 masih fluktuatif, tetapi dalam tren menurun.
Dalam 7 hari terakhir, rata-rata penambahan kasus sebanyak 26.903, lebih rendah dari rata-rata sepekan sebelumnya 32.233 kasus per hari.
Kemudian kasus aktif saat ini juga sudah jauh menurun ke bawah 400.000 kasus, dibandingkan puncaknya pada akhir Juli lalu yakni lebih dari 570 ribu kasus.
Hanya saja, penambahan kasus di luar Jawa-Bali kini menjadi perhatian.
Oleh sebab itu, PPKM level 4 hampir pasti akan diperpanjang, dengan kemungkinan terjadi beberapa pelonggaran lagi. Apalagi jika dilihat pada periode 9 sampai 13 Agustus, saat PPKM level 4 dilonggarkan dengan mal diizinkan buka, terjadi peningkatan mobilitas warga Indonesia dengan menggunakan kendaraan.
Berdasarkan data Apple Mobility Index pada Senin hingga Jumat pekan lalu rata-rata mobilitas dengan mengemudi sebesar 93,812, mengalami peningkatan dibandingkan rata-rata periode 2 sampai 6 Agustus sebesar 89,178
Melihat peningkatan tersebut, tentunya dikhawatirkan jika PPKM dihentikan akan terjadi lonjakan mobilitas, yang dapat kembali meningkatkan penambahan kasus Covid-19.
Sementara itu yang menggembirakan adalah DKI Jakarta, sebelumnya merupakan penyumbang kasus positif terbesar, tetapi kini sudah di luar 3 besar.
Puncaknya kasus Covid-19 di Jakarta terjadi pada 12 Juli dengan satu hari di tercatat ada 14 ribu kasus dan kasus baru kemarin dilaporkan sebanyak 1.182.
Meski demikian, masih belum diketahui apakah PPKM di DKI Jakarta akan turun menjadi level 3 dari level 4 saat ini. Apalagi jika melihat data dari Apple Mobility Indeks terjadi peningkatan mobilitas pada Senin-Jumat pekan lalu, dengan rata-rata 86,248, lebih tinggi dari pekan sebelumnya 80,044. Kenaikan mobilitas tersebut lebih tinggi ketimbang kenaikan di tingkat nasional.
Selain itu, Ketua Bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sonny Harry Harmadi mengatakan, ada beberapa pertimbangan untuk menentukan level PPKM.
"Pertimbangan utama dalam menilai apakah daerah masuk PPKM level 1,2,3 adalah pertama laju penularan kasus, kedua respon layanan kesehatan merespon kasus yang ada dan ketiga kondisi ekonomi," ujarnya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Jumat (13/8/2021).
Sayangnya, masih ada tantangan yaitu terkait dengan angka kematian di Jakarta yang masih bertambah.
Selain itu, kemampuan tracing di Jakarta juga belum sesuai dengan target, di mana dalam 1 orang yang terkonfirmasi positif, seharusnya dilakukan pelacakan untuk 15 orang yang kontak langsung.
"Di Jakarta baru 2-3 orang. Padahal targetnya 15 orang, Satgas terus mendorong. Tapi kemampuan testing sangat baik," ujarnya.
Namun ada kabar baik lainnya, vaksinasi dosis 1 yang dilakukan di Jakarta sudah lebih dari 100%. Total dosis 1 hingga Minggu kemarin sebanyak 8.951.693 orang (100,1%).
Sedangkan, total dosis 2 kini mencapai 4.181.318 orang (46,8%). Perlu diketahui, terdapat penyesuaian data target vaksinasi di DKI Jakarta yang totalnya menjadi 8.941.211 orang.
Vaksinasi tersebut tentunya menjadi kabar baik, yang diharapkan bisa mengendalikan virus corona di ibu kota negara.
Kabar baik lainnya, kemarin Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan bed occupancy rate (BOR) rumah sakit dan tempat isolasi di Jawa dan Bali selama pemberlakuan PPKM level 4. Jokowi bersyukur karena BOR di DKI Jakarta ada pada angka 29 persen.
"Alhamdulillah BOR di Jakarta sudah berada di kisaran 29,4 persen, di Jawa Barat 32 persen, di Jawa Tengah 38,3 persen, di Jawa Timur 52,3 persen," kata Jokowi dalam siaran YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (15/8/2021).
Lebih lanjut, Jokowi juga memaparkan BOR rumah sakit secara nasional. Jokowi menyebut BOR nasional ada pada angka 48 persen.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Berikut
Berikut beberapa data ekonomi yang dirilis hari ini:
- Pertumbuhan ekonomi (PDB) Jepang (6:50 WIB)
- Investasi aset tetap, penjualan ritel, produksi industri dan tingkat penggangguran China (9:00 WIB)
Berikut beberapa agenda hari ini:
- RUPS PT Bank Bumi Arta Tbk. (15:00 WIB)
- RUPS PT Pool Advista Indonesia Tbk (15:00 WIB)
- RUPS PT Binakarya Jaya Abadi Tbk (15:00 WIB)
- RUPS PT Yelooo Intergra Datanet Tbk (15:00 WIB)
- RUPS PT Island Concepts Indonesia Tbk (15:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q2-2021 YoY) | 7,07% |
Inflasi (Juli 2021, YoY) | 1,52% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Juli 2021) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | -5,17% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q1-2021) | -0,4% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q1-2020) | US$ 4,1 miliar |
Cadangan Devisa (Juli 2021) | US$ 137,3 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA