Newsletter

PPKM Darurat Lanjut, Begini 'Ramalan' Pasar Hari Ini

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
21 July 2021 06:18
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal Tanah Air tidak beraktivitas alias libur pada Selasa (20/7/2021) seiring Hari Raya Idul Adha 1442 H. Pada hari sebelumnya, Senin (19/7/2021), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambles, menyusul koreksi bursa Asia di tengah kekhawatiran pasar terkait kasus virus corona (Covid-19) varian delta.

Setali tiga uang, rupiah juga melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan pertama pekan ini seiring Sentimen pelaku pasar yang sedang memburuk. Adapun, harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam pada Senin lalu.

Pada Senin lalu, IHSG ditutup merosot 0,91% ke level 6.017,39, setelah sepanjang hari, indeks saham acuan nasional tersebut tak mampu berbalik ke zona hijau.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi Senin kembali turun menjadi Rp 9,3 triliun dan terpantau investor asing masih melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 250 miliar di pasar reguler. Sebanyak 167 saham naik, 329 saham turun dan 144 lainnya flat.

Bursa Asia terpantau ambruk pada Senin siang. Pada pukul 15:25 WIB, indeks Nikkei Jepang ambruk 1,25%, Hang Seng Hong Kong Ambles 1,84%, Shanghai Composite China turun tipis 0,01%, Straits Times Singapura ambrol 1,03%, dan KOSPI Korea Selatan merosot 1%.

Ambruknya bursa Asia terjadi setelah pertemuan forum OPEC+ sepakat menghentikan pemangkasan produksi minyak mentah yang kini di level 5,8 juta barel per hari (bph).

Sementara itu dari dalam negeri, jelang libur bursa memperingati hari raya Idul Adha pada Selasa (20/7), pelaku pasar memilih memegang dana tunai, mengantisipasi berlanjutnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat.


 

Pada Senin (19/7/2021), rupiah mengakhiri perdagangan di level Rp 14.515/US$, melemah 0,14% di pasar spot, melansir data Refintiv. Sebelumnya, rupiah sempat menguat 0,03%, kemudian melemah 0,24% ke Rp 14.530/US$.

Rupiah merupakan aset emerging market, sehingga ketika sentimen pelaku pasar memburuk menjadi kurang menarik dan lebih memilih aset safe haven seperti dolar AS.

Memburuknya sentimen pelaku pasar terjadi akibat tanda-tanda melambatnya pemulihan ekonomi khususnya di wilayah Asia akibat penyebaran virus corona varian delta.

China, sebagai motor penggerak ekonomi Asia dan dunia mengalami perlambatan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB). Data yang dirilis dari China pada pekan lalu menunjukkan PDB di kuartal II-2021 tumbuh 7,9%, sedikit lebih rendah dari prediksi para ekonomi yang disurvei Reuters sebesar 8,1%, dan pertumbuhan 18,3% di kuartal sebelumnya.

Biro Statistik China mengatakan pertumbuhan ekonomi China masih kuat dan berkelanjutan, tetapi masih ada risiko dari penyebaran virus corona secara global serta pemulihan ekonomi yang "belum berimbang" di dalam negeri.

Alhasil, bursa saham Asia jeblok. Indeks Hang Seng Hong Kong memimpin kemerosotan sebesar 1,8%, disusul Nikkei Jepang 1,12%. Bursa saham lainnya, kecuali Shanghai Composite juga melemah signifikan. Sementara itu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga melemah 0,9%.

Sementara, sikap investor SBN beragam pada Senin, ditandai dengan beragamnya pergerakan harga dan imbal hasil (yield) di surat utang pemerintah RI. SBN bertenor 1 tahun, 3 tahun, 20 tahun, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor pada hari ini, ditandai dengan kenaikan yield dan pelemahan harga.

Di samping itu, sisanya yakni SBN berjatuh tempo 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 25 tahun ramai diburu oleh investor, ditandai dengan pelemahan yield dan penguatan harga. Sementara itu, yield SBN bertenor 10 tahun dengan kode FR0087 yang merupakan yield acuan pemerintah turun signifikan sebesar 9,4 basis poin (bp) ke level 6,343%

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Beralih ke Amerika Serikat (AS), yield surat utang pemerintah AS (Treasury) kembali mengalami penurunan pada pagi hari waktu AS. Dilansir dari CNBC International, yield Treasury acuan bertenor 10 tahun turun 4,5 bp ke level 1,254% pada pukul 06:36 pagi waktu AS, dari sebelumnya pada penutupan Jumat (16/7/2021) akhir pekan lalu di level 1,299%.

Kekhawatiran pasar dari inflasi AS periode Juni belum mereda. Sebelumnya pada pekan lalu, Ketua bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell berpidato di depan Kongres AS menyatakan belum akan mengubah kebijakan moneternya menjadi ketat dan memperkirakan inflasi di Negara Adidaya itu akan melandai.

Walaupun begitu, kekhawatiran akan inflasi AS masih membayangi pasar keuangan, di mana inflasi Juni melesat mencapai 5,4% secara tahunan (year-on-year/YoY). Secara terpisah, indeks sentimen konsumen yang dirilis Universitas Michigan menunjukkan bahwa konsumen percaya harga barang akan naik 4,8% tahun depan, atau tertinggi sejak Agustus 2008.

Bursa saham AS alias Wall Street ditutup kompak melonjak pada perdagangan Selasa (20/7/2021) waktu setempat, seiring laporan pendapatan perusahaan yang positif dan optimisme ekonomi yang menemukan 'gairahnya' kembali.

Indeks Dow Jones menjadi yang paling menguat dengan melejit 1,62% ke 34.511,988. Kemudian, S&P 500 melesat 1,52% ke 4.323,060 dan indeks yang sarat saham teknologi Nasdaq mendaki 1,57% ke posisi 14.498,880.Dengan ini, S&P mencatat kenaikan pertamanya dalam empat hari terakhir serta mencatat kenaikan tertinggi sejak Maret lalu. Nasdaq juga membukukan kenaikan pertamanya dalam enam sesi terakhir.

Dari 11 sektor utama di S&P 500, semua kecuali sektor konsumen (.SPECS) ditutup menghijau. Adapun sektor Industrials (.SPECIAL)menjadi yang paling melonjak dengan naik 2,7%.

Volume perdagangan di bursa AS tercatat sebesar 10,62 miliar saham, lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata 10,19 miliar selama 20 hari perdagangan terakhir."

Ini adalah mentalitas buy-the-dip [membeli aset ketika harganya turun] yang masuk ke pasar," kata Chuck Carlson, Chief Executive Officer Horizon Investment Services di Hammond, Indiana, sebagaimana dilansir Reuters.

Benchmark Imbal hasil Treasury AS bangkit kembali dari posisi terendah lima bulan, setelah penurunan sesi-tunggal terbesar sejak Februari di sesi sebelumnya. Hal tersebut membantu meningkatkan bank-bank yang rentan terhadap pergerakan suku bunga (.SPXBK) sebesar 2,6%.

"Saham yang sensitif secara ekonomi naik hari ini," lanjut Carlson, "Ketika (imbal hasil Treasury) 10-tahun turun dalam waktu singkat, itu biasanya tidak terjadi dengan ekonomi yang seharusnya tumbuh."

Kekhawatiran yang meningkat atas Covid-19 varian Delta telah memicu aksi jual dalam sesi terakhir perdagangan seiring upaya vaksinasi di seluruh dunia sedang mengumpulkan momentum.

"Hal-hal seperti varian Delta tentu dapat berdampak pada margin," kata Carlson. "Tidak perlu banyak ketakutan pada beberapa investor untuk menciptakan apa yang kita lihat kemarin."

Saat ini musim pelaporan kinerja pendapatan sedang berlangsung, dengan 56 perusahaan di indeks S&P 500 telah membukukan hasil. Dari jumlah tersebut, 91% telah mengalahkan konsensus pasar, menurut Refinitiv.

Analis mencatat, pertumbuhan pendapatan S&P tahunan sebesar 72,9% untuk periode April-Juni, peningkatan yang signifikan dari pertumbuhan 54% yang terlihat pada awal kuartal.

Saham Halliburton Co naik 3,7%, setelah rebound harga minyak mentah mendorong permintaan layanan ladang minyak, membuat perusahaan membukukan laba kuartalan kedua secara berturut-turut.

Sementara, saham Peloton Interactive Inc naik 6,7% setelah mengumumkan akan memberikan akses gratis sepenuhnya kepada anggota UnitedHealth Group UNH.N ke kelas kebugaran perusahaan.

Berbeda, saham Moderna turun 2%, seiring perusahaan pembuat vaksin Covid-19 tersebut menjadi yang paling banyak diperdagangkan di Wall Street menjelang debutnya di indeks S&P 500 pada hari Rabu.

Adapun saham Chipotle Mexican Grill naik lebih dari 2% pasca-pasar setelah laporan pendapatannya mengalahkan konsensus analis.

Pada Selasa (20/7) malam Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk memperpanjang PPKM Darurat, yang sebelumnya berlaku pada 3-20 Juli, hingga 25 Juli 2021.

"Karena itu, jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan bertahap," kata Jokowi dalam keterangan pers yang ditayangkan kanal Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (20/7).

Perpanjangan PPKM Darurat masih akan menjadi salah satu sentimen utama yang membayangi pasar Tanah Air, seiring dengan lonjakan kasus Covid-19 akhir-akhir ini.

Adapun hingga kemarin, penambahan kasus baru Covid-19 masih tinggi alias belum berada di bawah target yang dipatok pemerintah ketika memutuskan aturan PPKM Darurat, yakni 10.000 kasus baru/hari.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, Selasa (20/7), tambahan kasus Covid-19 mencapai 38.325 kasus. Sehingga secara total, ada 2,95 juta kasus positif Covid-19 di Tanah Air.

Berdasarkan tambahan tersebut pula, kasus aktif di Indonesia saat ini bertambah 7.254 atau secara total kasus aktif di Indonesia mencapai 550.192 orang.

Selanjutnya, kasus sembuh juga terpantau terus bertambah, yakni dalam sehari ada 29.791 orang yang sembuh dari Covid-19. Secara total, kesembuhan di Indonesia mencapai 2,323 juta orang.

Tambahan kasus sembuh memang menjadi kabar baik yang sayangnya masih diikuti oleh kasus kematian. Setidaknya ada tambahan 1.280 kasus kematian dalam sehari. Dengan begitu, menjadikan total kematian di Indonesia mencapai 76.200 orang.

Dari luar negeri, investor bakal mengamati posisi neraca dagang Negeri Matahari Terbit Jepang pada bulan Juni yang akan dirilis pada pukul 06.50 WIB. Sebelumnya, defisit neraca dagang Jepang menurun tajam menjadi ¥ 187,1 miliar pada Mei 2021 dari ¥ 856,7 miliar pada bulan yang sama tahun sebelumnya.

Selanjutnya, pada pukul 08.30 WIB, dari Negeri Kanguru Australia akan ada rilis data penjualan ritel pada bulan Juni. Penjualan ritel di Australia naik 0,4 persen secara bulanan pada Mei 2021, setelah pertumbuhan 1,1 persen sebulan sebelumnya.

Menurut amatan Tradingeconomics, itu adalah kenaikan dalam tiga bulan berturut-turut tetapi dengan laju paling lambat, di tengah pembatasan COVID-19 di Victoria selama minggu terakhir bulan Mei.

Selain itu, perhatikan juga sentimen keempat dari rilis data minyak Energy Information Administration (EIA) yang akan dirilis di AS pada pukul 21.30 WIB. Dalam rilis sebelumnya, stok bensin meningkat 1 juta barel, sementara stok minyak mentah turun 7.9 miliar. Ini mengindikasikan bahwa aktivitas kilang semakin meningkat.

Jika terindikasi stok minyak mentah dan BBM menumpuk, ada potensi koreksi lanjutan di saham energi karena mengindikasikan aktivitas transportasi belum pulih. Harap dicatat, 89% penyerapan minyak di negara berekonomi terbesar dunia ini terjadi di sektor transportasi.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:

  • Neraca dagang Jepang bulan Juni (07.50 WIB)

  • Penjualan ritel bulanan Australia bulan Juni (08.30 WIB)

  • Penjualan industri Italia bulan Mei (15:00 WIB)

  • Data stok minyak mentah dan bensin AS 16 Juni (21.30 WIB)

Berikut agenda emiten yang akan berlangsung hari ini:

  • RUPST & RUPSLB PT Yanaprima Hastapersada Tbk/YPAS (10.00 WIB)

  • RUPST PT Pudjiadi And Sons Tbk/PNSE (10.00 WIB)

  • RUPST & RUPSLB PT Indonesia Transport & Infrastructure Tbk/IATA (10.00 WIB)

  • RUPST PT Batavia Prosperindo Internasional Tbk/BPII (13.30 WIB)

  • RUPST PT Elnusa Tbk/ELSA (14.00 WIB)

  • RUPST PT Bank Mayapada Internasional Tbk/MAYA (14.00 WIB)

Di bawah ini sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular