Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang pekan lalu isu dari dalam dan luar negeri memberikan pengaruh yang signifikan ke pasar keuangan Indonesia. Hasilnya, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, obligasi Indonesia mengalami tekanan.
Namun, IHSG masih mencatat kinerja yang cukup bagus, mampu menguat dalam 4 hari beruntun. Bursa kebanggaan Tanah Air ini anjlok 1,4% di hari Senin (28/6/2021), setelahnya sukses mencatat penguatan beruntun hingga mengakhiri perdagangan di 6.023,008, naik sangat tipis 0,01% atau nyaris stagnan.
Pada perdagangan hari ini, Senin (4/7/2021), ada kabar baik dan kabar buruk yang mempengaruhi pasar finansial Indonesia yang akan dibahas pada halaman 3 dan 4 artikel ini.
Balik lagi ke kinerja pekan lalu, rupiah membukukan pelemahan 0,76% ke Rp 14.530/US$. Dalam 5 hari perdagangan tidak sekalipun rupiah mampu membukukan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS). Mata Uang Garuda kini berada di level terlemah sejak pertengahan April lalu.
Sementara itu dari pasar obligasi, semua Surat Berharga Negara (SBN) mengalami pelemahan, yang tercermin dari kenaikan yield-nya.
Harga obligasi berbanding terbalik dengan yield, ketika harga turun maka yield akan naik, begitu juga sebaliknya.
Sepanjang pekan lalu, pasar finansial dipengaruhi isu Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat yang akan diterapkan pemerintah akibat lonjakan kasus penyakit virus corona (Covid-19).
Isu tersebut akhirnya terjawab pada Kamis (1/7/2021) yang diumumkan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Setelah dapatkan banyak masukan, menteri, ahli kesehatan dan kepala darah saya memutuskan untuk memberlakukan PPKM darurat sejak 3 Juli hingga 20 Juli 2021 khusus untuk Jawa Bali," kata Jokowi melalui youtube Sekretariat Presiden, Kamis (1/7/2021).
Poin-poin pengetatan pun sama dengan kabar yang bereda sebelumnya. Meski diketatkan, setidaknya pelaku pasar bisa sedikit lega sebab tidak diterapkannya karantina wilayah atau lockdown, walaupun pusat perbelanjaan, mal, dan pusat perdagangan ditutup. Di awal PPKM Mikro Darurat, penambahan kasus Covid-19 "meledak" lagi dan mencetak rekor tertiinggi sepanjang pandemi. Perkembangan kasus Covid-19 serta dampaknya di bahas pada halaman 4.
Merespon PPKM Mikro Darurat tersebut, IHSG membukukan penguatan beruntun, yang menjadi indikasi respon positif. Meski demikian, investor asing masih keluar dari pasar saham Indonesia, aksi jual bersih (net sell) tercatat sebesar Rp 732 miliar di pasar reguler.
Selain itu, dari luar negeri isu tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) kembali muncul. Bagaimana kelanjutan isu tersebut akan dibahas di halaman 3.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Cetak Rekor Tertinggi Sepanjang Masa
Saat IHSG kesulitan menguat, bursa saham Amerika Serikat atau Wall Street justru mencetak rekor tertinggi sepanjang masa. Indeks S&P 500 bahkan mencatat penguatan 7 hari perdagangan beruntun, mengakhiri pekan lalu di level 4.352,34 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Dalam sepekan, S&P 500 mencatat penguatan 1,7%.
Indeks Dow Jones sepanjang pekan lalu menguat 1% ke 34.786,35, juga merupakan rekor tertinggi sepanjang masa. Nasdaq memimpin penguatan nyaris 2% dalam 5 hari perdagangan ke 14.639,33 juga merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Pemulihan ekonomi AS yang terus berlanjut bahkan lebih kuat dari perkiraan membuat Wall Street terus melesat. Pada Jumat lalu, Badan Statistik Tenaga kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni terjadi penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll) sebanyak 850.000 orang, lebih banyak dari prediksi Reuters sebanyak 700.000 orang.
Wall Street merespon dengan menguat, Nasdaq memimpin penguatan 0,81% di hari Jumat, S&P 500 menguat 0,75%, dan Dow Jones 0,44%.
Data NFP menjadi indikator kesehatan ekonomi AS, semakin banyak tenaga kerja yang diserap, artinya pemulihan ekonomi berada pada jalur yang tepat.
"Ini (NFP) laporan yang sangat bagus, dan harus dilihat sebagai tanda akan adanya akselerasi di pasar tenaga kerja," kata kepala ekonom Aberdeen Standard Investments, James McCann, dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Jumat (2/7/2021).
Di sisi lain, pasar tenaga kerja merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter. Kapan tapering akan dilakukan masih menjadi tanda tanya.
"Pasar masih sangat menaruh perhatian pada reaksi The Fed," kata Max Gokhman, kepala alokasi aset di Pasific Life Fund Advisors.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Berikut
Penguatan Wall Street di hari Jumat tentunya bisa mengirim sentimen positif ke pasar saham Asia hari ini, termasuk ke IHSG. Apalagi, IHSG masih mampu bertahan di atas level psikologis 6.000 dalam 2 hari perdagangan sebelunya, disaat PPKM Mikro Darurat resmi
Selain itu, penguatan Wall Street juga tak lepas dari ekspektasi tapering yang sedikit meredup. Meski data tenaga kerja AS yang dirilis Jumat lalu jauh lebih tinggi dari ekspektasi.
Angelo Kourkafas, ahli strategi investasi di Edward Jones, mengatakan data tenaga kerja AS menunjukkan pemulihan yang kuat, tetapi tidak akan merubah panduan kebijakan moneter The Fed.
"Saya pikir laporan tersebut sangat bagus, karena perekrutan tenaga kerja semakin cepat yang menjadi tanda positif pemulihan ekonomi di semester II. Tetapi data tersebut tidak akan membuat The Fed mengubah panduannya untuk memulai tapering saat ini, kata Kourkafas, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (2/7/2021).
Seperti diketahui sebelumnya, dalam rapat kebijakan moneter bulan Juni lalu, The Fed merubah panduannya mengenai suku bunga. The Fed mengindikasikan akan suku bunga bisa naik 2 kali di tahun 2023 masing-masing 24 basis poin hingga menjadi 0,75%.
Hal tersebut terlihat dari Fed Dot Plot, di mana 13 dari 18 anggota melihat suku bunga akan dinaikkan pada tahun 2023. 11 diantaranya memproyeksikan dua kali kenaikan.
Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, dimana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.
 Foto: Refinitiv |
Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022.
Jika mayoritas anggota The Fed melihat suku bunga akan naik di 2023, maka tapering kemungkinan baru akan dilakukan di tahun depan.
Hal senada juga diungkapkan Bart Melek, kepala ahli strategi komoditas di TD Securities. Melek mengatakan virus corona varian delta masih menjadi ancaman yang bisa mengganggu pemulihan ekonomi Paman Sam. Ditambah lagi, vaksinasi di beberapa wilayah yang berjalan dengan lambat, membuat The Fed akan berhati-hati dalam melakukan tapering atau pun menaikkan suku bunga.
Artinya, pasar saham masih akan mendapat sentimen positif yang berpeluang membawa IHSG ke zona hijau.
Kabar baik juga bagi rupiah dan SBN, indeks dolar AS yang sebelumnya menguat 7 hari beruntun berbalik melemah 0,4% setelah rilis data tenaga AS.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Berikut (2)
Jika kabar baik datang dari luar negeri, beda ceritanya di dalam negeri. Kasus Covid-19 di Indonesia bisa memberikan dampak negatif ke pasar finansial. Dalam 2 hari terakhir, penambahan kasus per harinya lebih dari 27.000 orang.
Kemarin, jumlah kasus Covid-19 dilaporkan bertambah sebanyak 27.233 orang, sedikit turun dibandingkan Sabtu lalu yakni 27.913 orang yang merupakan rekor penambahan kasus per hari.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah kasus aktif yang terus menanjak, hingga saat ini sebanyak 295.228 kasus yang merupakan rekor tertinggi.
Lonjakan kasus tersebut membuat pemerintah menetapkan PPKM Mikro Darurat yang berlangsung pada 3 hingga 20 Juli mendatang. Tujuannya, agar penambahan kasus per hari bisa ditekan ke bawah 10.000 orang.
Jika target tersebut belum tercapai, tentunya ada kemungkinan PPKM Mikro Darurat akan diperpanjang, dan mengancam pemulihan ekonomi.
Sektor manufaktur sudah merasakan efek dari lonjakan kasus Covid-19, bahkan sebelum PPKM Mikro Darurat ditetapkan.
IHS Markit melaporkan kabar kurang bagus. Aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada Juni 2021 dilaporkan 53,5.
Meski masih menunjukkan ekspansi (angka indeks di atas 50), tetapi menunjukkan pelambatan dari sebelumnya sebesar 55,3 di mana kala itu menjadi rekor tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.
"Pertumbuhan sektor manufaktur Indonesia pada Juni mengalami perlambatan akibat gelombang kedua serangan virus corona. Produksi tetap tumbuh dengan kuat meski dampak pandemi perlu dilihat dalam beberapa bulan ke depan.
Sektor manufaktur sendiri berkontribusi sekitar 20% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia, sehingga berlanjutnya ekspansi menjadi sangat penting guna memulihkan perekonomian.
Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) juga bisa kembali terpukul. Ketika konsumen kembali pesimistis, maka belanja berisiko menurun. Sekali lagi, pemulihan ekonomi Indonesia akan menghadapi tantangan berat di kuartal III-2021.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- PMI Manufaktur Singapura (7:30 WIB)
- Penjualan ritel Australia (8:30 WIB)
- PMI Jasa China (8:45 WIB)
- Penjualan Ritel Singapura (12:00 WIB)
- PMI Jasa Zona Euro (15:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA