
Semua Mata Tertuju pada The Fed, Ada Kejutan Hari Ini?

Hari ini, semua perhatian pelaku pasar sedunia, tak hanya Indonesia, bakal tertuju pada bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) yang akan mengumumkan hasil rapat mereka untuk memutuskan arah kebijakan moneter ke depan, pada malam nanti.
Menurut survei Fed yang digelar CNBC International, para ekonom dan analis memperkirakan bahwa The Fed akan mengurangi pembelian surat utang di pasar sekunder yang selama ini nilainya mencapai US$ 120 miliar per bulan. Semuanya tidak akan terjadi secara mendadak. Pengumuman tapering diprediksi pada Oktober tahun ini dan dilaksanakan Januari tahun depan.
Sementara itu, suku bunga acuan yang saat ini berada di level nyaris nol persen, bakal dinaikkan pada November 2022, atau satu bulan lebih cepat dari proyeksi dalam survei sebelumnya (yang memperkirakan bulan Desember 2022). Ini merupakan proyeksi kenaikan yang pertama sejak Desember 2018.
Sebanyak 89% responden menilai kebijakan pembelian surat berharga itu tak lagi dibutuhkan untuk membantu perekonomian. Persentase itu naik jika dibandingkan dengan posisi April yang sebanyak 65%. Mayoritas atau 86% responden juga menilai kebijakan itu tak membantu menstabilkan pasar.
Sementara itu terkait inflasi, 60% di antaranya memperkirakan bahwa lonjakan harga barang tersebut hanya bersifat sementara, sedangkan 29% lainnya memperkirakan inflasi tersebut sudah permanen akibat aktivitas ekonomi yang kembali normal.
Median proyeksi inflasi untuk tahun ini berada di angka 3,88% menurut survei tersebut, atau naik dari survei sebelumnya pada April yang berujung pada angka 2,76%. Kenaikan inflasi tertinggi diprediksi terjadi pada November, sebesar 5,3%.
Sementara itu, kekhawatiran soal dampak Covid-19 semakin menurun, dengan 94% responden menilai resesi di AS sudah selesai. Hanya saja, mereka terbelah mengenai nasib pandemi. Sebanyak 43% responden menilai pandemi telah usai, sedangkan 40% lainnya menilai pandemi masih mengancam.
Dengan median survei memperkirakan pertumbuhan ekonomi 6,4% tahun ini, sebanyak 69% responden menilai harga saham saat ini sudah terlalu mahal jika dibandingkan dengan outlook fundamental perekonomian dan pertumbuhan laba emiten.
"Pertanyaan besarnya adalah apakah The Fed akan mulai, dengan sangat pelan, mengangkat wacana tapering dan memperdebatkan seputar kebijakan moneter ekstra longgar sekarang," tutur Fiona Cincotta, analis pasar senior City Index, seperti dikutip CNBC International.
Dengan proyeksi arah kebijakan moneter AS demikian, pelaku pasar global bakal cenderung percaya diri untuk tetap berdagang di bursa, menoleksi saham-saham yang sudah dilanda aksi jual akhir-akhir ini, karena kebijakan moneter longgar akan secara perlahan dimulai. Secepatnya, kemungkinan pada Oktober tahun ini. Bukan sekarang.
Namun dari dalam negeri, kasus Covid-19 harus terus dipantau lekat. Kebijakan aneh pemerintah yang kontraproduktif dengan penanganan pandemi berpeluang membuyarkan optimisme pasar, karena pandemi yang memburuk berarti kinerja emiten bakal terpuruk.
(ags/ags)