Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri menghijau sepanjang pekan lalu. Meski hanya berlangsung empat hari, hasil ciamik didapat pasar keuangan dalam negeri.
Di pekan ini, perdagangan juga akan kurang sehari karena libur Hari Lahir Pancasila pada Selasa (1/6/2021) esok. Hal ini membuat ada risiko yang harus diantisipasi investor.
Senin (31/5/2021) akan menjadi perdagangan yang "kejepit", yang menyebabkan munculnya risiko tekanan jual. Ini mengingat ada sentimen negatif dari kenaikan kasus penyakit virus corona (Covid-19)
Kenaikan tersebut tentunya memicu kecemasan pasar akan kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 pasca libur Lebaran.
Pada pekan lalu, optimisme akan bangkitnya perekonomian Indonesia membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah hingga obligasi membukukan penguatan. IHSG yang sebelumnya menyentuh level terendah dalam lebih dari tiga bulan terakhir berhasil rebound, menguat 1,3% ke 5.848,616.
Data pasar mencatat investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 861 miliar di pasar reguler, dan Rp 2,11 triliun jika ditambah dengan pasar tunai. Nilai transaksi juga termasuk besar, Rp 66,6 triliun dalam 4 hari perdagangan.
Sementara itu, rupiah sepanjang pekan ini menguat 0,49% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.280/US$. Mata Uang Garuda kembali ke jalur positif setelah pekan lalu menghentikan penguatan 4 pekan beruntun.
Dari pasar obligasi, hanya Surat Berharga Negara (SBN) tenor 15 tahun yang mengalami pelemahan, yang lainnya menguat. Hal tersebut terlihat dari kenaikan yield SBN tenor 15 tahun sebesar 1,7 basis poin ke 6,342%. Sementara yield tenor lainnya mengalami penurunan.
Pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan yield, ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang pekan ini hingga Kamis (27/5/2021), terjadi capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 1,64 triliun.
Kabar baik datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang cukup optimis dengan prospek pertumbuhan ekonomi RI. Bahkan sebelumnya mengatakan pada Q2 2021, ekonomi Indonesia akan tumbuh hingga 8%.
Dia mengatakan, sinyal pemulihan ekonomi ditunjukkan dengan kembalinya tingkat kepercayaan masyarakat ke level optimis pada angka 101,5. Angka ini jauh melampaui periode awal pandemi sejalan dengan tren mobilitas masyarakat yang mengalami peningkatan secara konsisten sejak bulan April.
Sementara itu Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu mempertahankan suku bunga acuan. Satu hal yang menjadi pertimbangan MH Thamrin adalah stabilitas nilai tukar rupiah.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 24-25 Mei 2021 memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 3,5%, suku bunga Deposit Facility sebesar 2,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 4,25%. Keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah dan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam jumpa pers usai RDG, Selasa (25/5/2021).
Sejak awal tahun lalu, BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah dipotong 200 basis poin (bps). Suku bunga acuan di 3,5% adalah yang terendah sepanjang sejarah Indonesia merdeka.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Naik Tipis-Tipis
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street menguat tipis pada perdagangan Jumat pekan lalu, sekaligus perdagangan terakhir bulan Mei. Pada hari ini, pasar AS libur memperingati Memorial Day. Tanda-tanda pemulihan ekonomi AS menjadi pemicu penguatan Wall Street pada pekan lalu.
Indeks S&P 500 berhasil menguat tipis 0,08% ke 4.204,11, begitu juga Nasdaq yang penguatannya kurang dari 0,1% di 13.748,74. Sementara itu Indeks Dow Jones berhasil menguat 0,19% di 34.529,45.
Jika dilihat sepanjang pekan lalu, indeks S&P 500 mencatat penguatan 1,2%, Doe Jones 0,9%, dan Nasdaq memimpin 2,1%. Sebaliknya, sepanjang bulan Mei S&P 500 dan Dow Jones menguat 1,9% dan 0,6%, dan membukukan penguatan 4 bulan beruntun. Sementara Nasdaq justru melemah 1,5% sepanjang bulan ini.
Data yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS pada Jumat sebelum pasar AS dibuka menunjukkan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE). Data tersebut merupakan inflasi acuan bagi bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Inflasi PCE inti dilaporkan tumbuh 3,1% year-on-year (yoy) di bulan April, jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya 1,8% yoy. Rilis tersebut juga lebih tinggi ketimbang hasil survei Reuters terhadap para ekonomi yang memprediksi kenaikan 2,9%. Selain itu, rilis tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak Juli 1992, nyaris 30 tahun terakhir.
Meski demikian, The Fed memprediksi tingginya inflasi hanya sementara, dan ke depannya akan kembali melandai. Sehingga kebijakan ultra-longgar belum akan dirubah, yang tentunya memberikan keuntungan bagi emas.
"Betul, kita akan melihat inflasi yang lebih tinggi. Namun sebagian besar bersifat temporer. Akan tiba saatnya kita akan bicara soal perubahan kebijakan moneter, tetapi tidak sekarang saat pandemi belum usai," kata James Bullard, Presiden The Fed cabang St Louis, dalam wawancara dengan Yahoo Finance.
Sehari sebelumnya, data menunjukkan pada pekan yang berakhir 22 Mei 2021, jumlah klaim tunjangan pengangguran turun 38.000 menjadi 406.000. Ini adalah jumlah klaim terendah sejak Maret tahun lalu. Perlahan tetapi pasti, pasar tenaga kerja AS bangkit menuju normal sebelum terhantam pandemi Covid-19.
"Ekonomi terus berlari. Ke depan, pertumbuhan ekonomi akan didorong oleh keluarnya tabungan masyarakat yang menumpuk pada masa pandemi," kata Scott Hoyt, Ekonom Senior Moody's Analytics, seperti dikutip dari Reuters.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Wall Street yang hanya membukukan penguatan tipis pada perdagangan Jumat tentunya kurang memberikan tenaga ke pasar Asia pada perdagangan hari ini, termasuk Indonesia. Apalagi melihat pergerakan IHSG dalam 2 perdagangan terakhir yang kesulitan menembus level 5.900, tentunya risiko penurunan cukup besar.
Apalagi, lonjakan kasus Covid-19 di Asia sedang menjadi perhatian. Malaysia, tetangga dekat Indonesia akan kembali menerapkan lockdown nasional secara total untuk semua sektor sosial dan ekonomi mulai Selasa, 1 Juni 2021 hingga 14 Juni 2021.
Hal tersebut dilakukan setelah pada Jumat (28/5/2021) negara itu memecahkan rekor infeksi harian baru dengan angka 8.290 kasus infeksi. Angka tersebut angka yang tertinggi dalam sejarah pandemi Covid-19 di Malaysia.
Kenaikan kasus Covid-19 di Malaysia bahkan lebih ngeri ketimbang India jika melihat salah satu indikator epidemiologi berupa kenaikan kasus per 1 juta penduduk di Malaysia sudah lebih tinggi dibandingkan dengan India.
Berdasarkan catatan CNBC International, rata-rata kasus infeksi Covid-19 harian di Malaysia per satu juta orang mencapai angka 205, jauh lebih tinggi ketimbang India yang mencapai 150.
Populasi Malaysia memang tak sebesar India karena hanya menampung 32 juta penduduk. Jelas jauh sekali jika dibandingkan dengan Negeri Bollywood. Namun jika angka pertambahan kasus harian per satu juta penduduknya lebih tinggi maka sudah jelas Malaysia sedang dalam keadaan darurat.
Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia juga menjadi perhatian. Jumlah kasus Covid-19 beberapa kali di atas 6.000 di pekan lalu, termasuk 2 hari terakhir. Rata-rata dalam 2 pekan terakhir juga naik menjadi 5.449 kasus, dibandingkan 2 pekan sebelumnya 4.463 kasus.
Kenaikan tersebut tentunya memicu kecemasan pasar akan kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 pasca libur Lebaran. Hal tersebut bisa memberikan dampak negatif bagi pasar keuangan dalam negeri. IHSG, rupiah hingga SBN berisiko tertekan di perdagangan awal pekan ini.
Selain itu, ada data aktivitas manufaktur China yang bisa memberikan dampak ke pasar finansial. Hasil polling Reuters menunjukkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur China bulan Mei masih berekspansi di angka 51,1, tetapi sama persis dengan bulan lalu.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Data dan Agenda Berikut
Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini:
- Produksi industri dan penjualan ritel Jepang (6:50 WIB)
- PMI Manufaktur China (8:00 WIB)
- PDB Turki (14:00 WIB)
- Inflasi Jerman (19:00 WIB)
- PDB India (19:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA