Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri menghijau sepanjang pekan ini. Optimisme akan bangkitnya perekonomian Indonesia membuat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah hingga obligasi membukukan penguatan. Potensi berlanjutnya penguatan terbuka di pekan ini, tetapi peningkatan kasus Covid-19 berisiko memberikan sentimen negatif.
IHSG yang sebelumnya menyentuh level terendah dalam lebih dari tiga bulan terakhir berhasil rebound, menguat 1,3% ke 5.848,616 di pekan ini. Data pasar mencatat investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 861 miliar di pasar reguler, dan Rp 2,11 triliun jika ditambah dengan pasar tunai.
Nilai transaksi juga termasuk besar, Rp 66,6 triliun dalam empat hari perdagangan. Sebab hari Rabu lalu libur Waisak.
Sementara itu, rupiah sepanjang pekan ini menguat 0,49% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 14.280/US$. Mata Uang Garuda kembali ke jalur positif setelah pekan lalu menghentikan penguatan empat pekan beruntun.
Sementara itu dari pasar obligasi, hanya Surat Berharga Negara (SBN) tenor 15 tahun yang mengalami pelemahan, yang lainnya menguat. Hal tersebut terlihat dari kenaikan yield SBN tenor 15 tahun sebesar 1,7 basis poin ke 6,342%. Sementara yield tenor lainnya mengalami penurunan.
Pergerakan harga obligasi berbanding terbalik dengan yield, ketika harga naik maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang pekan ini hingga Kamis (27/5/2021), terjadi capital inflow di pasar obligasi sebesar Rp 1,64 triliun.
Kabar baik datang dari Menteri Keuangan Sri Mulyani yang optimis dengan prospek pertumbuhan ekonomi RI. Bahkan sebelumnya mengatakan pada Q2 2021, ekonomi Indonesia akan tumbuh hingga 8%.
Dia mengatakan, sinyal pemulihan ekonomi ditunjukkan dengan kembalinya tingkat kepercayaan masyarakat ke level optimis pada angka 101,5. Angka ini jauh melampaui periode awal pandemi sejalan dengan tren mobilitas masyarakat yang mengalami peningkatan secara konsisten sejak bulan April.
Sementara itu Bank Indonesia (BI) meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Kuartal II-2021 bisa tumbuh melesat hingga kisaran 7%.
Deputi Gubernur Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo menjelaskan, salah satu pemicu yang membuat perekonomian Indonesia pada kuartal II-2021 tumbuh tinggi, adalah beberapa sektor ekonomi yang sudah mulai pulih.
Tiga sektor utama yang mulai pulih dan mengalami peningkatan, kata Dody, di antaranya adalah sektor industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi.
"Kami percaya ekonomi di Kuartal II-2021 tumbuh 7% karena didukung tiga sektor, manufaktur, perdagangan, dan konstruksi," ujarnya dalam Indonesia Investment Forum 2021 secara virtual, Kamis (27/5/2021).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Waspada Kasus Covid-19 Nanjak Lagi
Seperti yang disebutkan oleh BI, industri pengolahan atau manufaktur mulai menunjukkan pemulihan. Tidak sekadar pulih, aktivitas manufaktur Indonesia bahkan mencatat rekor tertinggi sepanjang sejarah.
IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) pada April 2021 sebesar 54,6. Naik dari bulan sebelumnya yaitu 53,2 dan mencapai titik tertinggi sepanjang sejarah pencatatan.
"Kunci dari perbaikan ini adalah pertumbuhan pemesanan baru (new orders) yang sangat pasar. Dunia usaha melakukan ekspansi yang signifikan, dan mencatat rekor tertinggi sejak survei dilakukan pada April 2011," sebut keterangan resmi IHS Markit, Senin (3/5/2021).
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Angka di atas 50 menunjukkan dunia usaha tengah dalam fase ekspansi.
Pada Rabu (2/6/2021) nanti, Markit akan merilis data PMI manufaktur bulan Mei, jika kembali menunjukkan peningkatan tentunya akan memberikan optimisme perekonomian Indonesia bangkit di kuartal II-2021, dan menjadi sentimen positif bagi pasar finansial Indonesia. IHSG, rupiah hingga SBN berpotensi menghijau lagi.
Di hari yang sama, dari dalam negeri juga akan dilaporkan data inflasi, yang bisa menjadi indikasi sebesar besar daya beli masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) di awal Mei lalu mengumumkan terjadi inflasi 0,13% pada April 2021 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan April 2020 (year-on-year/yoy), inflasi ada di 1,42%.
Dari eksternal, seperti biasa akan ramai rilis data PMI yang bisa berdampak pada pergerakan pasar finansial dalam negeri.
China akan mengawali rilis PMI pada hari Senin (31/5/2021), kemudian beralih ke negara-negara Eropa sehari setelahnya. Amerika Serikat (AS) juga akan merilis data PMI manufaktur di hari Selasa.
Selain itu, data tenaga kerja AS yang menjadi indikator kesehatan ekonomi Paman Sam akan dirilis pada Jumat (4/6/2021) malam. Meski dirilis saat pasar Indonesia sudah tutup, tetapi biasanya data ini bisa memberikan dampak beberapa hari sebelum dirilis.
Selain itu, dari Australia akan ada pengumuman kebijakan moneter dari bank sentralnya (Reserve Bank of Australia/RBA), serta rilis data pertumbuhan ekonomi kuartal I-2021.
Meski demikian, yang patut menjadi perhatian adalah penambahan kasus Covid-19.
Malaysia, tetangga dekat Indonesia akan kembali menerapkan lockdown nasional secara total untuk semua sektor sosial dan ekonomi mulai Selasa (1/6/2021) hingga 14 Juni 2021.
Hal tersebut dilakukan setelah pada, Jumat (28/5/2021), negara itu memecahkan rekor infeksi harian baru dengan angka 8.290 kasus harian. Angka tersebut angka yang tertinggi dalam sejarah pandemi Covid-19 di Malaysia.
Penambahan kasus Covid-19 di Indonesia juga menjadi perhatian. Jumlah kasus Covid-19 beberapa kali di atas 6.000 di pekan ini, termasuk hari ini yang bertambah 6.115 kasus positif. Rata-rata dalam 2 pekan terakhir juga naik menjadi 5.449 kasus, dibandingkan dua pekan sebelumnya 4.463 kasus.
Kenaikan tersebut tentunya memicu kecemasan pasar akan kemungkinan lonjakan kasus Covid-19 pascalibur Lebaran. Hal tersebut bisa memberikan dampak negatif bagi pasar keuangan dalam negeri.
TIM RISET CNBC INDONESIA