Newsletter

Tenang Mamen! Hantu Tapering Masih Jauh

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
29 April 2021 06:48
Ilustrasi IHSG
Foto: Ilustrasi IHSG (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Sikap The Fed yang dovish memberikan jaminan bahwa kekhawatiran seputar taper tantrum (koreksi berjamaah indeks bursa negara berkembang karena The Fed mengurangi pembelian surat berharga di pasar), sudah memudar.

Namun demikian, bagi bursa Wall Street, itu tidak lantas menjadi alasan penguatan karena secara bersamaan Powell (ketika berbicara mengenai stabilitas pasar keuangan) menyatakan bahwa pasar saham saat ini membentuk busa, atau gelembung (bubble) kecil.

"Mereka mengecek beberapa hal yang kini terjadi di pasar saham, yang menurut saya merefleksikan adanya busa tipis," tutur Powell, yang kemudian memicu aksi jual di Wall Street.

Namun bagi Indonesia, kabar baik dari The Fed mengenai tak adanya kemungkinan tapering dalam waktu dekat lebih patut diperhatikan. Investor asing berpeluang masuk ke pasar nasional pada hari ini dan mencetak pembelian bersih (net buy).

Selama ini, koreksi bursa saham-yang terjadi bersamaan dengan koreksi pasar obligasi-dipicu oleh adanya kekhawatiran bahwa pelarian modal (capital outflow) bakal mendera negara berkembang termasuk Indonesia jika bank sentral AS mengerem laju pembelian aset di pasar.

Berdasarkan data situs World Government Bond pagi ini, yield US Treasury tenor 10 tahun-yang menjadi acuan di pasar-melandai ke level 1,611% dari sebelumnya di level 1,629%. Ini akan memberi jalan mulus bagi penguatan harga surat utang pemerintah di Indonesia.

Rupiah juga semestinya mendapatkan angin segar untuk kembali memasuki jalur penguatan, berbarengan dengan penguatan kurs mata uang Asia lainnya. Indeks Dollar melemah 0,1% menjadi 90,81, menjadi level terlemah sejak 3 Maret.

Pernyataan The Fed tersebut diberikan sehari sebelum pengumuman angka pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB) oleh Departemen Perdagangan pagi ini waktu Indonesia.

Banyak ekonom, termasuk juga The Fed, memperkirakan ekonomi AS tahun ini akan tumbuh dengan laju tercepat sejak tahun 1984. Konsensus Tradingeconomics berujung estimasi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 6,1% di kuartal I-2021, dari kuartal sebelumnya 4,3%.

Pertumbuhan ini sudah tercermin pada tingkat inflasi Maret yang mencapai 2,6%, telah melesat jika dibandingkan dengan posisi Februari sebesar 1,7%. Itu merupakan pertumbuhan inflasi tahunan yang terpesat sejak Agustus 2018.

Sementara itu, klaim tunjangan asuransi pengangguran sepekan terakhir diprediksi bakal bertambah 549.000 atau memburuk jika dibandingkan dengan periode sebelumnya sebanyak 547.000.

Dari kabar pandemi, kabar positif muncul dari AS dengan pengumuman Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (Center for Disease Control and Prevention) bahwa vaksin Pfizer dan Moderna memiliki tingkat efektivitas sebesar 94% bagi warga usia lanjut.

Dari dalam negeri, risiko kegaduhan politik juga sudah menghilang menyusul penunjukan Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi, dan Nadim Makarim sebagai Menteri Riset dan Teknologi (Menristek).

Dengan kombinasi kabar positif tersebut, investor pun memiliki alasan kuat untuk kembali bermain agresif dengan mengoleksi saham-saham yang sudah terkoreksi dalam 3 pekan terakhir.

(ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular