
Alamak! Wall Street Lagi Loyo, Rupiah-IHSG Bisa Ngegas?

Berakhirnya Wall Street di zona merah tentu bukanlah kabar yang baik bagi pasar keuangan Asia yang bakal buka pada pagi ini terutama untuk kelas aset berupa saham yang meski berbeda secara geografis tetapi memiliki korelasi positif.
Hanya saja penurunan yield dan indeks dolar diharapkan dapat memantik terjadinya aliran dana asing ke pasar negara berkembang dan Asia seperti Indonesia. Adanya inflow ini berpeluang membuat harga surat utang pemerintah naik dan mata uangnya ikut diuntungkan.
Sentimen positif untuk pasar keuangan Asia juga didukung dengan kenaikan angka PMI sektor jasa Negeri Panda. Angka PMI jasa China naik dari 51,5 di bulan Februari menjadi 54,3 bulan lalu.
Data-data ekonomi yang positif juga membuat harga minyak mentah global ikut terkerek naik. Minyak dan saham sejatinya cenderung punya korelasi yang positif kendati lemah. Artinya kenaikan harga minyak bisa menjadi sentimen positif bagi aset-aset berisiko.
Rilis data ekonomi sektor jasa juga akan mewarnai perdagangan hari ini. Apabila data menunjukkan bahwa sektor jasa kian bergeliat maka ini akan menjadi sentimen positif bagi pasar saham.
Di dalam negeri sentimen penggerak pasar hari ini datang dari rilis data cadangan devisa. Posisi cadangan devisa pada akhir Februari sebesar US$ 138,8 miliar, naik US$ 800 juta dibandingkan dengan posisi akhir Januari lalu.
Posisi cadev di bulan Februari lalu merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, mematahkan rekor sebelumnya US$ 138 miliar yang dicapai pada bulan Januari lalu. Artinya dalam 2 bulan pertama tahun ini, cadev Indonesia terus mencetak rekor tertinggi.
Peningkatan cadev berarti BI punya lebih banyak amunisi untuk menstabilkan rupiah saat mengalami gejolak, sehingga akan direspon positif oleh pasar. Untuk sementara waktu pasar finansial nasional masih akan bergerak dengan volatilitas tinggi. Apalagi di tengah adanya ramalan penguatan dolar AS.
Reuters mengadakan polling terhadap ahli strategi valuta asing (valas), dari 56 yang disurvei sebanyak 48 orang atau 85% memperkirakan dolar AS masih akan kuat setidaknya 1 bulan lagi.
Dari 48 orang tersebut, sebanyak 11 orang memprediksi penguatan dolar AS akan berlangsung dalam 3 hingga 6 bulan ke depan, sementara 16 orang mengatakan akan berlangsung lebih dari 6 bulan lagi.
Rupiah memang layak waspada, sebab survei tersebut juga menunjukkan sebanyak 58% ahli strategi valas memprediksi mata uang emerging market akan tertekan melawan dolar AS dalam tiga bulan ke depan.
(twg/twg)