
Pesta Sudah Kelar Mas Bro, Waspadai Volatilitas Masih Tinggi!

Bursa Amerika Serikat (AS) pada Kamis terpelanting ke zona merah, menyusul aksi jual masif terhadap saham-saham teknologi di tengah kenaikan lagi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS dan memburuknya angka pengangguran.
Dow Jones Industrial Average anjlok 153,1 poin (-0,5%) ke 32.862,3 sementara S&P 500 drop 58,7 poin (-1,48%) ke 3.915,46. Nasdaq bablas 409 poin (-3,02%) ke 13.116,17 dipicu koreksi saham teknologi.
Hal ini terjadi setelah yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun kembali lompat 11 basis poin menjadi 1,75%, menjadi yang tertinggi sejak Januari 2020 setelah Rapat Komite Terbuka Federal (Federal Open Committee Meeting/FOMC).
Sementara itu, yield obligasi pemerintah AS tenor 30 tahun naik 6 basis poin dan menembus 2,5% atau pertama kali sejak Agustus 2019. Kenaikan imbal hasil obligasi membuat emiten teknologi yang secara natural rajin menerbitkan obligasi menghadapi kenaikan beban.
"Risiko kenaikan imbal hasil terlalu cepat masih menjadi kunci kecemasan," tutur Craig Johnson, perencana pasar teknikal Piper Sandler, seperti dikutip CNBC International.
Di satu sisi, yield obligasi yang tinggi membuat kredit perbankan menjadi lebih menarik ketimbang emisi surat utang. Saham perbankan pun menguat seperti U.S. Bancorp (+3,3%), Wells Fargo (+2,4%), JPMorgan (+1,7%), dan Bank of America (+2,6%).
Namun sebaliknya, situasi itu menjadi kabar buruk bagi saham teknologi yang memang banyak menerbitkan obligasi. Saham Apple, Amazon, dan Netflix anjlok lebih dari 3%, mengekor Tesla yang ambruk 7%.
Secara indeks sektoral, saham-saham energi menjadi yang paling terpuruk, dengan koreksi indeks saham sektor energi sebesar 4,7%. Harga West Texas Intermediate (WTI) anjlok lebih dari 7% menjadi US$ 60/barel, menjadi koreksi 5 hari beruntun atau terburuk sejak September.
Klaim awal tunjangan pengangguran pekan lalu juga membagikan sentimen negatif karena ternyata lebih buruk dari ekspektasi. Ekonom dalam polling Dow Jones memperkirakan 700.000 klaim pengangguran pekan lalu, turun dari 712.000 sepekan sebelum itu. Namun faktanya, ada 770.000 penganggur baru.
Kabar buruk ini membenamkan kabar bagus dari rilis data indeks manufaktur Federal Reserve Philadelphia yang menunjukkan angka 51,8, atau jauh melampaui konsensus yang dikompilasi Dow Jones sebesar 22, dan merupakan level tertingginya sejak 1973.
Rilis data pengangguran itu seolah mengoreksi proyeksi The Fed yang optimistis dengan prediksi pertumbuhan ekonomi AS sebesar 6,5% pada 2021, inflasi 2,2% dan pengangguran yang turun menjadi 4,5% dari level saat ini 6,2%.
(ags/ags)