
Mohon Maaf, IHSG-Rupiah-SBN Sepertinya Bakal Babak Belur!

Jebloknya Wall Street yang merupakan kiblat bursa saham dunia tentunya mengirim sentimen negatif di pasar Asia hari ini, termasuk IHSG yang berisiko besar melanjutkan kemerosotan Kamis kemarin.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, yield Treasury lagi-lagi menjadi pemicu jebloknya bursa saham. Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun naik 8,01 basis poin ke 1,5484%. Level tersebut merupakan penutupan perdagangan tertinggi di tahun ini, dan sejak Februari 2020 lalu.
Pada Kamis pekan lalu, yield ini memang sempat menembus level 1,6%, tetapi setelahnya terpangkas dan mengakhiri perdagangan di 1,5150%
Dengan yield yang berada di level tertinggi sebelum virus corona belum dinyatakan sebagai pandemi dan The Fed belum membabat habis suku bunganya menjadi 0,25%, artinya pelaku pasar melihat perekomian AS sudah pulih dari kemerosotan.
Perangkat GDPNow milik Federal Reserve (The Fed) Atlanta menunjukkan PDB di kuartal I-2021 akan tumbuh 10%. Kalkulasi perangkat tersebut menggunakan data-data ekonomi AS terbaru, sehingga di awal kuartal prediksinya cenderung volatil, dan akan semakin akurat mendekati akhir kuartal.
Kuartal I-2020 kini tersisa kurang dari 30 hari lagi, sehingga prediksi GDPNow semakin akurat.
Tidak hanya di kuartal I saja, momentum pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan berlanjut sepajang 2021, sehingga menunjukkan kurva V-shape.
"Pemulihan PDB dengan kurva V-shape akan tetap seperti itu di semester pertama tahun ini dan akan kemungkinan akan berlanjut hingga akhir tahun," kata Ed Yardeni dari Yardeni Research dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Selasa (2/3/2021).
"Namun tidak akan ada lagi 'pemulihan' setelah kuartal I sebab PDB riil sudah pulih. Oleh karena itu, nantinya akan menjadi 'ekspansi' PDB di rekor tertinggi," tambahnya.
Powell sudah mengkonfirmasi pemulihan ekonomi AS memicu kenaikan inflasi, meski ditekankan hanya sementara. Tetapi dengan ekonomi AS mulai pulih, dan Pemerintah AS akan menggelontorkan stimulus fiskal dalam waktu dekat, risiko meroketnya inflasi menjadi semakin besar.
Hal tersebut yang membuat pelaku pasar melepas Treasury yang membuat yield-nya terus naik. Maklum saja, jika yield rendah dengan inflasi yang tinggi maka imbal return riil yang didapat akan negatif lebih dalam. Riil return Treasury 10 tahun sebenarnya sudah negatif, sebab inflasi di AS saat ini sebesar 1,5%.
"Kita kembali pada kabar baik untuk perekonomian menjadi kabar buruk bagi pasar. Saat yield terus naik akibat ekspektasi pertumbuhan ekonomi, pasar saham menjadi terpukul," kata Chris Zaccarelli, kepala investasi di Independent Advisor Alliance, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (4/3/2021).
Sekali lagi, terpukulnya pasar saham AS akan mengirim sentimen negatif ke pasar saham Indonesia. Tidak hanya pasar saham, pasar obligasi Indonesia juga berisiko mengalami aksi jual, sebab selisih yield Treasury dengan SBN kian menipis.
Nasib buruk juga akan mendatangi rupiah, ada 3 hal yang memberikan pukulan telak. Yang pertama memburuknya sentimen pelaku pasar yang tercermin dari jebloknya bursa saham, yang kedua capital outflow di pasar obligasi, dan yang terakhir melesatnya indeks dolar AS.
Indeks yang mengukur kekuatan mata uang Paman Sam ini kemarin ikut melesat bersama yield Treasury. Indeks dolar AS menyentuh level tertinggi dalam 3 bulan terakhir setelah mengakhiri sesi di level 91,614 atau melesat 0,73%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini: Data Tenaga Kerja AS dan Cadev RI
(pap/pap)