Newsletter

Sah! Dividen Bebas Pajak, IHSG Meroket atau Meleset Nih?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
03 March 2021 06:00
Presiden terpilih Joe Biden. (AP/Evan Vucci)
Foto: Presiden terpilih Joe Biden. (AP/Evan Vucci)

Pelemahan Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia tentunya mengirim sentimen negatif ke pasar Asia hari ini. Tetapi ada kabar bagus dari Negeri Paman Sam.

Pertumbuhan ekonomi AS diprediksi akan meroket di kuartal I-2021. Sebagai negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, melesatnya produk domestik bruto (PDB) AS tentunya akan mengkerek pertumbuhan ekonomi negara lainnya.

Perangkat GDPNow milik Federal Reserve (The Fed) Atlanta menunjukkan PDB di kuartal I-2021 akan tumbuh 10%. Kalkulasi perangkat tersebut menggunakan data-data ekonomi AS terbaru, sehingga di awal kuartal prediksinya cenderung volatil, dan akan semakin akurat mendekati akhir kuartal.

Kuartal I-2020 kini tersisa kurang dari 30 hari lagi, sehingga prediksi GDPNow semakin akurat.

Beberapa data ekonomi AS yang dirilis belakangan ini memang apik. Aktivitas manufaktur di AS yang kembali meningkatkan ekspansi. Institute for Supply Management (ISM) di awal pekan ini melaporkan aktivitas manufaktur yang tercermin dari purchasing managers' index (PMI) naik menjadi 60,8 di bulan Februari, dari bulan sebelumnya 58,7.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi sementara di bawahnya berarti kontraksi.

Angka indeks 60,8 merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir. Laporan dari ISM tersebut menguatkan ekspektasi PDB AS di kuartal I-2021 akan tinggi, para ekonom juga memberikan prediksi yang serupa.

Tidak hanya di kuartal I saja, momentum pertumbuhan ekonomi AS diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2021, sehingga menunjukkan kurva V-shape.

"Pemulihan PDB dengan kurva V-shape akan tetap seperti itu di semester pertama tahun ini dan akan kemungkinan akan berlanjut hingga akhir tahun," kata Ed Yardeni dari Yardeni Research dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International, Selasa (2/3/2021).

"Namun tidak akan ada lagi 'pemulihan' setelah kuartal I sebab PDB riil sudah pulih di 3 bulan pertama tahun ini. Oleh karena itu, nantinya akan menjadi 'ekspansi' PDB di rekor tertinggi," tambahnya.

Prediksi pulihnya ekonomi AS tersebut tentunya menjadi kabar baik bagi pasar finansial global, dan menjadi sentimen positif ke bursa Asia, termasuk IHSG.

Namun, bangkitnya perekonomian AS bahkan terjadi sebelum stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun dikucurkan pemerintah AS. Hal tersebut memicu perdebatan apakah masih diperlukan stimulus dengan nilai sebesar itu, dikhawatirkan malah akan terjadi lonjakan inflasi, salah satu pemicu kenaikan yiled obligasi (Treasury) belakangan ini yang memicu kecemasan akan kemungkinan terjadi taper tantrum.

"Terlalu banyak hal bagus akan menjadi berlebihan, perekonomian saat ini sedang panas dan akan semakin panas akibat stimulus fiskal dan moneter yang jumbo," kata Yardeni.

Rancangan undang-udang (RUU) stimulus fiskal US$ 1,9 triliun sudah disetujui oleh House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR) AS dan saat ini berada di Senat.

Partai Demokrat di Senat berusaha meloloskan RUU tersebut pada pekan depan dan diserahkan ke Presiden Joseph 'Joe' Biden agar ditandatangani sebelum tanggal 14 Maret, saat stimulus fiskal yang ada saat ini berakhir.

Ekspektasi cairnya stimulus fiskal tersebut membuat indeks dolar AS melemah pada perdagangan Selasa, dan mengakhiri penguatan 3 hari beruntun. Pelemahan indeks dolar tersebut tentunya dapat membawa rupiah kembali ke zona hijau.

Saat stimulus fiskal cair, jumlah uang yang beredar di perekonomian AS akan bertambah, secara teori dolar AS akan melemah.

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular