Newsletter

The Fed akan Lancarkan Operation Twist, IHSG Siap Melesat!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 March 2021 06:31
Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell  (AP Photo/Jacquelyn Martin)
Foto: Gubernur bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve, Jerome Powell (AP Photo/Jacquelyn Martin)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri bervariasi pada perdagangan awal pekan kemarin. Pergerakan dipengaruhi sentimen dari luar dan dalam negeri. Penurunan yield obligasi (Treasury) Amerika Serikat memberikan sentimen positif ke pasar finansial, sementara beberapa data dari dalam negeri dirilis mengecewakan.

Pergerakan yield Treasury masih akan mempengaruhi pergerakan pasar keuangan Indonesia pada perdagangan hari ini, Selasa (2/3/2021), selain juga beberapa faktor lainnya seperti Operation Twist yang akan dibahas di halaman 3 dan 4.

Melansir data Refinitiv, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin membukukan penguatan 1,55% ke 6.338,513. Data perdagangan mencatat investor asing melakukan aksi beli bersih senilai Rp 128,62 miliar, dengan nilai transaksi mencapai Rp 13,99 triliun.

Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah tipis 0,07% ke Rp 14.250/US$, setelah sebelumnya sempat mendekati Rp 14.300/US$.

Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) bervariasi tetapi mayoritas menguat. Pelemahan hanya terjadi pada tenor 15, 2, dan 30 tahun.

Kemarin, yield Treasury tenor 10 tahun turun 2,7 basis poin ke 1,4290%. Pada perdagangan Jumat lalu, yield ini juga menurun 5,9 basis poin.

Banyak analis melihat kenaikan yield Treasury masih akan tertahan di kisaran 1,5%, sebab jika terus menanjak, maka akan memicu kecemasan terjadi taper tantrum yang dapat memicu gejolak di pasar keuangan global.

Dengan penurunan yield tersebut, kecemasan akan tarjadinya taper tantrum kini menurun, dan memberikan dampak positif ke pasar finansial global.

Sayangnya, data dari dalam negeri dirilis mengecewakan, yang membuat IHSG, rupiah, hingga SBN tidak kompak.

IHS Markit melaporkan aktivitas manufaktur Indonesia yang diukur dari Purchasing Managers' Index (PMI) berada di 50,9 untuk periode Februari 2021. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula, jika di atas 50 maka dunia usaha masih melakukan ekspansi.

Akan tetapi, skor PMI manufaktur Tanah Air melorot dibandingkan Januari 2021 yang mencapai 52,2. Pencapaian Januari 2021 adalah yang terbaik dalam 6,5 tahun terakhir.
"Ada sinyal kesehatan sektor manufaktur yang terjadi sejak November 2020 memburuk. Produksi terus naik, hingga empat bulan berturut-turut, tetapi lajunya melambat.

Perlambatan produksi berarti ada penurunan pasokan barang jadi," sebut keterangan tertulis IHS Markit.

Andrew Harker, Economics Director IHS Markit, menyatakan bahwa peningkatan kasus positif corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia masih menjadi faktor utama penghambat aktivitas produksi. Namun walau ada perlambatan, Harker menilai sektor manufaktur Ibu Pertiwi masih tahan banting (resilient).

Sementara itu Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan data inflasi Indonesia periode Februari 2021. Hasilnya tidak jauh dari ekspektasi pasar.

Pada Senin (1/3/2021), Kepala BPS Suhariyanto melaporkan laju inflasi nasional bulan lalu adalah 0,1% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/MtM). Ini membuat inflasi tahunan (year-on-year/YoY) menjadi 1,38%.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi Februari 2021 adalah 0,08% MtM. Sementara dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya adalah 1,36%.

Sedangkan konsensus Reuters memperkirakan inflasi Februari 2021 berada di 0,9% MtM. Inflasi tahunan diperkirakan 1,38%.


HALAMAN SELANJUTNYA >>> Yield Treasury Turun, Wall Street Meroket

Turunnya yield Treasury langsung membawa bursa saham AS (Wall Street) meroket pada perdagangan Senin waktu setempat.

Indeks Dow Jones menguat 1,95%, S&P 500 meroket 2,38%, dan Nasdaq memimpin setelah melesat lebih dari 3%. Sepanjang pekan lalu ketiga indeks ini terpuruk akibat naiknya yield Treasury.

Yield yang tinggi akan memikat investor mengalihkan dananya dari bursa saham ke pasar obligasi.

"Yield sangat menentukan. Di kisaran 1,5%, yield obligasi bisa kompetitif dibandingkan dividend yield di pasar saham. Ingat, tidak ada risiko di obligasi, uang Anda kembali 100%," kata Peter Tuz, Presiden Chase Investment Counsel yang berbasis di Virginia (AS), seperti dikutip dari Reuters.

Emiten teknologi paling terpukul kenaikan yield karena mereka haus pendanaan dari surat utang. Kenaikan imbal hasil akan berujung pada kenaikan beban pembiayaan mereka.

"Rotasi yang besar berarti pembalikan secara taktis jika yield terus turun," tutur Keith Parker, perencana saham UBS, dalam laporan riset yang dikutip CNBC International.

Dari sisi vaksinasi, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) memberikan izin penggunaan vaksin sekali suntik besutan Johnson & Johnson untuk orang berumur 18 tahun ke atas. Perseroan menyiapkan dosis awal sebanyak 4 juta.

Stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun yang diperkirakan tidak lama lagi akan cair juga memberikan sentimen positif ke pasar saham.

House of Representative (Dewan Perwakilan Rakyat/DPR) AS pada Sabtu (27/2/2021) pagi waktu setempat sudah meloloskan rancangan undang-undang kebijakan fiskal senilai US$ 1,9 triliun, dan kini diserahkan ke Senat AS.

"Kini, rancangan undang-undang sudah diserahkan ke Senat AS, saya berharap mereka akan bertindak cepat. Kita tidak perlu membuang waktu," kata Presiden AS Joseph 'Joe' Biden.

"Jika kita bertindak sekarang - tegas, cepat dan berani, kita akhinya akan bisa mengatasi virus (Covid-19) ini. Kita pada akhirnya akan menggerakkan perekonomian lagi," tambah Biden.

Berbeda dengan DPR AS yang dikuasai Partai Demokrat, Senat AS kini sama kuat. Partai Demokrat dan Partai Republik sama-sama memilki 50 kursi. Sehingga rancangan undang-undang (RUU) tidak akan lolos dengan mulus.

RUU tersebut diharapkan lolos sebelum 14 Maret, sebelum stimulus fiskal yang ada saat ini berakhir. Lolosnya RUU tersebut akan menjadi kabar bagus, sebab roda perekonomian di AS akan berputar lebih kencang.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini

Penguatan Wall Street yang merupakan kiblat bursa saham dunia tentunya akan memberikan sentimen positif ke pasar Asia hari ini, termasuk IHSG yang berpeluang melanjutkan penguatan. Yield Treasury yang mulai kalem dalam 2 hari perdagangan terakhir membuat pelaku pasar tenang.

Kenaikan yield Treasury yang dilatarbelakangi prospek pertumbuhan ekonomi yang serta inflasi kemungkinan menanjak, juga berarti pelaku pasar mengantisipasi kemungkinan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengurangi nilai program pembelian obligasi dan surat berharga lainnya (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.

Tapering merupakan salah satu hal yang ditakutkan, sebab berkaca dari pengalaman sebelumnya memberikan dampak yang besar di pasar finansial termasuk Indonesia. Saat itu dikenal dengan istilah taper tantrum.

Namun, baik investor maupun para ekonom memperkirakan The Fed akan merubah kebijakannya di bulan ini guna meredam gejolak di pasar obligasi. Ketua The Fed, Jerome Powell, pada rapat kebijakan moneter 16 - 17 Maret waktu setempat diperkirakan akan mengaktifkan kembali Operation Twist yang pernah dilakukan 10 tahun yang lalu, saat terjadi krisis utang di Eropa.

Operation Twist dilakukan dengan menjual obligasi AS tenor pendek dan membeli tenor panjang, sehingga yield obligasi tenor pendek akan naik dan tenor panjang menurun. Hal tersebut dapat membuat kurva yield melandai.

The Fed sudah 2 kali menjalankan Operation Twist, pada 2011 dan 1961. CNBC International melaporkan pelaku pasar yang mengetahui perihal operasi tersebut mengatakan jika The Fed sudah menghubungi dealer-dealer utama untuk menjalankan operasi tersebut.

Mark Cabana, ahli strategi suku bunga di Bank of America Global Research, mengatakan Operation Twist merupakan kebijakan yang sempurna untuk meredam gejolak di pasar obligasi.

"Operation Twist, dengan menjual obligasi tenor rendah dan membeli tenor panjang secara simultan adalah kebijakan yang sempurna menurut pandangan kami," kata Cabana, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (1/3/2021).

Cabana menyebut Operation Twist "membunuh tiga burung dengan satu batu". Yang pertama menaikkan yield jangka pendek, kemudian stabilitas yield jangka panjang, serta tidak akan menaikkan balance sheet.

Sejak pandemi Covid-19 melanda, The Fed sudah mengucurkan QE sekitar 3,3 triliun. Hal tersebut tercermin dari nilai balance sheet The Fed yang kini mencapai US$ 7,56 triliun, dibandingkan posisi awal Maret 2020 lalu US$ 4,24 triliun.

Kebijakan tersebut terbilang sangat agresif, sebab saat krisis finansial melanda AS di tahun 2008 The Fed juga melakukan hal yang sama. Nilai Balance Sheet juga melonjak US$ 3 triliun, tetapi terjadi dalam tempo 3 tahun hingga 2011.

Semakin besar QE yang digelontorkan maka balance sheet The Fed akan membengkak.

Selain Operation Twist, The Fed juga diperkirakan akan menaikkan Interest Rate on Excess Reserves (IOER) dari 0,1% menjadi 0,15%, serta menaikkan suku bunga repo overnight dari 0% menjadi 0,5%.

"Pasar akan menyambut baik kenakan IOER begitu juga panduan lainnya yang dilakukan dengan tujuan menurunkan kurva yield dan mempertahankan perekonomian pada jalur pemulihan," kata Joseph Brusuelas, ekonom di RSM, sebagaimana dilansir CNBC International.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)

Dari dalam negeri, pemerintah memberikan insentif tambahan ke sektor properti. Sebelumnya Bank Indonesia (BI) menetapkan kebijakan DP 0% untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kini pemerintah menetapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0% atau PPN ditanggung pemerintah. Kebijakan yang berlaku 1 Maret 2021 sampai 31 Agustus 2021.

Alasan penghapusan PPN untuk pembelian rumah karena sektor properti sangat terdampak pandemi, di sisi lain sektor ini banyak menyerap tenaga kerja dan banyak berkaitan dengan industri lain, sehingga butuh dukungan stimulus dari pemerintah.

Pertimbangan pemerintah menilai selama 20 tahun terakhir kontribusi sektor properti terhadap ekonomi terus meningkat pada 2000 sebesar 7,8% menjadi 13,6% pada 2020. Namun, pada 2020 sektor properti mengalami kontraksi jadi minus 2% bahkan sektor konstruksi minus 3,3%.

Di sisi lain pekerja sektor properti terus meningkat sejak 2000 sampai 2016, lalu melandai hingga 9,1 juta pekerja, tapi turun jadi 8,5 juta pada 2020.

"Kita akan mendorong sektor yang terpengaruh di pandemi ini dan memiliki ikatan kuat yakni manufaktur dan properti," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers bersama, Senin (1/3/2020).

Adapun mekanisme pemberian insentif PPN atas rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual paling tinggi Rp 2 miliar100% ditanggung pemerintah

Sementara rumah tapak atau rumah susun dengan harga jual di atas Rp 2 miliar sampai 5 miliar, 50% ditanggung pemerintah.

Kebijakan tersebut akan berlaku selama 6 bulan mulai 1 Maret sampai 31 Agustus 2021.

Berikut beberapa data ekonomi yang akan dirilis hari ini.

  • Data Transaksi Berjalan Australia (7:30 WIB)
  • Data PMI Manufaktur Korea Selatan (7:30 WIB)
  • Pengumuman Suku Bunga Bank Sentral Australia (8:45 WIB)
  • Data Penjualan Ritel Jerman (14:00 WIB)
  • Data Inflasi Zona Euro (17:00 WIB)
  • Data PMI Manufaktur Jerman (15:55 WIB)
  • Data PMI Manufaktur Zona Euro (16:00 WIB)
  • Data PMI Manufaktur Inggris (16:30 WIB)
  • Data PMI Manufaktur AS versi ISM (22:00 WIB)

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular