
Neraca Dagang Diramal Surplus Lagi, Senang atau Sedih Nih?

Sedangkan perlambatan impor sepertinya lebih disebabkan oleh permintaan domestik yang masih terbatas. Ini terlihat dari laju inflasi yang woles.
Pada Januari 2021, Badap Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi inflasi sebesar 0,26% month-to-month/MtM dan 1,55% year-on-yar/YoY. Melambat dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 0,45% MtM dan 1,68% YoY.
"Kalau kita lihat, memasuki 2021 ini dampak Covid-19 (Coronavirus Disease-2019) belum reda dan masih membayangi perekonomian berbaga negara, termasuk Indonesia. Mobilitas berkurang, roda ekonomi terhambat, dan berpengaruh ke permintaan," kata Suhariyanto, Kepala BPS, dalam jumpa pers pengumuman data inflasi periode Januari 2021.
Kelompok yang menggambarkan daya beli adalah inflasi inti. Inflasi inti adalah 'keranjang' yang berisi harga barang dan jasa yang susah naik-turun. Persisten, bandel. Jadi saat inflasi inti terus melambat, maka artinya harga barang dan jasa yang bandel saja sampai turun. Ini menandakan permintaan sangat lemah sehingga dunia usaha terpaksa menurunkan harga.
"Inflasi inti mengalami perlambatan yang menandakan permintaan domestik masih lemah. Dari sisi suplai mungkin terjaga, tetapi permintaan melemah karena pandemi Covid-19 masih membayangi perekonomian kita," tambah Kecuk, sapaan akrab Suhariyanto.
Jadi walau lagi-lagi neraca perdagangan mencatat surplus, bukan berarti semua baik-baik saja. Surplus ini malah semakin mempertegas bahwa ekonomi Tanah Air masih 'berdarah-darah' akibat dampak pandemi Covid-19.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)