Newsletter

Menanti Gebrakan 10 Hari Joe Biden, IHSG Bakal Melesat Lagi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 January 2021 06:12
Biden Electoral College Protests
Foto: AP/Susan Walsh

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri kembali tidak kompak pada perdagangan Selasa kemarin. Jika sebelumnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menguat, kini rupiah yang berhasil ke zona hijau. Sementara obligasi Indonesia juga mengalami pelemahan.

Pada perdagangan hari ini, Rabu (20/1/2021) perhatian investor akan tertuju pada pelantikan Joseph 'Joe' Biden menjadi Presiden AS ke-46, yang bisa memberikan sentimen positif. Penggerak pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3.

Aksi Ambil untung (profit taking) menjadi pemicu pelemahan IHSG hingga lebih dari 1% ke 6.321,856. Hal ini terindikasi dari IHSG yang menguat 0,5% di pembukaan perdagangan, kemudian mayoritas bursa utama Asia yang menguat kemarin.

Selain itu data perdagangan mencatat investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 258,68 miliar di pasar reguler, dan Rp 277,1 miliar ditambah dengan pasar nego dan tunai.

Artinya sentimen pelaku pasar cukup bagus, sehingga menjadi indikasi kuat penurunan IHSG akibat aksi ambil untung. Maklum saja, sebelum melemah kemarin, IHSG sudah menguat 6,87%, bahkan pada pekan lalu sempat menyentuh level 6.472,312, tertinggi sejak Juli 2019.

Sementara itu rupiah kemarin berhasil menguat tipis 0,07% melawan dolar AS ke Rp 14.050/US$. Dolar AS yang melesat pada pekan lalu mulai menginjak rem. Melansir data Refinitiv, indeks dolar AS pada jari Senin berakhir stagnan di kisaran 90,768, dan kemarin turun 0,29%. 

Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) mengalami pelemahan di semua tenor. Yield SBN tenor 10 tahun naik 7,9 basis poin (bps) menjadi 6,292%.

Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harga turun, maka yield akan naik.

Pemerintah melalui Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan kembali melakukan lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa kemarin, dengan memenangkan senilai Rp 24,45 triliun.

Nilai SUN yang dimenangkan tersebut lebih rendah dari target indikatif yang ditetapkan, yakni sebesar Rp 35 triliun.

Dalam proses lelang tersebut, pemerintah mencatatkan kelebihan permintaan (oversubscribed) 3 kali lipat dengan total penawaran yang masuk sebesar Rp 55,29 triliun.

Jika dibandingkan dengan lelang sebelumnya, incoming bids kemarin turun sebesar 43,1%. Hal ini disebabkan kondisi pasar keuangan yang masih belum stabil akibat kekhawatiran akan jumlah kasus Covid-19 yang masih tinggi.

Bursa saham AS (Wall Street) menguat pada perdagangan Selasa kemarin, sehari menjelang pelantikan Joseph 'Joe' Biden menjadi Presiden AS ke-46. Selain itu, laporan laba/rugi emiten juga mempengaruhi pergerakan pasar.

Indeks Dow Jones menguat 0,38% ke 30.930,52, indeks S&P 500 melesat 0,81% ke 3.798,91, dan Nasdaq memimpin dengan penguatan 1,53% ke 13.197,18.
Joe Biden akan dilantik menjadi Presiden AS pada Rabu 20 Januari 2021 waktu setempat, atau tengah malam di Indonesia.

Pada pekan lalu, Biden mengumumkan rencana stimulus fiskal senilai US$ 1,9 triliun. Stimulus tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik, dan kembali mendongkrak kinerja bursa saham. Selain itu, harapan vaksinasi akan dipercepat juga membuat sentimen pelaku pasar membaik.

Dr. Rochelle Walensky, Kepala Pusat Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention) yang dipilih Biden, mengatakan bahwa pemerintah memiliki vaksin yang cukup untuk mencapai target vaksinasi 100 juta orang dalam 100 hari.

Dari lantai bursa, Saham Goldman Sachs merangsek 1,5% setelah membukukan kinerja kuartal IV-2020 yang melampaui ekspektasi pasar, baik dari pos pendapatan maupun laba bersih. Kinerja yang kuat itu ditopang bisnis perdagangan saham dan bank investasi. Namun, di akhir perdagangan saham Goldman Sachs justru berakhir merosot 2,3% akibat aksi profit taking.

Sementara itu, saham Bank of America melemah 0,7% setelah kinerja keuangannya pada periode yang sama meleset dari ekspektasi pasar meski laba bersih sedikit melampaui perkiraan.

"Kami memperkirakan investor akan memantau kinerja kuartal IV-2020 dan fokus pada komentar perseroan mengenai jalur pemulihan pada 2021," tutur David Kostin, Kepala Perencana Saham Goldman Sachs dalam laporan risetnya, seperti dikutip CNBC International.

"Saat investor melihat tahun 2021, kebijakan pemerintah masih menjadi kunci utama laba perusahaan," tambahnya.

Wall Street yang menghijau pada perdagangan Selasa waktu setempat tentunya mengirim hawa positif pasar Asia hari ini, dan IHSG berpeluang kembali ke zona hijau.

Pelantikan Joe Biden sebagai Presiden AS ke 46 akan menjadi perhatian utama pelaku pasar. Keamanan jalannya pelantikan tersebut tentunya menjadi perhatian utama. Maklum saja, pendukung Donald Trump dikhawatirkan akan melakukan demo menolak pelantikan Biden. Dua pekan lalu, situasi di Washington DC bahkan cukup mencekam.

Pengunjuk rasa yang mendukung Presiden Donald Trump menyerbu gedung parlemen Capitol Hill AS pada Rabu (6/1/2021) waktu setempat, saat DPR, Senat, dan Wakil Presiden Mike Pence sedang mengadakan sidang untuk menetapkan Joe Biden sebagai Presiden AS ke-46.

Bentrokan pun tak terhindarkan, 4 orang dilaporkan tewas. Pasca insiden tersebut pemerintah AS memperketat penjagaan di Washington DC dan semua negara bagian, menjelang pelantikan Biden.

Keamanan dan stabilitas di AS jelang, saat, dan pasca pelantikan Biden akan memberikan sentimen positif ke pasar finansial global.

Setelahnya, pasar akan menanti gebrakan dari mantan wakil presiden 2 periode tersebut. Biden dikabarkan akan mengambil langkah cepat dalam 10 hari pertama pemerintahannya, dalam menanggulangi yang disebut 4 krisis, Covid-19, kemerosotan ekonomi, ketidakadilan rasial, serta perubahan iklim.

Begitu dilantik, Biden akan langsung bergabung kembali dalam perjanjian iklim Paris, dimana Trump sebelumnya keluar dari perjanjian tersebut. Biden juga akan mencabut larangan Muslim datang ke AS, kemudian mewajibkan penggunaan masker.

Pada hari Kamis, Biden akan menandatangani peraturan presiden terkait dengan pembukaan kembali sekolah dan dunia usaha. Di hari Jumat, ia kan memerintahkan Kabinetnya untuk segera bertindak memberikan bantuan ekonomi bagi keluarga yang terdampak krisis akibat Covid-19.

Sementara itu mengenai stimulus US$ 1,9 triliun, calon menteri keuangan AS Janet Yellen, saat berbicara di hadapan Komite Finansial Senat mengatakan hal tersebut akan menjadi fokus pertama nanti.

"Itu (stimulus fiskal) akan menjadi fokus utama saya jika saya menjadi menteri keuangan, fokus pada kebutuhan para pekerja yang tinggal di kota dan pedesaan, dan memastikan kami akan memiliki perekonomian yang baik yang memberikan pekerjaan dan gaji yang bagus," kata Yellen sebagaimana dilansir CNBC International.

Para senator AS memberikan berbagai pertanyaan kepada Yellen, mulai dari hubungan dengan China, pajak hingga utang yang membengkak.

Mengenai hubungan AS dengan China, Yellen mengatakan masih akan bersikap keras, namun dengan pendekatan yang berbeda dari rezim Donald Trump. Selain itu mantan ketua The Fed periode 2014-2018 ini juga menyinggung mengenai kenaikan pajak yang akan dilakukan, tapi tidak menjadi fokus utama saat ini. Begitu juga dengan kondisi fiskal dengan utang yang membengkak ke depannya akan dibenahi, tetapi tidak menjadi fokus utama saat ini.

Yellen juga membahas mengenai nilai tukar dolar AS. Berbeda dengan Pemerintahan Trump yang cenderung menginginkan dolar AS melemah, era Biden akan mendunkung dolar AS yang kuat dan stabil yang nilainya ditentukan oleh mekanisme pasar.

"Amerika Serikat tidak melemahkan mata uang untuk mendapat keuntungan kompetitif, dan kita juga harus melawan usaha yang sama yang dilakukan negara lain. Melemah mata uang untuk mendapat keuntungan komersial tidak dapat diterima," kata Yellen.

Meski demikian, dolar AS justru melemah Selasa kemarin. Indeks dolar AS turun 0,29% ke 90,499, yang tentunya membuka peluang rupiah untuk menguat lagi pada hari ini.


Yield Treasury AS juga mengalami penurunan, tenor 10 tahun berada di level 1.0903% turun 0,67 bps. Hal tersebut tentunya menguntungkan bagi obligasi Indonesia, sebab selisih yield kembali melebar.

Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Rilis data inflasi Inggris (14:00 WIB)
  • Rilis data inflasi Zona Euro (17:00 WIB)
  • Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Data dan Indikator Ekonomi Makro

Satuan

Nilai

Pertumbuhan Ekonomi Q320

%yoy

-3.49

Inflasi 2020

%yoy

1.68

BI 7 Day Reverse Repo Rate November 2020

%

3.75

Surplus/Defisit Anggaran 2020

%PDB

-6.34

Surplus/Defisit Transaksi Berjalan Q320

%PDB

0.36

Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia Q30

US$ Miliar

2.05

Cadangan Devisa November 2020

US$ Miliar

135.9

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Pekan Penting! Pasar Finansial Bakal Guncang atau Terbang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular