Newsletter

BPOM Restui Vaksin Sinovac, IHSG Masih Kuat Tancap Gas?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
12 January 2021 06:12
Bursa saham Amerika Serikat (AS)  Wall Street
Foto: Bursa saham Amerika Serikat (AS) (AP Photo/Richard Drew)

Beralih ke bursa saham New York, setelah reli kencang dan berhasil mencatatkan kenaikan 16,3% tahun lalu, Wall Street akhirnya menunjukkan tanda-tanda koreksi (pull back). Pada penutupan perdagangan pagi tadi, tiga indeks saham acuan utama AS kompak finish di zona merah.

Indeks S&P 500 drop 0,66%. Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang berisi 30 saham pilihan dan merupakan saham-saham dari emiten yang menjadi industry leader terkoreksi 0,29%. Sementara itu Nasdaq Composite yang berisikan saham-saham teknologi AS memimpin pelemahan dengan penurunan sebesar 1,25%.

Pelaku pasar saat ini sudah mewaspadai valuasi aset-aset ekuitas yang diperdagangkan secara publik. Valuasi yang sudah dinilai kemahalan membuat pasar membutuhkan koreksi yang sehat. 

Sebagai informasi, menggunakan metrik valuasi yang dikembangkan oleh peraih nobel ekonomi Robert J Shiller pada 2013 yang dikenal dengan Cyclically Adjusted Price to Earning (CAPE) ratio, rasio harga terhadap earning S&P 500 saat ini sudah mencapai 34,7x.

Saat ini S&P 500 ditransaksikan dengan valuasi tertingginya dalam kurun waktu hampir 20 tahun terakhir setelah dot.com bubble crash tahun 2000. Bahkan S&P 500 sudah di atas rata-rata CAPE ratio-nya yang berada di angka 16,78x.

Saham-saham teknologi AS yang sudah meroket menjadi tumbal pagi tadi. Saham produsen mobil listrik besutan Elon Musk yaitu Tesla drop 7,82%. Tesla saat ini ditransaksikan di 90 kali arus kasnya. Valuasi yang sangat mahal tentunya.

Namun dalam 12 bulan terakhir Tesla telah mencatatkan capital gain lebih dari 700% dan membuat Elon Musk menjadi orang terkaya di dunia menggeser bos Amazon Jeff Bezos menurut Bloomberg Billionaire Index.

Di sisi lain, gejolak politik yang terjadi di Paman Sam juga tak luput menjadi sorotan para pelaku pasar. Aksi ricuh yang sempat terjadi di Gedung Kongres AS (The Capitol) oleh para pendukung Trump menolak pengesahan Joe Biden sebagai presiden AS membuat DPR (The House) berencana untuk memakzulkan presiden ke-45 AS tersebut.

Melansir CNBC International, tensi yang terjadi di Washington DC meningkat. DPR AS dari Partai Demokrat disebut berencana melakukan voting atas rencana pemakzulan mantan taipan properti Paman Sam itu. 

Namun prospek bahwa presiden terpilih Joe Biden akan menggelontorkan stimulus fiskal yang lebih besar membuat pasar tidak terlalu goyang. Kemungkinan kebijakan fiskal yang ekspansif di bawah kepemimpinan Joe Biden didukung dengan kemenangan anggota Senat dari Partai Demokrat di Georgia.

Kemenangan tersebut semakin mengukuhkan bahwa Partai Demokrat kini menguasai lembaga legislatif baik Senat maupun DPR. Potensi lolosnya kebijakan fiskal ekspansif pun lebih besar.

Di saat harga-harga saham di AS ambles, indeks dolar yang menjadi indikator keperkasaan greenback mengalami technical rebound setelah terperosok ke level terendahnya dalam dua setengah tahun.

Kenaikan dolar AS seiring dengan meningkatnya yield obligasi pemerintah (US Treasury) membuat harga emas tertekan hebat. Aset spekulatif berupa Bitcoin yang belum lama ini diborong oleh para pengelola dana institusi juga ambrol setelah menyentuh level tertingginya sepanjang sejarah.

Namun per akhir pekan lalu tepatnya sebelum crash, Bitcoin masih memberikan cuan jauh lebih tebal dibandingkan dengan aset-aset yang lain. Selisih (spread) capital gain Bitcoin terhadap aset lain mencapai dobel digit bahkan setelah dikurangi inflasi (inflation adjusted capital gain).

 

(twg/twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular