Newsletter

Siap-siap! "Duet" The Fed-BI Bakal Buat IHSG Melesat Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 December 2020 06:20
Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilutrasi Bursa. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri masih bervariasi pada perdagangan Selasa kemarin meski banyak sentimen positif, terkait vaksin virus corona hingga stimulus fiskal di Amerika Serikat (AS).

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melesat 1,8% ke 6.118,408, yang merupakan level tertinggi sejak 30 Januari lalu. Bursa kebanggaan Tanah Air ini kini menuju penguatan 11 pekan beruntun, selama periode tersebut penguatan tercatat sebesar 24,19%. IHSG bahkan masih terus meroket saat penambahan kasus penyakit virus corona (Covid-19) di Indonesia, bahkan dunia terus meningkat. 

Data perdagangan kemarin mencatat investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 882,8 miliar, dengan nilai transaksi mencapai Rp 22,26 triliun.

Pada perdagangan hari ini, Kamis (17/12/2020), IHSG berpotensi kembali melesat, mendapat sentimen positif dari luar dan dalam negeri yang akan dibahas di halaman 3.

Sementara itu rupiah kemarin berakhir stagnan melawan dolar AS di Rp 14.090/US$, setelah sebelumnya sempat melemah 0,32%.

Dari pasar obligasi, harga Surat Berharga Negara (SBN) juga mengalami penguatan. Yield SBN tenor 10 tahun turun 8,1 bps menjadi 6,101% yang merupakan level terendah sejak 26 Januari 2018.

Untuk diketahui, pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Saat harganya naik, maka yield akan turun, begitu juga sebaliknya.

Sentimen pelaku pasar membaik merespon kabar stimulus fiskal di AS. Hal tersebut membuat rupiah menguat di awal perdagangan.

Titik terang mulai terlihat dari pembahasan stimulus fiskal di AS setelah Partai Demokrat dan Partai Republik merilis proposal senilai US$ 908 miliar Senin lalu. Partai Demokrat saat ini menguasai House of Representative (DPR) sementara Partai Republik menguasai Senat, hal ini yang membuat penambahan stimulus terus mengalami tarik ulur.

Kabar baiknya, para ketua mayoritas dan minoritas di masing-masing "kamar" tersebut kini sudah bertemu dan sedang melakukan perundingan. Ada Ketua DPR Nancy Pelosi dari Partai Demokrat, ketua minoritas DPR Kevin McCarthy dari Partai Republik, ketua mayoritas Senat Mitch McConnel dari Partai Republik, dan ketua minoritas Senat Chuck Schumer dari Partai Demokrat.

"Kami tidak akan pergi dari sini tanpa paket stimulus. Kami akan tetap di sini sampai paket stimulus untuk mengatasi Covid-19 tercapai, berapa pun lama waktu yang diperlukan," kata McConnel sebagaimana dilansir CNBC International.

Sementara itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk menggratiskan vaksin Covid-19 kepada masyarakat. Hal itu disampaikan Presiden dalam keterangan pers via Youtube Sekretariat Presiden, Jakarta, Rabu (16/12/2020).

"Setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan kalkulasi ulang, hitung ulang mengenai keuangan negara, saya sampaikan vaksin Covid-19 ke masyarakat gratis," ujarnya.

Jokowi pun memerintahkan kepada seluruh jajaran kabinet dan pemerintah daerah memprioritaskan program vaksinasi pada tahun anggaran 2021.

Vaksin ini akan diteliti dan diuji dulu oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan izin penggunaan darurat. Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menerbitkan fatwa halal atas vaksin ini.

Kabar tersebut disambut baik pelaku pasar, setidaknya pengeluaran masyarakat untuk vaksinasi menjadi nol, dan bisa dialihkan untuk konsumsi lainnya. Konsumsi masyarakat sendiri merupakan kontributor terbesar dalam pertumbuhan ekonomi.

Bursa saham AS (Wall Street) bervariasi pada perdagangan Rabu waktu setempat, merespon harapan akan cairnya stimulus fiskal serta pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).

Indeks Dow Jones turun 0,15% ke 30.154,54, S&P 500 naik 0,18% ke 3.701,17, dan Nasdaq melesat 0,5% ke 12.658,19 yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Di awal perdagangan, Wall Street sempat tertekan sebab data menunjukkan penjualan ritel di kembali merosot.

Departemen Perdagangan AS melaporkan penjualan ritel bulan November anjlok 1,1% month-on-month (MoM), dari bulan sebelumnya yang juga turun 0,1% MoM. Sementara itu penjualan ritel inti, yang tidak memasukkan sektor otomotif dalam perhitungan, juga anjlok 0,9% MoM, lebih besar dari penurunan bulan Oktober 0,1% MoM.

Di AS, konsumsi masyarakat menyumbang nyaris 70% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Rilis data buruk tersebut dipastikan memicu pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS untuk kuartal IV-2020.

Meski demikian ada beberapa kabar bagus yang membuat Wall Street akhirnya kembali menguat. Markit melaporkan purchasing managers' index (PMI) sebesar 56,5 di bulan ini, turun tipis dari bulan November 56,7.

Meski menurun, tetapi sektor manufakatur AS masih menunjukkan ekspansi yang cukup tinggi di tengah penyebaran virus corona yang semakin menggila.

Sementara itu, stimulus fiskal sepertinya tidak lama lagi akan cair, yang terindikasi dari pernyataan-pernyataan para pemimpin negosiator.

"Saya optimistis kita bakal bisa mencapai pemahaman dalam waktu dekat," tutur McConnell pada Selasa malam setelah pertemuan tersebut. Sementara Schumer mengatakan bahwa para pimpinan "membuat kemajuan, dan semoga kita bisa mencapai kesepakatan segera."

Wall Street semakin kokoh di zona hijau setelah The Fed mengumumkan kebijakan moneternya dan berkomitmen untuk menjalankan program pembelian aset (quantitative easing/QE) sampai pasar tenaga kerja AS kembali mencapai full employment dan inflasi konsisten di atas 2%.

The Fed juga merevisi PDB AS, di tahun ini diprediksi mengalami kontraksi (tumbuh negatif) 2,4%, lebih baik dari proyeksi sebelumnya -3,7%. Sementara untuk tahun depan PDB diproyeksikan tumbuh 4,2%, lebih baik dari perkiraan sebelumnya 4%.

Pergerakan Wall Street pada perdagangan Rabu waktu setempat tentunya memberikan hawa positif ke pasar Asia hari ini. IHSG berpeluang kembali melesat naik, begitu juga dengan SBN, sementara rupiah sepertinya masih akan menunggu pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).

Apalagi dengan komitmen yang ditunjukkan The Fed, serta kemungkinan cairnya stimulus fiskal.

Stimulus moneter dan stimulus fiskal merupakan kunci pulihnya Wall Street dan bursa saham global setelah mengalami aksi jual "hancur-hancuran" di bulan Maret lalu. Ketika indeks utama di Wall Street bahkan mencetak rekor tertinggi berkat stimulus tersebut.

Oleh karena itu, komitmen The Fed tentunya disambut baik pelaku pasar.

Dalam pengumuman kebijakan moneternya, bank sentral pimpinan Jerome Powell ini mengatakan akan terus melanjutkan QE dengan nilai setidaknya US$ 120 miliar per bulan "sampai ada perbaikan substansial menuju target full employment serta stabilitas harga".

Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.

"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Powell.

The Fed memberikan inflasi yang dilihat dari belanja konsumsi personal (personal consumption expenditure/PCE) di tahun ini sebesar 1,2%, kemudian di tahun depan 1,8%. Artinya masih belum mencapai target di atas 2%, sehingga pada tahun depan kebijakan moneter yang diterapkan masih ultra longgar.

Kemarin, Eropa juga mengirim sentimen positif. Di tengah lonjakan kasus Covid-19, sektor manufaktur masih mampu mempertahankan ekspansi, bahkan lebih tinggi lagi.

Data dari Markit menunjukkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Prancis sebesar 51,1 di bulan ini, naik dari bulan November sebesar 49,6. Sementara itu motor penggerak ekonomi Eropa, Jerman, PMI manufakturnya tercatat sebesar 58,6, lebih tinggi dari sebelumnya 57,8.

Untuk zona euro secara keseluruhan, PMI manufaktur tercatat sebesar 57,3, naik dari sebelumnya 55,6.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, sementara di bawah berarti kontraksi.

PMI manufaktur Jerman masih naik dari bulan sebelumnya. Hal tersebut menjadi kabar bagus di tengah lonjakan kasus yang dialami Jerman. Apalagi, PMI zona euro secara keseluruhan menunjukkan kenaikan, tentunya menjadi kabar gembira.

Kabar baik lainnya datang dari perundingan keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan istilah Brexit.

Untuk diketahui, Inggris saat ini masih dalam masa transisi Brexit yang berakhir pada 31 Desember nanti. Jika sampai batas waktu tersebut belum tercapai kesepakatan, maka akan terjadi hard Brexit yang ditakutkan membuat perekonomian Inggris merosot, dan menyeret Eropa.

Perundingan antara Inggris dan Uni Eropa akhirnya menemukan titik terang. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen mengatakan sudah ada jalan menuju deal Brexit, dan beberapa hari ke depan akan menjadi penting.

"Saya dengan senang hati menyampaikan isu-isu terkait pemerintahan sebagian besar sudah terselesaikan. Beberapa hari ke depan akan menjadi hal yang menentukan," kata von der Leyen, sebagaimana dilansir CNBC International.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini. Gubernur BI Perry Warjiyo dan rekan menggelar RDG terakhir tahun ini pada 16-17 Desember 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan tidak berubah, tetap di 3,75%. Ini adalah rekor terendah sepanjang sejarah.

Sepanjang tahun ini, suku bunga acuan sudah turun 125 basis poin. Lebih dalam ketimbang penurunan tahun lalu sebesar 100 bps.

Pelaku pasar akan melihat sinyal apakah suku bunga masih berpeluang dipangkas tahun depan, atau periode pemangkasan sudah berakhir. Kali terakhir BI memangkas suku bunga bulan November lalu, rupiah menjadi kurang bertenaga, dan kesulitan melewati level Rp 14.000/US$.

Seandaianya BI mengindikasikan periode pemangkasan suku bunga sudah berakhir, rupiah berpeluang menguat kembali.

Meski BI agresif dalam memangkas suku bunga, perbankan belum merespons dengan penurunan kredit yang sedalam itu. Rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) bank komersial per Oktober 2020 ada di 9,32%. Memang turun dibandingkan posisi akhir 2019, tetapi hanya 71 bps.

Dalam periode yang sama, rerata suku bunga Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) turun masin-masing 89 bps dan 57 bps. Lagi-lagi masih di bawah penurunan suku bunga acuan.

Oleh karena itu, diharapkan suku bunga perbankan bisa terus turun guna menggerakkan roda bisnis agar lebih kencang, dan perekonomian Indonesia bisa segera lepas dari resesi.

Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Rilis data neraca dagang Singapura (7.30 WIB)
  • Rilis data tenaga kerja Australia (7.30 WIB)
  • Pengumuman kebijakan moneter BI (14.00 WIB)
  • Pengumuman kebijakan moneter bank sentral Inggris (19.00 WIB)
  • Rilis data klaim tunjangan pengangguran AS (20.30 WIB)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular