
Siap-siap! "Duet" The Fed-BI Bakal Buat IHSG Melesat Lagi

Pergerakan Wall Street pada perdagangan Rabu waktu setempat tentunya memberikan hawa positif ke pasar Asia hari ini. IHSG berpeluang kembali melesat naik, begitu juga dengan SBN, sementara rupiah sepertinya masih akan menunggu pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI).
Apalagi dengan komitmen yang ditunjukkan The Fed, serta kemungkinan cairnya stimulus fiskal.
Stimulus moneter dan stimulus fiskal merupakan kunci pulihnya Wall Street dan bursa saham global setelah mengalami aksi jual "hancur-hancuran" di bulan Maret lalu. Ketika indeks utama di Wall Street bahkan mencetak rekor tertinggi berkat stimulus tersebut.
Oleh karena itu, komitmen The Fed tentunya disambut baik pelaku pasar.
Dalam pengumuman kebijakan moneternya, bank sentral pimpinan Jerome Powell ini mengatakan akan terus melanjutkan QE dengan nilai setidaknya US$ 120 miliar per bulan "sampai ada perbaikan substansial menuju target full employment serta stabilitas harga".
Selain QE, The Fed juga berkomitmen mempertahankan suku bunga acuan <0,25% dalam waktu yang lama.
"Langkah-langkah ini akan memastikan kebijakan moneter akan terus memberikan dukungan yang kuat terhadap perekonomian sampai pemulihan tercapai," kata Powell.
The Fed memberikan inflasi yang dilihat dari belanja konsumsi personal (personal consumption expenditure/PCE) di tahun ini sebesar 1,2%, kemudian di tahun depan 1,8%. Artinya masih belum mencapai target di atas 2%, sehingga pada tahun depan kebijakan moneter yang diterapkan masih ultra longgar.
Kemarin, Eropa juga mengirim sentimen positif. Di tengah lonjakan kasus Covid-19, sektor manufaktur masih mampu mempertahankan ekspansi, bahkan lebih tinggi lagi.
Data dari Markit menunjukkan purchasing managers' index (PMI) manufaktur Prancis sebesar 51,1 di bulan ini, naik dari bulan November sebesar 49,6. Sementara itu motor penggerak ekonomi Eropa, Jerman, PMI manufakturnya tercatat sebesar 58,6, lebih tinggi dari sebelumnya 57,8.
Untuk zona euro secara keseluruhan, PMI manufaktur tercatat sebesar 57,3, naik dari sebelumnya 55,6.
PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas, di atasnya berarti ekspansi, sementara di bawah berarti kontraksi.
PMI manufaktur Jerman masih naik dari bulan sebelumnya. Hal tersebut menjadi kabar bagus di tengah lonjakan kasus yang dialami Jerman. Apalagi, PMI zona euro secara keseluruhan menunjukkan kenaikan, tentunya menjadi kabar gembira.
Kabar baik lainnya datang dari perundingan keluarnya Inggris dari Uni Eropa atau yang dikenal dengan istilah Brexit.
Untuk diketahui, Inggris saat ini masih dalam masa transisi Brexit yang berakhir pada 31 Desember nanti. Jika sampai batas waktu tersebut belum tercapai kesepakatan, maka akan terjadi hard Brexit yang ditakutkan membuat perekonomian Inggris merosot, dan menyeret Eropa.
Perundingan antara Inggris dan Uni Eropa akhirnya menemukan titik terang. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen mengatakan sudah ada jalan menuju deal Brexit, dan beberapa hari ke depan akan menjadi penting.
"Saya dengan senang hati menyampaikan isu-isu terkait pemerintahan sebagian besar sudah terselesaikan. Beberapa hari ke depan akan menjadi hal yang menentukan," kata von der Leyen, sebagaimana dilansir CNBC International.
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan moneter hari ini. Gubernur BI Perry Warjiyo dan rekan menggelar RDG terakhir tahun ini pada 16-17 Desember 2020. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan suku bunga acuan tidak berubah, tetap di 3,75%. Ini adalah rekor terendah sepanjang sejarah.
Sepanjang tahun ini, suku bunga acuan sudah turun 125 basis poin. Lebih dalam ketimbang penurunan tahun lalu sebesar 100 bps.
Pelaku pasar akan melihat sinyal apakah suku bunga masih berpeluang dipangkas tahun depan, atau periode pemangkasan sudah berakhir. Kali terakhir BI memangkas suku bunga bulan November lalu, rupiah menjadi kurang bertenaga, dan kesulitan melewati level Rp 14.000/US$.
Seandaianya BI mengindikasikan periode pemangkasan suku bunga sudah berakhir, rupiah berpeluang menguat kembali.
Meski BI agresif dalam memangkas suku bunga, perbankan belum merespons dengan penurunan kredit yang sedalam itu. Rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) bank komersial per Oktober 2020 ada di 9,32%. Memang turun dibandingkan posisi akhir 2019, tetapi hanya 71 bps.
Dalam periode yang sama, rerata suku bunga Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) turun masin-masing 89 bps dan 57 bps. Lagi-lagi masih di bawah penurunan suku bunga acuan.
Oleh karena itu, diharapkan suku bunga perbankan bisa terus turun guna menggerakkan roda bisnis agar lebih kencang, dan perekonomian Indonesia bisa segera lepas dari resesi.
(pap/pap)