
IHSG Siap Colek 5.800! Panjat Perlahan, Bahaya Longsor...

Sentimen yang mampu menggerakan para pelaku pasar sendiri masih datang dari Paman Sam.Investor perlu menyimak paparan Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell di hadapan Kongres pada Selasa (1/12/20) malam.
Tidak sendirian, Powell akan ditemani Menteri Keuangan AS, Steve Mnuchin dimana mereka akan mendiskusikan CARES Act alias dana stimulus super jumbo sebesar US$ 2 triliun untuk melawan pandemi corona di AS.
Bos Bank Sentral AS juga diperkirakan akan tetap menjalankan kebijakan moneter longgar sembari berharap kebijakan fiskal pun demikian, sampai perekonomian Negeri Adidaya berhasil bangkit.
Oleh karena itu, kemungkinan suku bunga acuan tetap bertahan rendah hingga beberapa tahun ke depan. Saat ini suku bunga acuan AS berada di titik terendah yaitu 0-0,25%.
Jika testimoni Powell mengarah ke sana, maka dolar AS akan semakin tertekan. Sebab berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap) menjadi kurang menarik.
Investor akan lebih memilih aset-aset berisiko yang memberi cuan tebal, salah satunya tentu di Indonesia. Ketika ini terjadi, maka IHSG dan rupiah masih punya ruang untuk menguat lagi.
Meskipun demikian perlu diingat IHSG sudah melesat kencang sejak melesat dari titik terendahnya pada bulan ini yakni di angka 5.105,19 atau kenaikan sebesar 678 indeks poin yang mencerminkan reli lebih dari 13,2% dalam waktu kurang dari 4 pekan saja.
Hal ini menunjukkan resiko anjloknya IHSG akibat aksi profit taking investor masih mengintai bahkan masih sangat terbuka, apalagi IHSG sedang mencoba menembus level resisten psikologisnya di angka 5.800 yang nampaknya sudah hampir tergapai.
Melihat sentimen positif yang masih terasa nampaknya IHSG masih mampu menyentuh level 5.800 meskipun setelah menyentuh level tersebut IHSG bisa tiba-tiba langsung berbalik arah akibat aksi profit taking para investor. Singkat cerita, awas longsor!
Tidak lupa dari Negeri Panda besok akan dirilis data aktivitas ekonomi yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) sektor manufaktur periode November 2020. PMI adalah salah satu indikator permulaan (leading indicator) yang berguna untuk meneropong arah perekonomian ke depan. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di atas 50 artinya ada ekspansi sementara di bawah 50 berarti kontraksi.
PMI Manufaktur China sendiri diramalkan tetap ekspansif di angka 51,5 naik tipis dari posisi bulan lalu 51,4. Apabila konsensus tercapai maka sektor manufaktur China yang ekspansif sudah bertahan selama 8 bulan berturut-turut setelah turun ke zona kontraksi hanya selama 1 bulan pada Februari silam.
(trp/trp)