Jakarta,CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan pekan ini melesat kencang 3,8% dan ditutup di level 5.783,33. Indeks acuan pasar modal Tanah Air masih mampu terbang melanjutkan reli selama lima pekan berturut-turut.
Reli kencang pasar modal tidak terlepas dari banyaknya sentimen positif yang datang secara beriringan.Presiden AS Donald Trump akhirnya membuka pintu pada transisi ke pemerintahan Presiden terpilih Joseph 'Joe' Biden. Administrasi Layanan Umum (GSA) AS akhirnya membuka sumber daya federal untuk transisi setelah pemblokiran berminggu-minggu, Senin (23/11/2020) malam waktu setempat.
Hal ini merupakan kejutan besar. Meski masih menolak kemenangan Biden, Trump mengakui sudah waktunya GSA "melakukan apa yang perlu dilakukan".
"Keputusan hari ini adalah langkah yang diperlukan untuk mulai mengatasi tantangan yang dihadapi bangsa kita, termasuk mengendalikan pandemi dan ekonomi kita kembali ke jalurnya," kata tim transisi presiden AS terpilih Joseph 'Joe' Biden dalam sebuah pernyataan dikutip dari CNBC International, Selasa (24/11/2020).
"Keputusan akhir ini adalah tindakan administratif definitif untuk secara resmi memulai proses transisi dengan lembaga federal."
Dengan dimulainya transisi pemerintahan tersebut, ketidakpastian yang muncul akibat faktor politik akhirnya berkurang. Kini pelaku pasar menatap pemerintahan baru.
Sentimen positif lainnya datang setelah perusahaan farmasi asal AS, Pfizier dan Moderna dalam 2 pekan terakhir melaporkan vaksin buatannya sukses menanggulangi virus corona hingga lebih dari 90%.
Akhir pekan lalu, Pfizer telah resmi mengajukan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA) terhadap vaksin anti-virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang mereka kembangkan kepada otoritas pengawas obat dan makanan AS (US FDA). Ini adalah proposal izin EUA pertama yang diajukan ke FDA.
Hasil uji coba akhir vaksin Pfizer dan BioNTech menunjukkan tingkat efektivitas mencapai 95%. Tidak ada efek samping yang signifikan selama pelaksanaan uji coba.
"Pengajuan izin ini menandakan pencapaian baru dalam usaha kami mengantarkan vaksin Covid-19 kepada dunia. Kami sudah memiliki gambaran yang lebih lengkap tentang keamanan vaksin ini," kata CEO Pfizer Albert Bourla, sebagaimana diwartakanReuters.
FDA belum bisa berkomentar kapan EUA bisa diberikan. Namun yang jelas FDA akan mengadakan rapat pleno pada 10 Desember 2020 di mana para anggota akan membahas penggunaan vaksin. Alex Azar, Menteri Kesehatan AS, memperkirakan izin EUA akan keluar pada pertengahan Desember.
"Jika datanya solid, maka dalam hitungan minggu izin bisa keluar terhadap vaksin yang memiliki efektivitas 95%," ungkap Azar dalam wawancara dengan CBS, sebagaimana dikutip dariReuters.
Selain perusahaan di AS, perusahaan farmasi asal Inggris, AstraZeneca, juga mengumumkan vaksinnya sukses menanggulangi virus corona hingga 90% tanpa efek samping yang serius.
Mengutip riset Goldman Sachs Global Investment Research, vaksinasi yang lebih cepat bisa membuat pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai lebih dari 6% tahun depan.
Senasib dengan IHSG, Nilai tukar rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pada perdagangan pekan ini.
Dalam 5 hari perdagangan di pekan ini, rupiah hanya melemah pada perdagangan Selasa. Sehingga sepanjang pekan ini Mata Uang Garuda kembali membukukan penguatan dan selama 9 pekan tidak pernah melemah. Rinciannya, menguat 7 pekan beruntun, stagnan pada pekan lalu, kemudian menguat lagi di pekan ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah terapresiasi 0,57% terhadap dollar AS selama sepekan terakhir ke level Rp 14.070/US$. Dengan ini asa mata uang Garuda untuk menguat ke area di bawah Rp 14.000/US$, zona yang belum dirambah rupiah sejak Juni silam semakin terbuka.
Hebatnya penguatan mata uang Garuda terjadi di tengah penurunan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate oleh RDG Bank Indonesia menjadi 3,75% dan menjadi yang terendah dalam sejarah.
Daya tahan rupiah tidak lepas dari arus masuk dana asing yang masuk terus-terusan ke dalam negeri. Sepanjang pekan ini di pasar saham Indonesia investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) Rp 543 miliar di pasar regular.
Sementara itu, berdasarkan rilis Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah, data transaksi 2-5 November 2020, menunjukkan nonresiden di pasar keuangan domestik beli neto Rp3,81 triliun, dengan beli neto di pasar SBN sebesar Rp3,87 triliun dan jual neto di pasar saham sebesar Rp 60 miliar. Sementara data transaksi 9 -12 November 2020, menunjukkan beli neto Rp7,18 triliun, dengan beli neto di pasar SBN sebesar Rp 4,71 triliun dan beli neto di pasar saham sebesar Rp 2,47 triliun.
Sedangkan harga obligasi negara alias SBN dengan tenor 10 tahun yang sering dijadikan acuan juga berhasil merangkak naik2,79% selama pekan ini dengan yield yang terjaga di area 6,218%.
Kenaikan IHSG sendiri tentunya tak lepas dari sentimen positif yang datang dari bursa saham acuan global, Wall Street. Indeks Dow Jones berhasil terapresiasi 2.21% sepekan terakhir, S&P 200 reli 2,27%, dan Indeks Nasdaq terbang 2,96%.
Meskipun naik tidak setinggi bursa lokal, melesatnya indeks acuan Wall Street perlu diberi acungan jempol sebab perdagangan pekan kemarin hanya selama tiga setengah hari karena libur Thanksgiving Day di Negara Paman Sam.
Kenaikan Dow pada pekan ini juga patut diacungi dua jempol sebab indeks acuan perusahaan konvensional di AS ini berhasil melesat menembus level tertinggi sepanjang masanya alias all time high yakni tembus di level 30.000 meskipun pada perdagangan pekan ini Dow harus rela ditutup sedikit di bawah 30.000 yakni di angka 29.910.
Sentimen positif bursa Paman Sam juga mirip-mirip dengan sentimen penggerak IHSG pada pekan ini yang sudah dijelaskan pada halaman pertama, karena memang Paman Sam sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia akan menjadi acuan para pelaku pasar.
Katalis penggerek Dow dan kawan-kawan yakni dimulainya proses transisi Presiden terpilih Joe Biden serta empat vaksin corona yang disebut-sebut memiliki efektivitas di atas 90%.
Meskipun banyak sentimen positif, ancaman utama pasar modal yakni virus corona masih menghantui. Kasus positif corona di AS kembali memecahkan rekor dengan total 205.460 kasus positif dalam sehari dengan total 13,3 juta warga yang terjangkit nCvo-19.
Selain itu libur Thanksgiving Day yang identik dengan memakan kalkun panggang ini juga ditakutkan akan menjadi sumber penyebaran kasus corona baru sebab biasanya pada perayaan ini para keluarga akan berkumpul dan bertemu dengan orang tua dan sanak saudara mereka untuk makan kalkun bersama.
Hal ini tentu ditakutkan akan memicu penyebaran corona, sehingga banyak pihak yang sudah mewanti-wanti agar perayaan Thanksgiving pada tahun ini dilakukan dalam versi daring saja.
Sentimen yang mampu menggerakan para pelaku pasar sendiri masih datang dari Paman Sam.Investor perlu menyimak paparan Ketua Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Jerome 'Jay' Powell di hadapan Kongres pada Selasa (1/12/20) malam.
Tidak sendirian, Powell akan ditemani Menteri Keuangan AS, Steve Mnuchin dimana mereka akan mendiskusikan CARES Act alias dana stimulus super jumbo sebesar US$ 2 triliun untuk melawan pandemi corona di AS.
Bos Bank Sentral AS juga diperkirakan akan tetap menjalankan kebijakan moneter longgar sembari berharap kebijakan fiskal pun demikian, sampai perekonomian Negeri Adidaya berhasil bangkit.
Oleh karena itu, kemungkinan suku bunga acuan tetap bertahan rendah hingga beberapa tahun ke depan. Saat ini suku bunga acuan AS berada di titik terendah yaitu 0-0,25%.
Jika testimoni Powell mengarah ke sana, maka dolar AS akan semakin tertekan. Sebab berinvestasi di aset-aset berbasis dolar AS (terutama di instrumen berpendapatan tetap) menjadi kurang menarik.
Investor akan lebih memilih aset-aset berisiko yang memberi cuan tebal, salah satunya tentu di Indonesia. Ketika ini terjadi, maka IHSG dan rupiah masih punya ruang untuk menguat lagi.
Meskipun demikian perlu diingat IHSG sudah melesat kencang sejak melesat dari titik terendahnya pada bulan ini yakni di angka 5.105,19 atau kenaikan sebesar 678 indeks poin yang mencerminkan reli lebih dari 13,2% dalam waktu kurang dari 4 pekan saja.
Hal ini menunjukkan resiko anjloknya IHSG akibat aksi profit taking investor masih mengintai bahkan masih sangat terbuka, apalagi IHSG sedang mencoba menembus level resisten psikologisnya di angka 5.800 yang nampaknya sudah hampir tergapai.
Melihat sentimen positif yang masih terasa nampaknya IHSG masih mampu menyentuh level 5.800 meskipun setelah menyentuh level tersebut IHSG bisa tiba-tiba langsung berbalik arah akibat aksi profit taking para investor. Singkat cerita, awas longsor!
Tidak lupa dari Negeri Panda besok akan dirilis data aktivitas ekonomi yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) sektor manufaktur periode November 2020. PMI adalah salah satu indikator permulaan (leading indicator) yang berguna untuk meneropong arah perekonomian ke depan. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di atas 50 artinya ada ekspansi sementara di bawah 50 berarti kontraksi.
PMI Manufaktur China sendiri diramalkan tetap ekspansif di angka 51,5 naik tipis dari posisi bulan lalu 51,4. Apabila konsensus tercapai maka sektor manufaktur China yang ekspansif sudah bertahan selama 8 bulan berturut-turut setelah turun ke zona kontraksi hanya selama 1 bulan pada Februari silam.
Berikut adalah sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data Produksi Industri Korea Selatan Bulan Oktober (06:00 WIB).
- Rilis data Penjualan Ritel Korea Selatan Bulan Oktober 2020 (06:00 WIB).
- Rilis data Produksi Industri Jepang Bulan Oktober (06:50 WIB).
- Rilis data Penjualan Ritel Jepang Bulan Oktober 2020 (06:50 WIB).
- Rilis data PMI Manufaktur China Bulan November (8:00 WIB)
- Rilis data penjualan sepeda motor Indonesia periode Oktober 2020 (tentatif).
- Rilis data pembacaan final pertumbuhan ekonomi Prancis periode kuartal II-2020 (14:45 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (kuartal III-2020 YoY) | -3,49% |
Inflasi (Oktober 2020 YoY) | 1,44% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2020) | 3,75% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (kuartal III-2020) | 0,36% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (kuartal III-2020) | US$ 2,05 miliar |
Cadangan Devisa (Oktober 2020) | US$ 133,66 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA