Newsletter

Vaksin Corona Dikirim Minggu Depan! Beneran, Mr Trump?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 November 2020 05:48
Ilustrasi Dollar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Ilustrasi Money Changer (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Sentimen ketiga adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Mata uang Negeri Paman Sam sepertinya masih akan tertekan seiring prefensi investor untuk mengoleksi mata uang negara-negara berkembang Asia.

Survei dwi-mingguan Reuters menyebutkan investor berada di posisi beli (long) untuk mata uang utama Asia. Hasil survei 26 November 2020 menunjukkan seluruh mata uang Benua Kuning berada di posisi negatif.

Hasil survei ini digambarkan dalam angka -3 sampai 3. Semakin kecil angkanya maka investor semakin memilih posisi jual (short) terhadap dolar AS dan berpihak kepada mata uang Asia.

dolarSumber: Reuters

Derasnya arus modal ke pasar keuangan Asia masih akan menjadi 'doping' bagi penguatan nlai tukar mata uang. Salah satunya karena kemungkinan friksi AS-China tidak akan separah saat pemerintahan Presiden Donald Trump.

"Biden mungkin masih akan bersikap tegas kepada China. Namun sepertinya friksi tidak akan setajam sebelumnya,: kata Daniel Dubrovsky, Analis di Daily FX, seperti dikutip dari Reuters.

Selain itu, tren suku bunga rendah di Negeri Adikuasa sepertinya bakal bertahan cukup lama. Charles Evans, Presiden Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) Chicago, memperkirakan suku bunga acuan mash akan bertahan di 0-0,025% mungkin hingga 2024.

"Jika perekonomian pulih tahun depan dan sudah ada vaksin, maka situasinya pasti akan lebih baik. Namun saya tidak yakin suku bunga acuan akan naik sebelum 2023, bahkan mungkin bisa sampai 2024," kata Evans, sebagaimana diwartakan Reuters.

Ditambah lagi berbagai stimulus masih akan deras mengalir, terutama di negara-negara maju. Bank Sentral Uni Eropa (ECB) dalam notula rapat (minutes of meeting) edisi Oktober 2020 menyatakan bahwa risiko kontraksi ekonomi masih sangat tinggi. Ini membuat pasar berekspektasi Christine Lagarde dan sejawat akan kembali menggelontorkan stimulus.

"Kita belum bisa berpuas diri. Risiko terhadap pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV-2020 masih sangat nyata. Sangat penting untuk mempertimbangkan bahwa dampak pandem akan bertahan cukup lama baik di sisi produksi maupun permintaan sehingga menekan potensi pertumbuhan ekonomi," tulis notula rapat itu.

Jika ECB benar-benar akan menggelontorkan stimulus baru, maka likuiditas bakal semakin melimpah. Uang-uang itu tentu butuh wadah, dan sebisa mungkin wadah itu harus memberi keuntungan. Kalau mau mencari cuan, maka Asia adalah tempat yang paling tepat, termasuk Indonesia.

Oleh karena itu, sepertinya masa depan rupiah akan cerah. Ditambah dengan fundamental yang semakin kuat, yang ditunjukkan dengan surplus transaksi berjalan (current account) pada kuartal III-2020, jalan penguatan rupiah terbuka lebar.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular