
Urgent! Ekonomi 'Mati Suri', Kok Bunga BI Belum Turun Juga?

Oleh karena itu, sepertinya kebutuhan 'perangsang' tambahan untuk ekonomi yang sedang 'mati suri' ini sangat didambakan. 'Perangsang' itu bisa datang dari bank sentral berupa penurunan suku bunga acuan.
Benar, BI sudah cukup agresif menurunkan suku bunga acuan. Sejak awal tahun ini, BI 7 Day Reverse Repo Rate sudah berkurang 100 basis poin (bps) ke titik terendah sejak suku bunga ini menjadi acuan menggantikan BI Rate.
Namun ruang penurunan masih sangat terbuka. Pertama, seperti yang sudah disinggung sebelumnya, inflasi sangat 'jinak'. Kedua, juga sudah disebutkan, ada kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi agar Indonesia bisa mentas dari resesi.
Ketiga, stabilitas nilai tukar rupiah terjaga, bahkan mata uang Ibu Pertiwi terus menguat. Dalam sebulan terakhir, rupiah menguat 3,89% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan selama tiga bulan ke belakang, penguatannya mencapai lebih dari 4%.
"Surplus neraca perdagangan yang besar pada Oktober 2020 semakin membuat kami yakin bahwa: 1) tren penguatan rupiah sepertinya akan terjaga selama bulan ke depan; 2) BI akan punya opsi untuk menurunkan suku bunga acuan," sebut riset Citi.
Well, ada yang berpandangan bahwa kontraksi ekonomi disebabkan oleh permintaan (demand) yang anjlok. Persepsi seperti ini berkesimpulan bahwa suku bunga serendah apapun tidak ada gunanya, karena toh permintaan sangat rendah.
Namun ada pandangan kedua, bisa jadi permintaan semakin tertekan karena suku bunga yang dipandang masih tinggi. Penurunan suku bunga diharapkan bisa menjadi pemancing agar permintaan meningkat dan pada akhirnya ekonomi tidak lagi terkontraksi.
Sekarang mungkin ada baiknya MH Thamrin menengok pandangan yang kedua. Sudah ada urgensi, kebutuhan di depan mata, untuk mendongrak pertumbuhan ekonomi.
Siapa tahu jalan Indonesia untuk lepas dari jerat resesi adalah penurunan suku bunga. Dalam situasi penuh cobaan seperti ini, semua opsi layak dipertimbangkan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)