Polling CNBC Indonesia

Urgent! Ekonomi 'Mati Suri', Kok Bunga BI Belum Turun Juga?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 November 2020 06:10
Gedung Bank Indonesia
Ilustrasi Gedung BI (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Akan tetapi, sepertinya kebutuhan menurunkan suku bunga acuan sudah semakin mendesak. Hal itu terkonfirmasi dalam laporan BPS lainnya yaitu kinerja perdagangan internasional.

Nilai ekspor pada Oktober 2020 tercatat US$ 14,39 miliar, turun 3,29% YoY. Sementara impor tercatat US$ 10,78 miliar, anjlok 26,93% YoY.

Ini membuat neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 3,61 miliar. Catatan tertinggi sejak Desember 2010.

Kali terakhir Indonesia membukukan defisit neraca perdagangan adalah pada April 2020. Selepas itu, surplus neraca perdagangan selalu dalam hitungan miliar dolar AS.

Memang harus diakui kinerja ekspor Indonesia membaik. Pencapaian Oktober 2020 lebih baik ketimbang konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dengan perkiraan kontraksi 4,5% YoY, sementara konsensus versi Reuters punya proyeksi -4,36%.

Ekspor dari beberapa sektor juga sudah tumbuh positif. Pada Oktober 2020, ekspor produk pertanian tercatat US$ 0,42 milar, melonjak 23,8% YoY. Kemudian ekspor industri barang industri pengolahan naik 3,86% YoY ke US$ 11,79 miliar.

"Dari bulan ke bulan, ekspor menunjukkan peningkatan. Ada tren yang membaik," ujar Setianto, Deputi Statistik Distibusi dan Jasa BPS.

Namun, tidak bisa disangkal pula bahwa surplus neraca perdagangan lebih disebabkan oleh impor yang ambles-seamblesnya. Sejak Juli-Oktober 2020, impor selalu terkontraksi dalam kisaran dua digit.

Masalahnya, sebagian besar impor Indonesia adalah bahan baku/penolong dan barang modal yang digunakan untuk proses produksi di dalam negeri. Jadi kalau impor turun dalam, maka itu jadi pertanda bahwa industri dalam negeri sedang mati suri.

Pada Oktober 2020, nilai impor bahan baku/penolong adalah US$ 7,9% atau turun 27,4% YoY. Lebih dalam dibandingkan September 2020 yang -18,96% YoY.

Kemudian nilai impor barang modal pada Oktober 2020 adalah US$ 1,85 miliar. Turun 24,24% YoY, lebih parah ketimbang bulan sebelumnya yang turun 17,72% YoY.

Data ini memberi konfirmasi bahwa industri dalam negeri memang sedang 'mati suri'. Sebelumnya sudah ada yang menggambarkan bahwa industri manufaktur Tanah Air memang masih dalam fase kontraksi.

IHS Markit mengumumkan aktivitas manufaktur yang dicerminkan oleh Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia pada Oktober 2020 sebesar 47,8. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 47,2, tetapi masih di bawah 50. Artinya, industriawan nasional belum melakukan ekspansi.

"Volume produksi mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut pada Oktober, meskipun tingkat penurunan mulai berkurang mencapai laju lebih lambat. Sama halnya dengan output, arus masuk pesanan baru menurun pada laju lebih lambat. Sementara itu, permintaan eksternal terus melemah pada laju substansial. Para responden menekankan bahwa dampak dari pandemi terus memperburuk kondisi permintaan secara keseluruhan.

"Dengan melemahnya penjualan, perusahaan menyoroti kapasitas berlebih yang terlihat dari penumpukan pekerjaan yang terus menurun. Untuk mengendalikan biaya agar perusahaan tetap dapat bertahan, perusahaan terus mengurangi jumlah karyawan. Perusahaan juga mengurangi harga jual," papar laporan IHS Markit.

(aji/aji)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular