
Pasar Asia Hingga Amerika Merah, IHSG Apa Kabarmu?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kali ini kompak ditutup melemah pada perdagangan Kamis (12/11/2020). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai tukar rupiah dan harga obligasi pemerintah sama-sama melemah.
Kemarin, IHSG terkoreksi hampir 1% atau lebih tepatnya 0,92% di level 5.458,6, setelah selama 5 hari berturut-turut mengalami penguatan yang tiada henti.
Sedangkan, mayoritas bursa Asia melemah pada perdagangan kemarin, di mana pelemahan terbesar tentunya ditoreh oleh IHSG.
Namun, beberapa indeks Asia masih ada yang mengalami penguatan, di mana indeks yang menguat terbesar dipegang oleh Kuala Lumpur Composite Index (KLCI) Malaysia yang menguat 1,32%.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) lanjutkan pelemahan, yakni 0,5% ke level 14.140 pada perdagangan kemarin. Dan lagi-lagi, rupiah menjadi terburuk di Asia.
Kemudian harga obligasi pemerintah atau surat berharga negara (SBN) pada perdagangan kembali ditutup melemah, ditandai dengan imbal hasil (yield) di hampir semua obligasi pemerintah yang naik.
Hal ini dikarenakan investor mulai melakukan aksi ambil untung (profit taking) karena selama hampir sepekan terakhir, pasar keuangan Indonesia mencetak reli yang tiada henti, seperti yang terjadi di IHSG dan SBN.
Selain itu, sentimen yang datang cenderung beragam juga turut mempengaruhi pergerakan pasar keuangan Tanah Air.
Sentimen pertama yakni masih terkait kabar baik dari vaksin virus corona (Covid-19). Vaksin virus corona dari Pfizer yang sebelumnya hadir di pasar global, kini ditambah dengan kabar vaksin lainnya, yakni Moderna yang akan menganalisis hasil uji klinis tahap ketiga-nya dalam waktu dekat.
Pakar farmasi AS, Anthony Fauci optimis uji klinis tahap akhir dari vaksin Moderna juga akan sukses seperti vaksin besutan Pfizer.
Di tengah klaim suksesnya uji klinis tahap akhir dari vaksin kedua kandidat tersebut, vaksin corona asal Rusia, yakni Sputnik V juga diklaim oleh Presiden Rusia, Vladimir Putin sukses dalam uji klinis tahap akhirnya, bahkan lebih besar, yakni 92%.
Selain Rusia, vaksin lainnya yang diklaim sukses adalah vaksin besutan Shanghai Fosun Pharmaceutical, di mana pihak perusahaan mengklaim hanya tinggal menunggu hasil penyetujuan dari Otoritas Kesehatan China.
Sentimen kedua, yang bisa mengurangi optimisme pelaku pasar akan membaiknya kondisi kesehatan maupun perekonomian dunia adalah terkait kenaikan infeksi di Amerika Serikat (AS) dan beberapa negara Eropa yang dikhawatirkan memicu karantina wilayah (lockdown) dalam waktu dekat.
AS mencetak rekor rerata kasus dalam sepekan yang mencapai 121.153 pada Selasa, setara dengan kenakan sebesar 33% dari sepekan sebelumnya. New York dan San Francisco telah mengumumkan kebijakan pembatasan ekonomi untuk meredam penyebaran.
Hal tersebut sempat memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar bahwa krisis akan meluas hingga tahun depan.
"Dalam waktu dekat, kebangkitan virus mulai membuat kekhawatiran baru," kata Torsten Slok, ekonom di Apollo Global Management, kepada Bloomberg TV. "Sepertinya ini akan berakhir menjadi kurva pemulihan yang berbentuk W."
Hal senada juga diutarakan oleh Ray Attrill, ekonom dari National Australia Bank "Kepastian yang hampir mengerikan beberapa bulan ke depan untuk AS dan Eropa mengingat kasus terjangkit terkini, menjadi sentimen yang lebih dominan untuk saat ini."
Investor juga terus mengawasi perkembangan di Washington karena Trump masih menolak untuk menerima hasil hitung cepat pemilihan presiden (pilpres) AS pekan lalu dan telah memprosesnya ke jalur hukum,
Namun, Biden menganggap Trump tidak memiliki bukti pasti bahwa ada kecurangan pemilu besar-besaran.
Ketegangan tersebut memicu kekhawatiran pasar tentang masa transisi presiden AS dan juga menyebabkan pertanyaan tentang apakah anggota parlemen AS akan dapat mendorong kelanjutan paket stimulus yang sangat dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi AS.
Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street ditutup melemah pada perdagangan Kamis (12/11/2020), di tengah melonjaknya kembali kasus infeksi virus corona di Amerika Serikat (AS) setelah pelaku pasar mengamati perkembangan vaksin corona.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,59% atau 468,34 poin di level 28.929,29. Sedangkan S&P 500 ditutup merosot 1,28% atau 45,58 poin di level 3,527.08 dan Nasdaq ditutup terdepresiasi 0,86% atau 101,44 di 11.684,99.
New York menjadi negara bagian yang menerapkan aturan jarak sosial yang lebih ketat pada Rabu (11/11/2020), karena kasus infeksi Covid-19 terbaru di AS melonjak di atas 100.000 selama delapan hari berturut-turut.
"Pasar bereaksi terhadap kenaikan kasus Covid-19 secara nasional," kata Michael Antonelli, analis di Baird di Milwaukee. "Berita vaksin membantu di beberapa titik di masa depan, tetapi hari ini kita berhadapan dengan penyebaran yang semakin cepat."
Bahkan setelah penurunan pada Kamis, S&P 500 telah menunjukkan reli hampir 2% selama seminggu ini, ditopang oleh data uji coba vaksin positif yang meningkatkan ekspektasi pasar terhadap pemulihan ekonomi yang diharapkan lebih cepat.
"Kenyataannya adalah bahwa kita tidak tahu se-efektif apa new normal itu, bahkan ketika kita pulih dari virus corona, dan itu masih jauh," kata Tom Martin, manajer portofolio senior di Globalt Investments di Atlanta.
Kepala Tim Alokasi Global BlackRock, Rick Rieder, kepada CNBC International memproyeksikan bahwa harga saham akan terus meningkat sampai akhir tahun nanti, meski bergerak cenderung volatil mengikuti pergerakan kasus Covid-19..
"The Fed akan terus bertahan di mode akomodatif untuk beberapa waktu," ujar Rieder. "Ketika stimulus sebesar itu diberikan, dengan likuiditas sebesar itu, dan ditambah stimulus fiskal... perekonomian akan berputar dengan baik."
Departemen Tenaga Kerja AS merilis klaim pengangguran pekan lalu sebanyak 709.000 atau lebih baik dari pekan sebelumnya 757.000. Angka itu bahkan lebih baik dari konsensus ekonom dalam survei Dow Jones berujung prediksi angka 740.000.
Sementara itu, inflasi AS periode Oktober 2020 mengalami penurunan. Tercatat, inflasi AS secara tahunan (year-on-year/YoY) turun menjadi 1,2% dari posisi sebelumnya di level 1,4%. Sementara itu, inflasi inti AS (YoY) juga turun menjadi 1,6%.
Adapun inflasi AS secara bulanan (month-on-month/MoM) turun menjadi 0% dari posisi sebelumnya di 0,2% dan inflasi inti AS (MoM) juga turun menjadi 0%.
Sentimen pertama, tentunya dari pergerakan bursa saham acuan dunia, yakni Wall Street yang ditutup melemah pada Kamis (12/11/2020) kemarin.
Pelemahan ini terjadi setelah selama hampir seminggu, bursa Wall Street catatkan reli yang tiada henti, sehingga pada perdagangan kemarin, investor mulai mengambil untung karena bursa Wall Street sudah melebihi targetnya.
Sentimen kedua, yakni terkait kenaikan kasus corona (Covid-19) di Amerika Serikat (AS), di mana terkini, kasus Covid-19 telah tembus 10 juta.
AS sendiri mencetak rekor rerata kasus dalam sepekan yang mencapai 121.153 pada Selasa, setara dengan kenaikan sebesar 33% dari sepekan sebelumnya.
Pada Rabu saja, angka infeksi di AS telah melonjak menjadi 144.000 orang. New York dan San Francisco pun mengumumkan kebijakan pembatasan ekonomi untuk meredam penyebaran virus.
Selain itu, data ekonomi AS yang telah dirilis juga patut menjadi perhatian pelaku pasar.
Departemen Tenaga Kerja AS merilis klaim pengangguran pekan lalu sebanyak 709.000 atau lebih baik dari pekan sebelumnya 757.000. Angka itu bahkan lebih baik dari konsensus ekonom dalam survei Dow Jones berujung prediksi angka 740.000.
Sementara itu, inflasi AS periode Oktober 2020 mengalami penurunan. Tercatat, inflasi AS secara tahunan (year-on-year/YoY) turun menjadi 1,2% dari posisi sebelumnya di level 1,4%. Sementara itu, inflasi inti AS (YoY) juga turun menjadi 1,6%.
Adapun inflasi AS secara bulanan (month-on-month/MoM) turun menjadi 0% dari posisi sebelumnya di 0,2% dan inflasi inti AS (MoM) juga turun menjadi 0%.
Sentimen ketiga yang juga harus diamati pelaku pasar adalah terkait rilis data inflasi di beberapa negara di Eropa, seperti Prancis dan Spanyol. Selain itu, data pertumbuhan ekonomi di Zona Euro pada kuartal III tahun 2020 juga akan dirilis hari ini.
Konsensus Reuters mencatat, pertumbuhan ekonomi zona Euro yang tercermin pada produk domestik bruto (PDB) akan mengalami pertumbuhan negatif di angka -4,3% secara tahunan (YoY). Adapun secara quartalan (quarterly-to-quarterly/QtQ), PDB zona Euro akan tumbuh 12,7%.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rilis data harga grosir Jerman periode Oktober 2020 (14:00 WIB)
- Rilis data inflasi Prancis periode Oktober 2020 (14:45 WIB)
- Rilis data inflasi Spanyol periode Oktober 2020 (15:00 WIB)
- Rilis data pertumbuhan ekonomi (produk domestik bruto/PDB) Zona Euro kuartal III-2020 (17:00 WIB)
- Rilis data indeks harga produsen (Producer Price Index/PPI) Amerika Serikat periode Oktober 2020 (20:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (kuartal III-2020 YoY) | -3,49% |
Inflasi (Oktober 2020 YoY) | 1,44% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Oktober 2020) | 4% |
Defisit Anggaran (APBN 2020) | -6,34% PDB |
Transaksi berjalan (kuartal II-2020) | -1,18% PDB |
Neraca pembayaran (kuartal II-2020) | US$ 9,24 miliar |
Cadangan devisa (Oktober 2020) | US$ 133,7 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd) Next Article Hari Penentuan Tiba: AS Akan Buat Dunia Menangis atau Ketawa?