
Pasar Sepi Sentimen, Investor Mulai Tengok Efek Demo

Hari ini, tidak banyak rilis data dan agenda ekonomi yang bakal menjadi panduan pergerakan bursa, alias sepi. Oleh karenanya, investor kemungkinan bakal menengok keramaian di jalanan, untuk melihat sejauh mana penolakan atas UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) mengganggu prospek atau nasib UU tersebut.
Efek positif jangka panjang Omnibus Law pun terpaksa dibayangi efek jangka pendeknya, yakni penolakan berbagai elemen masyarakat, terutama buruh. Jika demonstrasi kian meluas, maka investor akan mempersepsikan bahwa nasib UU tersebut bakal di ujung tanduk: direvisi kembali, atau nyangkut di Mahkamah Konstitusi (MK).
Opsi revisi "masih terbuka", karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sendiri mengaku bahwa apa yang mereka ketok palu atau sepakati di Sidang Paripurna Senin (5/10/2020) lalu bukanlah UU yang final, melainkan masih direvisi akibat salah ketik (typo).
"Draf yang disahkan di paripurna ya final. Tapi bukan yang bereda di luar," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Ahmad Baidhowi kepada CNBC Indonesia, Kamis (8/10/2020).
Mungkin DPR perlu belajar lagi tata cara pembuatan aturan. Bisa jadi mereka belum paham makna kata 'paripurna', serta 'pengesahan'. Baru kali ini ada UU yang disahkan, tetapi masih diedit-edit redaksionalnya.
Setidaknya ada dua draf RUU Cipta Kerja dengan nama file berbeda yang beredar di masyarakat. Satu naskah memiliki nama file 'RUU Cipta Kerja FINAL-Paripurna' setebal 905 halaman, dan satu lagi naskah dengan nama file '5 OKT 2020 RUU Cipta Kerja - Paripurna' sebanyak 1.028 halaman.
Keduanya berbeda, bukan hanya typo tapi juga secara esensi. Soal pesangon, misalnya, pasal 156 versi RUU 1.028 halaman menyebutkan bahwa "Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling sedikit sesuai ketentuan.."
Namun di versi "final" disebutkan bahwa "Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak sesuai ketentuan.."
Mengikuti naskah pertama, jika pengusaha hanya bisa membayar pesangon di bawah ketentuan, alias lebih kecil, maka dia melanggar Undang-Undang. Bisa digugat. Namun jika mengikuti naskah kedua, tak ada pelanggaran yang dilakukan jika pesangon yang dibayarkan ternyata di bawah ketentuan.
Hal-hal seperti inilah yang memicu aksi protes. Ketidakhati-hatian dan sikap amatir para pembuat aturan baik perumus di kalangan pemerintah maupun pengetok palu di kalangan anggota DPR menjadi pemicu aksi protes yang tak perlu ada (jika UU tersebut benar-benar jelas butir peraturannya).
Oleh karenanya, investor hari ini akan melihat ke mana arah demo dan penolakan masyarakat, respons pemerintah, serta naskah final UU tersebut. Jika demo kian panas, atau nasib naskah UU Omnibus Law kian tak jelas, investor mendapatkan alasan untuk merealisasikan keuntungan terlebih dahulu. Khawatir!
Dari pasar global, negosiasi stimulus AS masih akan menjadi perhatian. Sejauh ini, pasar bertaruh bahwa pembicaraan antara Gedung Putih dan Partai Demokrat di DPR masih berlangsung.
Akibatnya, kontrak berjangka (futures) indeks bursa saham AS pagi ini bergerak di jalur hijau, menguat 100 poin. Jika kepastian negosiasi itu kian jelas, maka bursa bisa mendapatkan alasan penguatan di tengah keriuhan penolakan Omnibus Law.
Dari Eropa, dua data akan dirilis dan patut disimak, yakni neraca perdagangan dan inflasi. Neraca perdagangan Uni Eropa per Agustus diprediksi hanya sebesar 15,1 miliar euro, turun dari capaian Agustus sebanyak 27,9 miliar euro jika mengutip proyeksi Tradingeconomics.
Sementara itu, Indeks Harga Konsumen (IHK) diprediksi tumbuh 0,1% secara bulanan tetapi turun alias mencatatkan deflasi sebesar 0,3% secara tahunan. Inflasi inti juga hanya 0,2% atau melambat dari bulan sebelumnya 0,4%.
(ags/ags)