Newsletter

Resesi Sudah di Depan Mata, Apa Kabar IHSG & Rupiah?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 September 2020 06:10
[DALAM] Rupiah Sentuh 30.000

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja aset-aset keuangan dalam negeri pada perdagangan kemarin, Selasa (15/9/2020) cukup variatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ambruk, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar greenback dan SBN ditutup variatif.

Kemarin bukanlah hari yang baik untuk bursa saham domestik. Pasca melesat di dua hari sesi perdagangan yaitu Jumat pekan lalu dan Senin minggu ini, IHSG harus terkapar di zona merah dengan pelemahan 1,18%.

Bersama Nikkei, indeks saham utama bursa domestik harus merasakan getirnya jatuh ke zona pesakitan. Bahkan mirisnya lagi, IHSG menjadi yang terboncos di Asia Pasifik.

Seperti biasa, 'asing' juga masih kabur dan menjaga jarak dari aset-aset berisiko Tanah Air. Investor asing membukukan aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 1,11 triliun di seluruh pasar. 

Beralih ke pasar obligasi pemerintah, imbal hasil atau yield Surat Berharga Negara (SBN) ditutup beragam. SBN tenor 10 tahun dan 15 tahun mengalami kenaikan yield, sementara untuk yang tenornya 10 tahun justru mengalami pelemahan imbal hasil. 

Penurunan imbal hasil pada tenor-tenor tertentu SBN mengindikasikan adanya apresiasi harga. Lebih lanjut kenaikan harga SBN mencerminkan bahwa surat berharga ini cenderung dikoleksi oleh investor.

Sentimen yang kental dirasakan di pasar berasal dari dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan aktivitas perdagangan internasional RI untuk bulan Agustus. Hasilnya sesuai dengan perkiraan banyak analis, surplus perdagangan masih berlanjut.

Data BPS menunjukkan neraca dagang RI bulan Agustus mencatatkan surplus sebesar US$ 2,33 miliar. Surplus terjadi akibat penurunan impor yang lebih dalam dari kontraksi ekspor.

Surplus neraca dagang Agustus membuat nilai tukar rupiah cenderung berfluktuasi kemarin. Rupiah sempat menguat di awal perdagangan, kemudian terdepresiasi hingga akhirnya berhasil finis dengan melibas dolar AS.

Secara fundamental surplus perdagangan RI menunjukkan bahwa aktivitas perekonomian sedang terganggu. Namun di sisi lain surplus ini membuat transaksi berjalan berpotensi masih berada di zona positif di kuartal ketiga ini.

Penguatan rupiah juga tak terlepas dari pelemahan dolar AS yang tercermin dari penurunan indeks dolar. Dolar melemah jelang pengumuman kebijakan bank sentral AS pekan ini. 

The Fed selaku otoritas moneter paling berpengaruh di seantero bumi itu diperkirakan tetap memiliki stance dovish. Artinya kebijakan moneter longgar masih akan dipertahankan dalam beberapa waktu mendatang.

Menambah beban bagi dolar adalah pernyataan bos the Fed, Jerome Powell yang mengatakan bahwa bank sentral akan membiarkan inflasi naik secara moderat selagi rata-ratanya masih berada di 2%. 

Inflasi yang tinggi menunjukkan adanya devaluasi atau pelemahan nilai.  tukar. Faktor ini lah yang membuat indeks dolar cenderung mengalami tren koreksi dan memberi peluang mata uang lain untuk menguat, termasuk rupiah.

Beralih ke barat, dini hari tadi tiga indeks saham utama bursa New York kompak melenggang ke zona hijau. Wall Street dibuka hijau dan berhasil mempertahankan posisinya hingga penutupan. 

Data perdagangan mencatat, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) mengalami apresiasi tipis sebesar 0,01 %. Pada saat yang sama indeks S&P 500 dan Nasdaq Composte masing-masing bertambah 0,5% dan 1,2%.

Sumringahnya kiblat bursa saham tersebut akibat adanya banjir sentimen positif. Wall Street mendapatkan energi penguatan dari China yang melaporkan kenaikan penjualan ritel pertama pada tahun ini sebesar 0,5% secara tahunan pada Agustus. Ini merupakan laporan kinerja positif pertama sepanjang 2020.

"Ini membuat China tetap berada di jalur pemulihan pertumbuhan [ekonomi] ke level sebelum virus merebak" kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior untuk China yang bekerja di Capital Economics

"Penjualan ritel melampaui level 2019 untuk pertama kalinya sejak wabah COVID-19, sementara investasi dan pertumbuhan output terus menguat bulan lalu." ungkap Pritchard.

Sentimen positif juga datang dari kabar vaksin, di mana AstraZeneca melanjutkan kembali uji coba fase ketiga di Inggris sementara Direktur Utama Pfizer Albert Bourla menargetkan bisa menyajikan data kunci uji coba vaksinnya pada regulator selambat-lambatnya pada Oktober.

Optimisme bahwa AS bisa mengatasi penyebaran virus menjadi alasan utama LPL Financial menaikkan target indeks S&P 500 ke level 3.450-3.500, atau naik sekitar 2% sepanjang tahun ini. Alasan lain adalah aksi korporasi perusahaan teknologi seperti akuisisi Softbank.

"Terlepas dari keadaan sekarang, dan juga sektornya, komitmen besar dan merger besar cenderung menunjukkan kepercayaan diri, dan kami akan mengambilnya sebagai pertanda positif," ujar perencana investasi LPL Finance Jeff Buchbinder, kepada CNBC International.

Kenyataannya sektor teknologi mampu mengangkat kinerja saham-saham AS hingga akhir penutupan perdagangan.  Harga saham Microsoft melonjak 1,6%.  Sementara itu harga saham Amazon naik 1,7% bersama dengan Alphabet.

Netflix naik 4,1% dan Facebook ditutup lebih tinggi 2,4%. Saham Tesla, sementara itu, melonjak 7,2% setelah melonjak lebih dari 12% pada hari Senin. Pergerakan tajam lebih tinggi datang setelah aksi jual tajam di Big Tech minggu lalu, yang menekan pasar yang lebih luas.

Untuk perdagangan hari ini, pelaku pasar perlu mencermati berbagai sentimen baik dari dalam maupun luar negeri yang bakal menggerakkan pasar hari ini. Kinerja bursa saham Wall Street yang bagus dini hari tadi diharapkan mampu menjadi energi penguat untuk bursa saham Asia yang bakal buka pagi ini. 

Meskipun harga saham-saham mengalami kenaikan, tetap saja tak bisa menutupi fakta bahwa perekonomian global sedang sekarat akibat pandemi Covid-19. Resesi ekonomi menjadi tema global di sepanjang tahun ini.

Fenomena kontraksi output perekonomian dua kuartal berturut-turut itu pun tak pandang buli. Semua negara baik maju maupun berkembang (emerging market) berpotensi besar merasakannya.

Asian Development Bank (ADB) melihat Asia akan jatuh ke jurang resesi untuk pertama kalinya sejak enam dekade terakhir. Ekonomi Asia menurut ADB diproyeksikan menyusut ke 0,7% di 2020.

Namun di 2021, ADB memproyeksikan Asia akan tumbuh 6,8%. ADB juga memperkirakan ekonomi kawasan Asia masih sulit tumbuh di sisa tahun ini lantaran pandemi Covid-19 masih belum teratasi.

ADB juga memperingatkan bahwa pemulihan dapat digagalkan oleh pandemi yang berkepanjangan dan tindakan penahanan yang lebih keras. 

"Ancaman ekonomi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 tetap kuat, karena gelombang pertama yang berkepanjangan atau wabah yang berulang dapat mendorong tindakan penanggulangan lebih lanjut," kata Yusuki Sawada, Chief Economist ADB.

Indonesia sampai saat ini masih bergelut dengan wabah. Di Tanah Air, gelombang pertama Covid-19 saja masih belum rampung. Kenaikan kasus yang tinggi belakangan ini membuat PSBB masih tetap dijalankan, terutama di wilayah penyumbang kasus terbanyak seperti DKI Jakarta.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan sampai saat ini pihaknya terus memonitor dan melihat data-data yang berhubungan dengan makro ekonomi. PSBB kali ini, menurut Sri Mulyani akan mempengaruhi PDB atau Pertumbuhan Ekonomi secara keseluruhan.

"Untuk antisipasi estimasi pertumbuhan ekonomi untuk 2020 ini, kuartal III seperti yang sudah disampaikan ke DPR, kisarannya antara 0% sampai minus 2,1%," kata Sri Mulyani, Selasa (15/9/20202).

Dengan kontraksi ekonomi global yang hebat di kuartal kedua dan pemulihan yang lambat di kuartal ketiga, maka sisa satu kuartal terakhir tahun ini agaknya tak bisa diharapkan juga. Apalagi jika kasus infeksi masih terus bertambah.

Salah satu upaya agar hidup bisa kembali normal adalah mengembangkan vaksin. Lebih dari 170 kandidat vaksin Covid-19 dikembangkan, tetapi yang baru masuk uji klinis baru ada 35 kandidat saja mengacu pada data kompilasi WHO per 9 September 2020.

China sebagai negara pertama yang terjangkit Covid-19 juga menjadi pionir dalam pengembangan vaksin. Banyak negara yang menjajaki kerja sama dengan China untuk mengembangkan vaksin Covid-19.

Kendati demikian, sampai saat ini belum ada kandidat vaksin yang terbukti ampuh dan aman dalam memberikan kekebalan tubuh terhadap serangan patogen ganas. Kalaupun digunakan, kandidat vaksin ini hanya diperbolehkan dalam kondisi darurat saja.

Uni Emirat Arab (UEA) telah menyetujui vaksin virus korona China yang dikembangkan oleh Sinopharm untuk penggunaan darurat bagi petugas kesehatan di garda terdepan.

"Vaksin akan tersedia untuk lini pertama pahlawan pertahanan kami yang berada pada risiko tertinggi tertular virus," kata Otoritas Manajemen Bencana dan Krisis Darurat Nasional UEA dalam sebuah tweet.

Uji klinis vaksin tersebut sampai saat ini masih terus berjalan. Namun pejabat dari UEA mengatakan tak ada dampak negatif signifikan yang dilaporkan selama ini. Kabar positif ini diharapkan mampu membuat harga aset-aset keuangan terutama yang berisiko bisa menguat lagi.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data ekspor dan impor Jepang periode Agustus 2020 (06:50 WIB).
  2. Rilis data neraca perdagangan Zona Euro periode Juli 2020 (16:00 WIB).
  3. Rilis data penjualan ritel Amerika periode Agustus 2020 (19:30 WIB).

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Pertumbuhan ekonomi (kuartal II-2020 YoY)

-5,32%

Inflasi (Agustus 2020 YoY)

1,32%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Agustus 2020)

4%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-6,34% PDB

Transaksi berjalan (kuartal II-2020)

-1,18% PDB

Neraca pembayaran (kuartal II-2020)

US$ 9,24 miliar

Cadangan devisa (Agustus 2020)

US$ 137,04 miliar

Untuk mendapatkan informasi seputar data pasar, silakan klik di sini.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg) Next Article Pekan Penting! Pasar Finansial Bakal Guncang atau Terbang?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular