
Jika Rupiah Menguat, Ucapkan Terima Kasih ke Pak Powell

Tidak hanya di Indonesia, koreksi juga menghampiri bursa saham New York. Selama minggu kemarin, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambles 1,82%, S&P 500 anjlok 2,31%, dan Nasdaq Composite ambrol 3,27%.
Namun terpangkasnya Wall Street lebih disebabkan karena koreksi teknikal. Maklum, bursa saham New York sudah menguat lima pekan beruntun. Tentu akan datang saatnya investor merasa keuntungan yang didapat sudah lumayan besar sehingga sangat menggoda untuk dicairkan.
"Sell-off (aksi jual massal) sudah terjadi sejak Kamis, kemudian berlanjut pada Jumat dan kemudian mulai stabil. Koreksi seperti ini terjadi dengan sangat cepat. Namun situasi sudah stabil, ini adalah pertanda baik," kata Michael Antonelli, Market Strategist di Baird yang berbasis di Milwaukee, seperti dikutip dari Reuters.
Selain itu, pasar juga mulai menyoroti kenaikan harga saham-saham teknologi belakangan ini. Dalam sebulan terakhir, harga saham Apple melonjak 10,3%, Facebook melesat 13,17%, Amazon naik 4,96%, Alphabet (induk usaha Google) terdongkrak 7,32%, dan Netflix bertambah 1,26%.
Saham-saham teknologi yang selama berminggu-minggu menjadi pendorong kenaikan Wall Street mulai kehabisan 'bensin'. Pekan lalu, harga saham Apple anjlok 3,08%, Facebook ambles 3,72%, Amazon minus 3,15%, Alphabet ambrol 3,55%, dan Netflix terkoreksi 1,5%. Akhirnya hantaman profit taking datang juga.
Namun, investor pun mulai meragukan lonjakan harga saham Apple dkk. Apakah memang berdasar, atau ada 'gorengan'?
Financial Times melaporkan, SoftBank Group asal Jepang telah memborong saham-saham teknologi belakangan ini. Lembaga keuangan asal Jepang itu dikabarkan telah memiliki saham Apple senilai US$ 1,2 miliar. Saham-saham Netflix, Tesla, Microsoft, dan Alphabet juga menjadi koleksi baru perusahaan besutan Masayoshi Son tersebut.
Gelontoran duit dari Negeri Matahari Terbit itu praktis membuat harga saham-saham teknologi di Wall Street melesat. Sejauh ini belum ada komentar dari pihak Softbank mengenai alasan mereka membeli saham-saham teknologi di AS dalam jumlah besar.
"Kita sudah melihat terjadi koreksi (di saham teknologi) dalam beberapa hari terakhir. Kemudian Anda membaca laporan Financial Times. Ini bak menyiram bensin ke api," kata Jeffrey Kleintop, Chief Global Investment di Charles Schwab yang berbasis di Boston, seperti dikutip dari Reuters.
