Newsletter

Jangan Takut Resesi! Amerika Serikat Saja Pernah 33 Kali...

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 July 2020 06:05
Japan Financial Markets
Foto: Bursa Jepang (AP/Eugene Hoshiko)

Isu resesi masih terus menghantui pasar keuangan dalam negeri. Kemarin, Bank Dunia merilis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020. Laporan itu diberi judul The Long Road to Recovery atau jalan jalan menuju pemulihan.

Lembaga yang berkantor pusat di Washington DC (AS) itu memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias 0%. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial (social distancing) domestik lebih ketat.

"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Bank Dunia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya memperkirakan ekonomi April-Juni akan terkontraksi dalam kisaran -3,5% hingga -5,1%.

Sementara PDB kuartal III-2020 diramal di kisaran -1% sampai 1,2%. Itu artinya memang ada risiko Indonesia mengalami resesi di kuartal III-2020 nanti.

Tetapi sekali lagi jangan takut resesi. Untuk diketahui Suatu negara dikatakan mengalami resesi jika produk domestic bruto (PDB) mengalami kontraksi atau minus dalam 2 kuartal beruntun secara tahunan atau year-on-year (YoY). Sementara jika PDB minus 2 kuartal beruntun secara kuartalan atau quarter-to-quarter (QtQ) disebut sebagai resesi teknikal.

Negara sekelas Amerika Serikat (AS) saja sudah mengalami puluhan kali resesi. Melansir Investopedia, AS sudah mengalami 33 kali resesi sejak tahun 1854. Sementara jika dilihat sejak tahun 1980, Negeri Paman Sam mengalami 4 kali resesi, termasuk yang terjadi saat krisis finansial global 2008.

AS bahkan pernah mengalami yang lebih parah dari resesi, yakni Depresi Besar (Great Depression) atau resesi yang berlangsung selama 1 dekade, pada tahun 1930an. Tetapi pada akhirnya AS bisa bangkit mempertahankan statusnya sebagai negara dengan nilai ekonomi terbesar di dunia.

Memang resesi memberikan dampak buruk, tetapi yang terpenting bagaimana bangkit kembali. Seperti disebutkan di halaman 1, China sudah membuktikan bisa bangkit dari keterpurukan.

China belum mengalami resesi karena kontraksi ekonomi baru terjadi di kuartal I-2020 saja. Tetapi kontraksinya sangat dalam, 6,8% YoY, terparah sepanjang sejarah. Negeri Tiongkok langsung bangkit di kuartal II-2020 dengan membukukan pertumbuhan ekonomi 3,2% YoY.

Pertumbuhan tersebut menjadi kabar bagus, sebabnya China merupakan pasar ekspor non-migas terbesar Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada periode Januari-Juni 2020, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China mencapai US$ 12,83 miliar. Nilai ekspor tersebut mengalami kenaikan nyaris 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Jika dilihat setiap bulannya, penurunan nilai ekspor hanya menurun di bulan Februari, sebesar US$ 1,87 miliar dari bulan Januari US$ 2,1 miliar. Setelahnya, nilai ekspor Indonesia ke China terus meningkat. Meski demikian, nilai ekspor di bulan Februari tersebut masih lebih tinggi ketimbang Februari tahun lalu sebesar US$ 1,54 miliar.

Kenaikan ekspor di semester I tahun ini menjadi kejutan di tengah pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian global melambat. Data dari BPS tersebut menunjukkan dari 13 negara tujuan ekspor Indonesia, selain China, hanya ke Amerika Serikat, Australia, dan Italia yang mengalami peningkatan, sisanya minus.

Ahli strategi pasar global JPMorgan Asset Management, Marcella Chow dalam catatan yang dikutip CNBC International memprediksi pertumbuhan ekonomi China akan terus berlanjut. Kabar baik lagi bagi Indonesia.

"Melihat ke depan, kami memperkirakan akan melihat berlanjutnya perbaikan (ekonomi China) di kuartal-kuartal selanjutnya melihat aktivitas ekonomi domestik yang sebagian besar sudah kembali," kata Chow.

"Bersama dengan peningkatan belanja pemerintah di sektor infrastruktur, konsumsi bisa jadi pendorong pertumbuhan ekonomi baru. Saat ini rumah tangga di China memiliki deposit di bank sebagai antisipasi selama masa pandemi yang menyebabkan pelambatan ekonomi, pemulihan konsumsi yang cepat kemungkinan baru akan terjadi ketika tingkat kepercayaan mereka meningkat," tambahnya.

Ketika ekonomi China terus tumbuh, maka permintaan untuk impor akan meningkat, sehingga akan menggerakkan ekonomi dalam negeri. Sehingga peluang ada peluang Indonesia akan segara bangkit dari keterpurukan.

Bank Dunia meski memprediksi PDB tahun ini 0%, tetapi pada tahun 2021 Indonesia diproyeksikan bisa membukukan pertumbuhan ekonomi 4,8% dan meningkat menjadi 6% pada 2022.

(pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular