Newsletter

Cobaan Datang dari Barat, IHSG Mungkin ke Zona Merah Lagi

Tri Putra, CNBC Indonesia
10 June 2020 06:23
wall street
Foto: REUTERS/Chip East

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin Selasa (9/6/20) ditutup di zona merah. Bahkan anjlok 0,70% ke level 5.035,05 atau gagal finish di atas level psikologis 5.100 setelah terjadinya aksi profit taking alias realisasi keuntungan oleh para investor.

Investor asing kembali mencatatkan aksi jual bersih sebanyak Rp 232 miliar di pasar reguler hari ini. Nilai transaksi hari ini tercatat cukup besar, mencapai Rp 11,65 triliun.

Meski  data ekonomi domestik yakni cadangan devisa bulan Mei 2020 sebesar US$ 130,5 miliar, masih dilihat bagus investor, saat ini pasar dinilai masih rapuh. Padahal, nilai cadangan devisa ini dapat menjaga konsistensi penguatan positif yang terjadi di pasar.

Semakin pasar mengalami kenaikan, maka semakin dibutuhkan penopang untuk menjaga pasar tetap berada di area positif. Cadev naik US$ 2,6 miliar dibandingkan cadangan di April 2020 yang sebesar US$ 127,9 miliar.

Sentimen penggerak pasar hari ini masih seputar laporan tenaga kerja AS yang dirilis Jumat lalu, yang menunjukkan bahwa masa-masa paling buruk setelah dihajar virus Coivd-19 sudah berakhir.

"Ini adalah dampak dari optimisme seputar dibukanya kembali perekonomian dunia, dan konfirmasi akan pemulihan ekonomi AS yang akan membentuk huruf V di paruh kedua tahun ini," ujar Sam Stovall, ahli investasi CFRA Research dikutip dari CNBC International.

Meskipun sentimen positif banyak muncul dari Negeri Paman Sam, dari benua Eropa muncul sentimen negatif berupa rilis data produksi industri Jerman yang anjlok hampir 18% di bulan April. Ini menunjukkan akan adanya resesi di negara terbesar di Uni-Eropa tersebut walaupun karantina wilayah di Negara Bavaria sudah dilonggarkan.

Sementara kurs mata uang rupiah terhadap dollar AS ditutup menguat tipis di perdagangan pasar spot kemarin. Padahal rupiah banyak menghabiskan hari di jalur merah.

Pada Selasa, US$ 1 setara dengan Rp 13.840 kala penutupan pasar spot. Rupiah menguat 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Sementara itu harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia kemarin juga terkoreksi setelah Bank Dunia (World Bank) meramal Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia akan mengalami stagnasi karena dampak pandemi virus corona. Di mana ekonomi diramal 0,0%.

Bank Dunia juga memproyeksi bahwa ekonomi dunia masuk resesi di 2020 ini. Kegiatan ekonomi internasional akan menyusut 5,2% tahun ini atau merupakan resesi terdalam sejak Perang Dunia II.

Sedangkan data Refinitiv menunjukkan koreksi harga surat utang negara (SUN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.

Seri acuan yang paling melemah hari ini adalah FR0082 yang bertenor 10 tahun dengan kenaikan yield 9,80 basis poin (bps) menjadi 7,207%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

[Gambas:Video CNBC]



Dari Bursa saham kiblat dunia, Amerika Serikat (AS) anjlok pada pembukaan perdagangan Selasa (9/6/2020), setelah investor keluar dari pasar untuk merealisasikan keuntungan (profit taking).

Indeks Dow Jones turun 1,09% dan S&P 500 melemah 0,78%. Namun Nasdaq Composite masih bisa membukukan kenaikan 0,29%.

Saham yang semula menguat akibat sentimen pelonggaran karantina wilayah (lockdown) kini berguguran, seperti misalnya saham di sektor penerbangan, perhotelan, finansial, industri, dan energi. Indeks maskapai penerbangan di S%P 1500 sendiri tumbang 7,5%.

"Menurut saya penjualan besar-besaran hari ini adalah hasil dari reli panjang selama sepekan kemarin, tidak ada berita besar yang menunjukkan akan turunnya kembali pasar. Akan tetapi begitu juga sebaliknya, selain data pengangguran yang dirilis pekan kemarin, tidak ada juga berita besar yang akan mendorong pasar," Ujar Mike Zigmont, kepala tim riset Harvest Volatility Management. 

"Poin data baru-baru ini seperti angka lapangan kerja dan update perusahaan yang tak-seburuk-yang -dikhawatirkan memicu pandangan bahwa penurunan yang terburuk telah di belakang kita," tulis RBC Capital Markets dalam laporan riset, dikutip CNBC International.

Departemen Tenaga Kerja AS Jumat pekan lalu mengumumkan tambahan 2,5 juta lapangan kerja pada Mei, atau jauh lebih baik dari polling Dow Jones yang sebelumnya memprediksi sebanyak 8 juta tenaga kerja hilang.

Namun, Bank Dunia membuyarkan hawa positif tersebut pada Senin dengan merilis prediksi bahwa pertumbuhan ekonomi dunia bakal anjlok 5,2% yang merupakan resesi terburuk sejak Perang Dunia kedua.

Perhatian pelaku pasar di Eropa hari ini tertuju pada bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan menggelar "Rapat Dewan Gubernur (RDG)" selama dua hari guna menentukan suku bunga acuan. The Fed diprediksi akan kembali mengucurkan stimulus untuk mempercepat pemulihan ekonomi.

Dari perang dagang sampai perang mulut tentang asal muasal Covid-19, ke 'diusirnya' perusahaan China di lantai perdagangan Wall Street AS, relasi antara AS-China tidak pernah seburuk ini selama beberapa tahun terakhir.

Perang dingin baru sepertinya sudah dimulai, dan perang ini akan semakin panas karena negara-negara lain akan ikut terbawa, menurut analis.

"Banyak hal yang akan semakin buruk, semakin buruk sekali, sebelum semuanya akan menjadi lebih baik," ujar Dan Ikenson, direktur Herbert A. Stiefel Center komentar ini tentu saja ditujukan ke panasnya tensi antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu.

Beijing bisa saja mulai mengarahkan target seranganya ke sekutu AS, dalam perjalanan "diplomasi serigala prajurit." Diplomasi ini sendiri dinamakan dari film yang populer di China mengenai petarung China yang sukses melawan orang-orang jahat dari luar negeri.

Terakhir situasi tereskalasi setelah China mengajukan Undang-Undang mengenai keamanan baru ke Hong Kong, wilayah administratifnya yang memiliki hubungan perdagangan spesial dengan AS. Presiden AS, Donald Trump langsung mengumukan akan memutus hubungan spesial dengan Hong Kong.

Christopher Granville dari perusahaan riset TS Lombard mengatakan tensi ini adalah Perang Dingin jilid 2 dan mengatakan sekutu AS akan terkena dampak diplomasi serigala ini.

Berberapa sekutu AS sudah kena, seperti Australia yang impor daging sapinua dihentikan oleh China setelah Australia mempertanyakan asal muasal virus Covid-19.

Diplomasi Serigala ini mendapat kecaman dari kekesalan dari negara-negara sekutu AS sepertu Australia, Kanada, Jerman, Belanda, dan Swedia.

Jumat lalu, Beijing menyarankan warganya untuk tidak berpergian ke Australia, dengan alasan adanya diskriminasi rasis terhadap orang China yang dikarenakan oleh pandemi global di Australia. Hal ini tentu dibantah oleh pemerintah Australia, dikutip dari Reuters.

Di Benua Biru, Britania Raya juga kemungkinan besar akan terkena amarah Beijing setelah merekan menawarkan visa kepada warga Hong Kong dampak dari akan adanya UU keamanan baru ini.

Akan tetapi tentunya Beijing tidak ingin hal ini terus berlarut-larut untuk sekarang ini sepertinya Beijing hanya akan mengirim "peringatan" saja.

"Meskipun jiga diganggu, China akan menyerang balik, China tentunya tidak ingin konfrontasi besar-besaran dengan AS sekarang ini. China hanya ingin berkonsentrasi dalam menghadapi wabah corona, memulihkan kembali ekonominya, dan mendorong UU keamanan di Hong Kong. Relasi dengan AS memang penting tapi itu bukan hal yang utama." Ujar Jonathan Fenby dari TS Lombard.

Sementara itu dari dalam negeri virus Covid-19 kembali menciptakan rekor penambahan jumlah pasien positif terjangkit per hari.

Kenaikan ini sangat mengkhawatirkan mengingat akan dibukanya pusat perbelanjaan alias mal pekan depan yang akan menarik kerumunan masyarakat.

Rilis data ini tentunya akan mendatangkan ketakutan bagi para pelaku pasar akan munculnya gelombang kedua virus Covid-19. Apalagi banyak yang berpendapat bahwa gelombang pertama virus corona saja belum berhasil dilewati.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Data Tingkat Pengangguran Korea Bulan May (6:00 WIB)
  • Data Order Alat Mesin Jepang Bulan April (6:50 WIB)
  • Data Inflasi China Bulan May (8:30 WIB)
  • Data PPI China Bulan May (8:30 WIB)
  • Data Produksi Industri Perancis Bulan April (13:45 WIB)
  • Data Pengangguran Turki Bulan Maret (14:00 WIB)
  • Data Inflasi Amerika Serikat Bulan May (19:30 WIB)
  • RUPST PT Bukit Asam Tbk (PTBA)
  • RUPST PT Indo Kordsa Tbk (BRAM)
  • RUPST PT Astra Graphia Tbk (ASGR)
  • RUPST PT Asuransi Dayin Mitra Tbk (ASDM)
  • RUPST PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT)
  • RUPST PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI)


Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY)

2,97%

Inflasi (Mei 2020 YoY)

2,19%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-5,07% PDB

Transaksi berjalan (1Q20)

-1,4% PDB

Cadangan devisa (April 2020)

US$ 127,88 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular