Profit Taking Mendera, Wall Street Dibuka Terpelanting

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
09 June 2020 20:53
Lauren Simmons, Trader NYSE
Foto: CNBC.com

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) anjlok pada pembukaan perdagangan Selasa (9/6/2020), setelah investor keluar dari pasar untuk merealisasikan keuntunga (profit taking).

Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 370 poin (-1,4%) pada pembukaan pukul 08:30 waktu setempat (21:30 WIB), dan selang 15 menit kemudian surut menjadi 317,48 poin (-1,15%) ke 27.254,96. Indeks Nasdaq melemah 49,66 poin (-0,5%) ke 9.875,09 dan S&P 500 kehilangan 32,72 poin (-1,01%) ke 3.199,67.

Saham yang semula menguat akibat sentimen pelonggaran karantina wilayah (lockdown) kini berguguran, seperti misalnya saham United Airlines dan Delta Air Lines yang masing-masing tertekan lebih dari 10% di sesi pembukaan.

Indeks S&P 500 melompat 1,2%, atau 38,46 poin, menjadi 3.232,39 kemarin, memasuki teritori positif tahun 2020, alias terhitung menguat sepanjang tahun berjalan (year to date/YTD). Kekhawatiran atas virus corona kian mereda dan membagikan optimisme.

Indeks Nasdaq menguat 1,1% pada Senin dan menyentuh level tertingginya yang baru, dan terhitung menguat sepanjang tahun berjalan sebesar 10,6%. Indeks Dow Jones melompat 461 poin, atau 1,7%, memangkas koreksi tahun berjalan menjadi hanya -3,3%.

Koreksi di produk derivatif indeks bursa AS tersebut terjadi setelah ekonomi AS dinyatakan memasuki resesi. Riset Ekonomi Biro Nasional memutuskan bahwa "aktivitas puncak bulanan yang jelas" terjadi pada Februari.

"Poin data baru-baru ini seperti angka lapangan kerja dan update perusahaan yang tak-seburuk-yang -dikhawatirkan memicu pandangan bahwa penurunan yang terburuk telah di belakang kita," tulis RBC Capital Markets dalam laporan riset, dikutip CNBC International.

Departemen Tenaga Kerja AS Jumat pekan lalu mengumumkan tambahan 2,5 juta lapangan kerja pada Mei, atau jauh lebih baik dari polling Dow Jones yang sebelumnya memprediksi sebanyak 8 juta tenaga kerja hilang.

Namun, Bank Dunia membuyarkan hawa positif tersebut pada Senin dengan merilis prediksi bahwa pertumbuhan ekonomi dunia bakal anjlok 5,2% yang merupakan resesi terburuk sejak Perang Dunia kedua.

Perhatian pelaku pasar di Eropa hari ini tertuju pada bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang akan menggelar "Rapat Dewan Gubernur (RDG)" selama dua hari guna menentukan suku bunga acuan. The Fed diprediksi melanjutkan komitmen untuk membeli aset di pasar modal.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags) Next Article Wall Street Melejit, Sinyal Pasar Saham Kebal Resesi?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular