Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Senin kemarin (8/6/20) berhasil menutup perdagangan di zona hijau. Setelah terbang 2,48% ke level 5.070,56 dan sukses ditutup menembus level psikologis 5.000.
Investor asing kembali mencatatkan aksi beli bersih sebanyak Rp 83 miliar di pasar reguler. Transaksi pada kemarin mencapai Rp 13,5 triliun.
Mayoritas bursa Asia juga terpantau hijau. Hang Seng Index di Bursa Hong Kong naik sebesar 0,03%, Nikkei di Jepang terapresiasi sebesar 1,38%, sedangkan STI Singapore terbang sebesar 1,27%
Sentimen positif datang dari bursa saham Amerika Serikat (AS) Wall Street yang menjadi kiblat bursa saham di seluruh dunia ditutup melejit pada perdagangan Jumat (5/6/2020. Ini didorong rilis data tenaga kerja yang terbukti jauh lebih baik dari proyeksi suram para pelaku pasar.
AS mencatat 2,5 juta lapangan kerja baru pada Mei, sehingga angka pengangguran membaik ke 13,3%, menurut data Departemen Tenaga Kerja AS. Ini menampar proyeksi ekonom dalam polling Dow Jones yang menduga hilangnya 8 juta lapangan kerja, dan angka pengangguran 20%.
Selain itu kabar buruk muncul dari dalam negeri setelah rilis data Juru Bicara Pemerintah Khusus untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto pada Sabtu lalu (6/6/20) yang menunjukkan penambahan harian kasus positif virus Covid-19 kembali memecahkan rekor baru yaitu 993 orang positif dalam sehari dengan total 30.514 pasien positif.
Rupiah berhasil memangkas pelemahan hingga berakhir di Rp 13.850/US$ di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara itu, harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada hari kemarin terkoreksi yang terdorong oleh selera risiko (risk appetite) investor.
Data Refinitiv menunjukkan koreksi harga surat utang negara (SUN) tercermin dari empat seri acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun.
Seri acuan yang paling melemah hari ini adalah FR0080 yang bertenor 15 tahun dengan kenaikan yield 6,80 basis poin (bps) menjadi 7,605%. Besaran 100 bps setara dengan 1%.
Seri | Jatuh tempo | Yield 5 Juni'20 (%) | Yield 8 Juni'20 (%) | Selisih (basis poin) | Yield wajar PHEI 8 Juni'20 (%) |
FR0081 | 5 tahun | 6.654 | 6.69 | 3.60 | 6.7292 |
FR0082 | 10 tahun | 7.074 | 7.109 | 3.50 | 7.2282 |
FR0080 | 15 tahun | 7.537 | 7.605 | 6.80 | 7.6563 |
FR0083 | 20 tahun | 7.544 | 7.597 | 5.30 | 7.6237 |
Sumber: Refinitiv
[Gambas:Video CNBC]
Bursa saham acuan dunia, Wall Street, pada perdagangan Senin kemarin (8/6/20) berhasil melanjutkan reli.
Indeks Nasdaq bahkan berhasil membukukan rekor tertingginya dan mengkonfirmasi pasar yang bull sementara itu S&P 500 berhasil ditutup di level yang lebih tinggi saat dibuka pada awal tahun. Ini terjadi setelah meningkatnya ekspektasi adanya pemulihan yang cepat dari virus corona.
Indeks Dow Jones menguat 1,70% atau naik 461,45 poin ke level 27.572,44. Selanjutnya S&P 500 yang juga ikut terapresiasi 1,20% atau meningkat 38,46 poin ke level 3.232,39 sementara Nasdaq menanjak sebesar 1,13% atau terbang 110,67 poin ke level 9.924,75.
Naiknya harga perusahaan yang bergerak di sektor teknologi mengkonfirmasi pasar yang bull di Nasdaq, hanya selang 16 minggu setelah diserang corona dan membawa ekonomi AS ke jurang resesi.
Nasdaq sudah naik 44,7% dari posisi terendahnya pada 23 Maret silam, pasar bisa berubah menjadi bull adalah ketika sebuah indeks berhasil melewati level tertinggi yang pernah dicapai sebelumnya.
S&P 500 juga sebentar lagi akan balik menjadi bull hanya terpangkas 4,5% dari level tertingginya, untuk Dow Jones perlu naij 6,7% lagi.
Sentimen penggerak pasar hari ini masih di laporan tenaga kerja AS yang dirilis Jumat lalu, yang menunjukkan bahwa masa-masa paling buruk setelah dihajar virus Coivd-19 sudah berakhir.
"ini adalah dampak dari optimisme seputar dibukanya kembali perekonomian dunia, dan konfirmasi akan pemulihan ekonomi AS yang akan membentuk huruf V di paruh kedua tahun ini," ujar Sam Stovall, ahli investasi CFRA Research.
Kota New York yang pernah menjadi pusat penyebaran virus nCov-19 sendiri Senin kemarin resmi dibuka kembali. Pemesanan di berbagai restoran sudah datang, Hotel-hotel level okupansinya meningkat, dan di jalanan mulai penuh sesak dengan kendaraan kembali.
"Yang terjadi dosomo adalah euforia atas pembukaan kembali karantina yang mengakibatkan perusahaan yang terdampak virus Covid melakukan comeback yang sangat kuat," ujar Stanley Druckmiller, CEO Duquesne Family Office.
Meskipun sentimen positif banyak muncul dari Negeri Paman Sam, dari benua Eropa muncul sentimen negatif. Bursa saham di Benua Biru ditutup melemah.
Indeks DAX di Jerman turun 0,9% setelah reli 10% dalam sepekan sementara Indeks FTSE London juga jatuh 0,4%. Indeks CAC 40 di Perancis-pun anjlok 0,8%.
Penurunan ini terjadi setelah rilis data produksi industri Jerman yang anjlok hampir 18% di bulan April, yang menunjukkan akan adanya resesi di negara terbesar di Uni-Eropa tersebut walaupun karantina wilayah di Negara Bavaria sudah dilonggarkan.
Kabar buruk juga muncul dari Arab Saudi, setelah negeri kerajaan tersebut menyebutkan bahwa pemotongan produksi oleh negara-negara OPEC+ tidak termasuk tambahan potongan secara sukarela dari trio produsen minyak di teluk yang menyebabkan harga minyak mentah terjerembab lebih dari 3%.
Setelah naik selama 7 hari berturut-turut, minyak mentah brent harganya turun US$ 1,3 atau penurunan 3,1% keharga US$ 41,00 per barel. Sedangkan untuk minyak mentah WTI, harganya turun US$ 1,36 atau 3,44% ke level harga US$ 38,19 per barel.
OPEC, Russia, dan negara pengekspor minyak mentah lain, atau dikenal dengan nama OPEC+ pada April lalu setuju memotong suplai minyak mentah sebanyak 9,7 juta barel per hari untuk meningkatkan harga minyak mentah yang anjlok karena turunnya permintaan akibat virus corona.
OPEC+ setuju akan memotong produksinya sampai bulan Juli pada Sabtu lalu, jumlah suplai yang dipotong ini sendiri setara dengan 10% suplai global.
Para analis berpendapat bahwa naiknya harga minyak mentah dapat menyebabkan turunnya permintaan yang akan berefek kepada pemulihan ekonomi global yang masih rapuh ini.
Sementara itu dari akar permasalahan ekonomi selama tahun 2020 ini, total pasien yang terjangkit virus Covid-19 sudah tembus 7 juta jiwa dan jumlah yang wafat sudah lebih dari 402.000 menurut Universitas John Hopkins yang mengambil data-data dari pemerintah di seluruh dunia.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Data Neraca Perdagangan Jerman April (13.00 WIB)
- Data Neraca Perdagangan Perancis April (13.45 WIB)
- Data Lapangan Pekerjaan Uni-Eropa Kuartal-I (16.00 WIB)
- Data Pertumbuhan GDP Uni-Eropa Kuartal-I (16:00 WIB)
- RUPST & RUPSLB PT Rukun Raharja Tbk (SCCO)
- RUPST PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP)
- RUPST PT Link Net Tbk (LINK)
- RUPST PT First Media Tbk (KBLV)
- RUPST PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE)
- RUPST PT Astra Otoparts Tbk (AUTO)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Kuartal I-2020 YoY) | 2,97% |
Inflasi (Mei 2020 YoY) | 2,19% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Mei 2020) | 4,5% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -5,07% PDB |
Transaksi berjalan (1Q20) | -1,4% PDB |
Cadangan devisa (April 2020) | US$ 127,88 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA