Newsletter

Bahaya Jilid 2 Pandemi & Perang Dagang, Pasar Bisa Bergejolak

Haryanto, CNBC Indonesia
20 May 2020 05:59
Kapal perang Admiral Makarov milik Angkatan Laut Rusia. (Kementerian Pertahanan Rusia)
Foto: Kapal perang Admiral Makarov milik Angkatan Laut Rusia. (Kementerian Pertahanan Rusia)

Sentimen Global

Memanasnya tensi perang dagang antara AS-China juga menjadi sentimen negatif di pasar keuangan global termasuk Indonesia.

Berita terkini menunjukkan bahwa perusahaan jasa keuangan pengelola bursa Nasdaq, Nasdaq Inc, mulai mengatur pembatasan baru bagi perusahaan yang ingin melepas saham perdana lewat mekanisme penawaran umum saham perdana (initial public offering/IPO) alias go public. Rencana ini akan menyulitkan beberapa perusahaan China untuk melakukan debut di bursa saham AS.

Kendati Nasdaq tak menyebut langsung dalam aturan barunya, langkah ini sebagian besar didorong atas kurangnya transparansi IPO perusahaan-perusahaan China, menurut sumber yang dikutip dari CNBC Internasional.

Di tengah mulai naiknya tensi perang dagang AS-China, Nasdaq juga mengumumkan beberapa pembatasan pada daftar IPO yang sudah berjalan tahun lalu. Langah Nasdaq ini dinilai berusaha untuk mengekang IPO perusahaan-perusahaan berkapitalisasi pasar (market capitalization/market cap) kecil China.

Selain dengan AS, kali ini perang dagang baru dengan Australia mencuat ke permukaan.

Australia bersiap membawa China ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/ WTO). Negeri Kanguru menempuh jalan ini karena China bakal mengenakan tarif hingga US$ 1 miliar atau naik hingga 80% ke gandum negeri itu.

Hal ini diduga Australia terkait masalah penyelidikan asal mula COVID-19 yang diprakarsai Canberra. Sebelumnya China juga menangguhkan impor sapi dari 4 pemasok Australia senilai US$ 1,1 miliar.

"China menyangkal ada kaitan" kata Menteri Perdagangan Simon Birmingham, dikutip dari The Sydney Morning Herald, Selasa (19/5/2020).  "Satu-satunya hal yang dapat kita lakukan dalam membela petani kita adalah terlibat dalam proses ini, sekonstruktif yang kita bisa."

Sebelumnya, Australia dengan dukungan Amerika Serikat (AS) dan 101 negara lainnya, ingin melakukan penyelidikan independen asal-usul COVID-19. Pemerintah China tidak terima dan mengancam pemboikotan komoditas Australia.

Hubungan Australia dan China memang tegang sejak 2018 lalu. Di 2019, China juga sempat memperingatkan Australia karena kritik pada penanganan etnis Uighur di Xinjiang.

Sentimen berikutnya selain perang dagang, ketegangan militer antara AS dengan China juga menghantui  pasar global termasuk Indonesia.

Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) mengirim setidaknya tujuh kapal selam ke Laut China Selatan. Menurut salah satu tokoh penting dalam angkatan laut, kapal-kapal itu sengaja disiagakan dengan tujuan untuk memastikan kebebasan dan mengimbangi operasi China di kawasan tersebut.

"Operasi kami adalah demonstrasi kesediaan kami untuk membela kepentingan dan kebebasan kami di bawah hukum internasional." kata Laksamana Muda Blake Converse, komandan sub-pasukan Pasifik yang bermarkas di Pearl Harbor, lapor Express, Selasa (19/5/2020).

Selain kapal selam, Angkatan Laut AS juga telah menyiagakan armada kapal perang di Pasifik Barat sebagai unjuk kekuatan di kawasan. Langkah ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dengan China di Laut China Selatan dan di tengah cekcok kedua ekonomi terbesar di dunia itu soal pandemi virus corona (COVID-19).

Aksi ini sebelumnya telah membuat marah China. Negara ini menyebut upaya AS itu sebagai tindakan provokatif dan mengancam ketenangan di kawasan.

"Tindakan-tindakan provokatif oleh pihak AS ini telah secara serius melanggar kedaulatan dan kepentingan keamanan China, sengaja meningkatkan risiko keamanan regional dan dapat dengan mudah memicu insiden yang tidak terduga." kata komando militer China dalam sebuah pernyataan.

(har)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular