
Bahaya Jilid 2 Pandemi & Perang Dagang, Pasar Bisa Bergejolak

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati dan mengkaji sejumlah sentimen yang akan mewarnai perdagangan hari ini. Pertama tentu saja perkembangan dari pandemi virus corona tetap menjadi fokus utama investor.
Mengacu data dari worldometers terkini per 19 Mei 2020, jumlah pasien terpapar virus corona di seluruh dunia mencapai lebih dari 4,9 juta orang, sementara jumlah korban jiwa lebih dari 320 ribu orang.
Meningkatnya jumlah kasus terpapar pandemi virus corona, dapatĀ memberikan tekanan bagi kinerja pasar keuangan Tanah Air, sementara pembukaan kembali aktivitas ekonomi di sejumlah negara bisa berdampak serangan gelombang kedua (outbreak second wave).
Negara-negara Eropa harus bersiap diri menghadapi gelombang kedua infeksi virus corona yang mematikan karena pandemi belum berakhir, kata pejabat tinggi Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) di Eropa.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan The Telegraph, Dr Hans Kluge, direktur untuk wilayah WHO Eropa, menyampaikan peringatan keras kepada negara-negara yang mulai mengurangi pembatasan karantina wilayah (lockdown) mereka, dengan mengatakan bahwa sekarang adalah "waktu untuk persiapan, bukan perayaan".
Dr Kluge menekankan bahwa, ketika jumlah kasus Covid-19 di negara-negara seperti Inggris, Prancis dan Italia mulai turun, itu tidak berarti pandemi akan segera berakhir.
Sentimen dalam Negeri
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 4,5% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) Mei 2020. Padahal pelaku pasar berekspektasi ada penurunan menjadi 4,25%.
"Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 4,5%. Langkah ini ditempuh dengan mempertimbangkan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah ketidakpastian pasar keuangan global," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) edisi Mei 2020, Selasa (19/5/2020).
Namun, lanjut Perry, bukan berarti BI 'mengunci' peluang penurunan suku bunga acuan. Ruang untuk menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate masih terbuka mengingat rendahnya tekanan inflasi dan perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi, terutama pada 2020.
Jika suku bunga acuan turun maka dapat berdampak ke ekspor impor Indonesia. Hal ini karena biaya untuk pinjaman perusahaan ekspor impor ke bank menjadi lebih murah dari biasanya. Dengan hal ini diharapkan investasi ke dalam negeri juga bisa terus meningkat dan mendorong perekonomian, sehingga membuat harga obligasi naik di tengah pembelian investor dan mengangkat performa nilai tukar rupiah.
Selain itu, Perry juga mengungkapkan telah melakukan injeksi likuiditas ke pasar uang dan perbankan hingga mencapai Rp 583,5 triliun.
Injeksi tersebut ditempuh bukan dengan mencetak uang tapi melalui pembelian SBN dari pasar sekunder, penyediaan likuiditas perbankan melalui transaksi term-repo SBN, swap valas, serta penurunan GWM Rupiah.
"Bank Indonesia akan terus memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang dan perbankan dalam mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional, khususnya dalam rangka restrukturisasi kredit perbankan," terang Perry.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah saat ini masih menggunakan skenario berat dan sangat berat dalam memproyeksikan pertumbuhan ekonomi di tahun 2020.
"Dengan skenario berat, pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 2,3% dan dengan skenario sangat berat bisa menyentuh minus 0,4%," kata Sri Mulyani dalam video conference, Senin (18/5/2020).
Merosotnya pertumbuhan ekonomi di tahun ini, kata Sri Mulyani, tentu akan menambah angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia.
Dalam skenario berat, di mana pertumbuhan ekonomi bisa menyentuh 2,3%, maka akan ada penambahan angka kemiskinan sebesar 1,89 juta orang dan pengangguran 2,92 juta orang. Sementara dalam skenario sangat berat, angka kemiskinan akan menambah 4,86 juta orang dan angka pengangguran baru bisa bertambah 5,23 juta orang.
Tingginya angka pengangguran mendorong turunnya daya beli konsumen yang pada akhirnya menekan sektor riil hingga pasar keuangan.
Ekonom senior yang juga merupakan Mantan Menteri Keuangan RI, Chatib Basri mengatakan kebijakan social distancing, work dan stay at home, serta pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang membuat orang kehilangan pekerjaan atau dirumahkan membuat esensi dari ekonomi tidak berjalan. (har)