Newsletter

Vaksin Corona Ditemukan, Pasar Keuangan Bakal Bergairah

Haryanto, CNBC Indonesia
19 May 2020 06:00
Trump Ancam Xi Jinping, Ingin Putus dari China
Foto: Trump Ancam Xi Jinping, Ingin Putus dari China

Sentimen keempat, pelaku pasar juga masih terus memantau perkembangan terbaru hubungan antara dua perekonomian terbesar di dunia yaitu AS dan China. Saat ini AS menjadi satu-satunya negara di dunia dengan kasus infeksi Covid-19 melebihi 1 juta orang.

Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) benar-benar luar biasa. Virus ini membuat hubungan dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China jadi memburuk.

Oleh karena itu, Trump mulai menyindir bahkan menyentil China. Menurutnya, China harus bertanggung jawab atas wabah ini.

Pelaku pasar (dan dunia) cemas bahwa kekecewaan Trump bisa berujung ke balas dendam dari sisi ekonomi. Washington dan Beijing memang baru meneken kesepakatan damai dagang fase I pada 15 Januari 2020. Namun gara-gara pandemi virus corona, Trump sepertinya tidak tertarik untuk melanjutkan negosiasi ke babak selanjutnya.

"Saya sangat kecewa terhadap China, mereka seharusnya tidak pernah membiarkan ini terjadi. Kami sudah membuat kesepakatan (dagang) yang luar biasa, tetapi sekarang rasanya sudah berbeda. Tinta belum kering, dan wabah ini datang. Rasanya tidak lagi sama," keluh Trump.

Bahkan Trump kini malas berbicara dengan Presiden China Xi Jinping. Lebih jauh lagi, Trump menegaskan siap untuk memutus hubungan dengan China.

Namun, sepertinya Trump bukan sekadar gertak sambal. Walau peran China di perekonomian AS tidak bisa dipandang remeh, tetapi bukan yang terpenting. Akhirnya Trump memblokir rantai pasokan salah satu industri terbesar di China, Huawei.

Tindakan Trump tersebut membuat
Huawei Technologies angkat bicara atas perlakuan Amerika Serikat yang memblokir pasokan semikonduktor dari pembuat chip global ke perusahaan teknologi raksasa asal China tersebut pada Jumat (15/5/2020) kemarin.

Pihak Huawei menganggap AS sudah melakukan serangan "jahat" yang akan menimbulkan kekacauan di sektor teknologi global dan industri lainnya.

"Keputusan itu sewenang-wenang dan merusak dan akan berdampak serius pada sejumlah besar industri global," kata juru bicara Huawei, Senin (18/5/2020), dikutip dari AFP.

Dua hari setelah AS memblokir pasokan, pada Minggu (17/5/2020) Pemerintah China melayangkan peringatan keras kepada Pemerintah AS. Negeri Tirai Bambu menegaskan akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk melindungi Huawei dan perusahaan-perusahaan lain.

"China akan mengambil semua langkah yang diperlukan untuk secara tegas melindungi hak dan kepentingan sah perusahaan-perusahaan China," ujar Kementerian Perdagangan China, Minggu (17/5/2020), seperti dilansir AFP.

"China mendesak AS untuk segera menghentikan tindakan keliru. Ini adalah ancaman serius bagi rantai pasok global."

Ancaman pembalasan itu datang sehari setelah Beijing mengecam langkah Washington sebagai "penindasan yang tidak masuk akal terhadap Huawei dan perusahaan China".

Pada Mei 2019, pemerintah Trump memang sudah melarang ekspor teknologi AS ke Huawei, namun perusahaan teknologi raksasa China itu masih bisa membeli semikonduktor yang dibuat di luar AS dengan perangkat lunak dan peralatan AS.

Bukan hanya itu, kedua negara juga makin intensif menerjunkan militer di Laut China Selatan. China memang dikabarkan bersitegang dengan sejumlah negara karena tumpang tindih kepemilikan kawasan ini.

Apabila hubungan China dengan AS (dan negara-negara lainnya) terus memburuk, maka risiko perang terbuka memang sulit untuk dikesampingkan. Hal ini setidaknya diutarakan seorang profesor hukum Turki, mengutip Anadolu Agency.

Epidemi, kata dia, telah membangkitkan konflik perdagangan AS-China. Ini bisa saja tereskalasi ke ranah militer.

"Jadi Perang Dunia III dimulai antara kekuatan besar, dan duel abad ke-21 akan menjadi duel terakhir antara Washington dan Beijing," ujarnya.

Potensi munculnya gelombang kedua pandemi corona dan ketegangan hubungan bilateral AS-China cukup membuat selera risiko (risk appetite) investor menurun. Aset-aset berisiko seperti saham cenderung dihindari di tengah ketidakpastian ini. Akibatnya kinerja saham berjatuhan. 

(har)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular