
Vaksin Corona Ditemukan, Pasar Keuangan Bakal Bergairah

Untuk perdagangan hari ini, investor perlu mencermati dan mengkaji sejumlah sentimen yang akan mewarnai perdagangan hari ini. Pertama tentu saja perkembangan dari pandemi virus corona itu sendiri yang menjadi fokus utama investor.
Mengacu data dari Worldometers, jumlah pasien terpapar virus corona di seluruh dunia mencapai lebih dari 4,8 juta orang, sementara jumlah korban jiwa lebih dari 319 ribu orang.
Masyarakat Indonesia harus terus berhati-hati pada penyebaran pandemi corona karena korbannya terus bertambah dan belum terlihat tanda-tanda pelambatan.
Juru Bicara Pemerintah Khusus Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, mengatakan hingga pukul 12:00 WIB, total konfirmasi positif COVID-19 mencapai 18.010 orang. Jumlah ini bertambah 496 orang atau 2,83% dibandingkan dengan sehari sebelumnya.
Pertumbuhan 2,83% memang melambat dibandingkan laju 17 Mei yaitu 2,87%. Namun perlambatan belum terjadi secara konsisten, masih ada risiko akselerasi. Misalnya pada 13 Mei, laju pertumbuhan kasus kala itu mencapai 4,67%. Ini adalah laju tertinggi sejak 28 April.
Meningkatnya jumlah kasus terpapar pandemi virus corona di Bumi Pertiwi, dapatĀ memberikan tekanan bagi kinerja pasar keuangan Tanah Air yang saat ini berangsur-ansur mulai membaik.
Oleh karena itu, rencana pemerintah untuk melonggarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mengembalikan hidup normal mulai bulan depan perlu dipertimbangkan secara seksama. Jangan sampai langkah tersebut menjadi boomerang, membuat Indonesia semakin lama menuju puncak karena terus terjadi peningkatan kasus corona.
Sentimen kedua,Bank Indonesia (BI) diperkirakan bakal menurunkan suku bunga acuan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan ini. Rupiah yang stabil bahkan cenderung menguat, inflasi yang seadanya (bahkan kemungkinan terjadi deflasi bulan ini), dan kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi membuat MH Thamrin akan punya alasan kuat untuk menurunkan BI 7 Day Reverse Repo Rate.
RDG BI edisi Mei 2020 akan diumumkan hari ini. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median 4,25% untuk suku bunga acuan. Artinya, BI 7 Day Reverse Repo Rate dikurangi 25 basis poin (bps) dari posisi saat ini yang sebesar 4,5%.
Jika suku bunga acuan turun maka dapat berdampak ke ekspor impor Indonesia. Hal ini karena biaya untuk pinjaman perusahaan ekspor impor ke bank menjadi lebih murah dari biasanya. Dengan ini bisa diasumsikan permintaan kredit akan meningkat dan harus terjaga, lalu ekspektasi konsumen terhadap kredit juga membaik.
Dengan hal ini diharapkan investasi ke dalam negeri juga bisa terus meningkat dan mendorong perekonomian, sehingga bisa membuat harga obligasi naik di tengah minat investor. Namun, kondisi tersebut tidak serta merta seperti membalikan tangan, ketika pasar keuangan sedang tertekan akibat pandemi korona.
Maklum, efek positif penurunan suku bunga pada pasar obligasi memang baru terasa saat kondisi pasar keuangan normal. Sebaliknya ketika pandemi corona menyerang, penurunan suku bunga tidak akan memberi pengaruh langsung ke pasar obligasi, karena investor cenderung beralih ke aset safe haven.
Ketiga, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkenalkan mekanisme bantuan likuiditas bernama bank anchor (bank jangkar) atau dalam aturan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun disebut dengan Bank Peserta. Bank-bank ini akan menjadi penyedia likuiditas bagi bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akibat COVID-19.
Bank jangkar akan menjadi bank yang menerima penempatan dana dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ini akan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Mekanisme bantuan likuiditas ini akan didapatkan bank pelaksana dengan menggadaikan kreditnya kepada bank jangkar. Hal ini dilakukan jika bank tersebut sudah mentok dari sisi likuiditas dan kondisinya sudah tak memungkinkan lagi melakukan gadai atau repo SBN (surat berharga negara) yang dimilikinya kepada BI.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan mekanisme penempatan dana pemerintah di Bank Peserta atau Bank Jangkar yang ditunjuk untuk memberikan bantuan likuiditas kepada Bank Pelaksana atau bank penerima.
"Dalam hal ini pemerintah tidak mengambilalih dan tugas masing-masing lembaga sesuai dengan mandat Undang-Undang dari lembaga-lembaga tersebut tersebut dan empat-empatnya adalah komponen KSSK [Komite Stabilitas Sistem Keuangan]," kata Sri Mulyani dalam paparan virtual, di Jakarta, Senin (18/5/2020).
Adapun empat lembaga yang dimaksud anggota KSSK adalah Kementerian Keuangan, OJK, Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Sri Mulyani juga mengatakan, akan menempatkan dana sesuai dengan hasil assessment dari OJK. Setelah itu, Bank Peserta akan menyalurkan dana tersebut kepada Bank Pelaksana. Bank Pelaksana menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan restrukturisasi kredit/pembiayaan dan pemberian modal kerja.
Sri Mulyani juga menegaskan, dana yang ditempatkan pemerintah pada Bank Peserta dijamin oleh LPS. Jika Bank Pelaksana tidak bisa memenuhi kewajiban saat jatuh tempo, BI dapat mendebit rekening giro bank pelaksana dan kemudian dibayarkan kepada bank peserta.
Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan dukungan finansial bagi emiten saham sektor perbankan yang saat ini sedang mengalami penurunan performanya akibat pandemi virus corona.
