
Newsletter
Dari Vaksin Corona hingga Perry Warjiyo, Bisa Angkat Pasar?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
29 April 2020 06:23

Pergerakan Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia tentunya akan mempengaruhi pasar Asia hari ini. Memang Wall Street berakhir melemah, tetapi hal tersebut terjadi akibat terseret turun saham raksasa teknologi. Sementara setelah perdagangan ditutup, saham Alphabet justru menguat di extended trading setelah melaporkan earning yang lebih baik dari prediksi pasar.
Sehingga pergerakan indeks Wall Street berjangka (futures) yang menguat pagi ini akan lebih mencerminkan sentimen pelaku pasar, ketimbang posisi penutupan Wall Street di pasar spot.
Selain itu pergerakan harga minyak mentah masih akan menjadi perhatian pelaku pasar. Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah.
Tetapi yang menarik, harga minyak mentah jenis Brent jauh lebih stabil dibandingkan WTI.
WTI pada perdagangan Selasa berakhir melemah 3,44%, tetapi Brent justru menguat 2,35% dan kembali ke atas US$ 20/barel. Pergerakan berlawan arah kedua minyak mentah tersebut cukup jarang terjadi.
Minyak Brent adalah standar untuk pasar Asia dan Eropa, sementara minyak WTI merupakan standar untuk pasar Amerika Serikat. Tempat produksi, dan komposisi kimianya juga berbeda.
Minyak WTI diproduksi di AS dan untuk pasar AS, ambrolnya minyak mentah WTI bisa jadi masalah supply-demand di Negeri Paman Sam. Rendahnya demand (akibat kebijakan lockdown), dibarengi dengan supply yang besar membuat storage menjadi penuh, dan biaya penyimpanan tinggi, yang menyebabkan harga minyak merosot bahkan menjadi negatif.
"Realitas di pasar fisik, minyak mentah terus diproduksi dan itu harus dikonsumsi atau disimpan. Ketika biaya penyimpanan menjadi tinggi, atau tempat penyimpanan habis, perusahaan mungkin membayar konsumennya untuk membawa minyak mentah tersebut," kata Paul Sankey Direktur Pelaksana Muzuho Securities, sebagaimana dilansir Fox Business pada pertengahan Maret lalu.
Memang permintaan minyak mentah sedang merosot tajam akibat kebijakan lockdown di berbagai negara. Tetapi, untuk melihat kondisi pasar minyak mentah sepertinya lebih tepat melihat pergerakan harga minyak Brent ketimbang WTI.
Meski demikian, tetap saja jika minyak WTI kembali merosot, dan Brent ikut turun sentimen pelaku pasar akan kembali terpengaruh.
Selain itu, bank sentral AS (The Fed) yang memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama 2 hari, dan hasilnya akan diumumkan Kamis dini hari, tentunya membuat banyak pelaku pasar melakukan aksi wait and see.
Selain itu European Central Bank (ECB) juga akan mengumumkan kebijakan moneter besok sore. Isu-isu terkait stimulus yang akan diberikan tentunya memberikan pengaruh yang cukup kuat di pasar.
(pap/sef)
Sehingga pergerakan indeks Wall Street berjangka (futures) yang menguat pagi ini akan lebih mencerminkan sentimen pelaku pasar, ketimbang posisi penutupan Wall Street di pasar spot.
Selain itu pergerakan harga minyak mentah masih akan menjadi perhatian pelaku pasar. Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah.
Tetapi yang menarik, harga minyak mentah jenis Brent jauh lebih stabil dibandingkan WTI.
WTI pada perdagangan Selasa berakhir melemah 3,44%, tetapi Brent justru menguat 2,35% dan kembali ke atas US$ 20/barel. Pergerakan berlawan arah kedua minyak mentah tersebut cukup jarang terjadi.
Minyak Brent adalah standar untuk pasar Asia dan Eropa, sementara minyak WTI merupakan standar untuk pasar Amerika Serikat. Tempat produksi, dan komposisi kimianya juga berbeda.
Minyak WTI diproduksi di AS dan untuk pasar AS, ambrolnya minyak mentah WTI bisa jadi masalah supply-demand di Negeri Paman Sam. Rendahnya demand (akibat kebijakan lockdown), dibarengi dengan supply yang besar membuat storage menjadi penuh, dan biaya penyimpanan tinggi, yang menyebabkan harga minyak merosot bahkan menjadi negatif.
"Realitas di pasar fisik, minyak mentah terus diproduksi dan itu harus dikonsumsi atau disimpan. Ketika biaya penyimpanan menjadi tinggi, atau tempat penyimpanan habis, perusahaan mungkin membayar konsumennya untuk membawa minyak mentah tersebut," kata Paul Sankey Direktur Pelaksana Muzuho Securities, sebagaimana dilansir Fox Business pada pertengahan Maret lalu.
Memang permintaan minyak mentah sedang merosot tajam akibat kebijakan lockdown di berbagai negara. Tetapi, untuk melihat kondisi pasar minyak mentah sepertinya lebih tepat melihat pergerakan harga minyak Brent ketimbang WTI.
Meski demikian, tetap saja jika minyak WTI kembali merosot, dan Brent ikut turun sentimen pelaku pasar akan kembali terpengaruh.
Selain itu, bank sentral AS (The Fed) yang memulai Rapat Dewan Gubernur (RDG) selama 2 hari, dan hasilnya akan diumumkan Kamis dini hari, tentunya membuat banyak pelaku pasar melakukan aksi wait and see.
Selain itu European Central Bank (ECB) juga akan mengumumkan kebijakan moneter besok sore. Isu-isu terkait stimulus yang akan diberikan tentunya memberikan pengaruh yang cukup kuat di pasar.
(pap/sef)
Pages
Most Popular