Newsletter

PMI & Inflasi, Diagnosis Pertama Infeksi Corona ke Ekonomi

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
01 April 2020 06:22
PMI & Inflasi, Diagnosis Pertama Infeksi Corona ke Ekonomi
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa (31/3/2020) sukses mencatatkan kinerja terbaik di antara bursa saham Asia lainnya. Rupiah dan obligasi pun menguat, berkat intervensi Bank Indonesia (BI) untuk mengamankan pasar keuangan.

Mengawali perdagangan, IHSG sempat melesat 3,51% ke 4.569,473 dan akhirnya mengakhiri perdagangan di level 4.538,93 atau menguat 2,82%. Penguatan itu mengikuti tren di bursa Asia yang juga menghijau berkat data positif dari China, karena sektor manufaktur Negeri Tiongkok ini bangkit lebih cepat dari prediksi.



Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index /PMI) manufaktur China pada Maret dilaporkan sebesar 52, melesat dibandingkan bulan Februari 35,7. Angka di atas 50 mengindikasikan ekspansi sementara di bawah 50 berarti kontraksi.

Data tersebut memberikan harapan ke seluruh Asia dan Dunia mengingat bahwa pandemi virus corona pertama kali muncul di kota Wuhan, provinsi Hubei, China. Di sisi lain, China merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, dan menjadi mitra dagang utama banyak negara di Asia Pasifik, termasuk Indonesia.

Meski demikian, kinerja bulanan IHSG menjadi yang terburuk dalam 12 tahun terakhir karena ambles 16,76%, alias terburuk sejak Oktober 2008 ketika ambrol lebih dari 31%. Koreksi terjadi di tengah konfirmasi kasus positif Covid-19 di Indonesia pada 3 Maret lalu yang terus menyebar dan memicu kekhawatiran pasar akan dampaknya terhadap ekonomi.

Pada perdagangan kemarin, investor asing terlihat masih berjarak dari bursa. Data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyebutkan nilai transaksi kemarin mencapai Rp 7,92 triliun dengan catatan jual bersih (net sell) asing Rp 286,94 miliar di pasar reguler dan negosiasi.

Di tengah kondisi demikian, pasar obligasi dan kurs rupiah juga menguat, berkat intervensi BI untuk menjaga stabilitas pasar.  Imbal hasil (yield) obligasi bertenor 10 tahun menurun menjadi 7,864% dari posisi sehari sebelumnya 7,906%. Penurunan yield mengindikasikan kenaikan harga obligasi karena aksi beli di pasar.

Kenaikan harga surat utang tersebut senada dengan penguatan rupiah. Pada Selasa (31/3/2020), US$ 1 dibanderol Rp 16.300/US$ di pasar spot. Rupiah menguat 0,15% dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya.


[Gambas:Video CNBC]




Bursa saham Amerika Serikat (AS) terkapar pada hari perdagangan terakhir bulan Maret, yang berujung pada periode pasar yang penuh volatilitas akibat pandemi virus corona baru.

Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 410,32 poin, atau 1,8% menjadi 21.917,16. Indeks S&P 500 drop 1,6% ke level 2.584,59. Indeks Nasdaq jatuh nyaris 1% ke 7.700,1. Secara bulanan, indeks Dow Jones dan S&P 500 anjlok sebesar 13,7% dan 12,5% pada Maret, menjadi koreksi bulanan terburuk sejak 2008.

Secara triwulanan, indeks Dow Jones dan S&P 500 mencatatkan kinerja kuartal pertama terburuk dalam sepanjang sejarahnya, dengan anjlok masing-masing sebesar 23,2% dan 20%. Semuanya karena penyebaran wabah COVID-19, dengan jumlah orang yang terinfeksi di AS telah mencapai 177.000, menurut data John Hopkins University.

Indeks keyakinan konsumen AS per Maret pun anjlok menjadi 120, dari posisi Februari di level 132,6. Goldman Sachs memperkirakan pada kuartal kedua ini ekonomi AS akan anjlok sangat dalam, tetapi pemulihannya akan sangat cepat dan bahkan paling cepat dalam sejarah.

Jika dibandingkan dengan periode kuartalan secara keseluruhan, tidak hanya triwulan pertama, maka kinerja indeks Dow Jones per kuartal I-2020 menjadi yang terburuk sejak tahun 1987. Sementara itu, indeks S&P 500 mencatatkan kinerja terburuk sejak 2008.

“Kenaikan digit ganda pekan lalu merupakan reli sambutan selamat datang untuk penghiburan, meski level dasar bursa kini sulit dilihat tak seperti sebelum-sebelumnya,” tutur Mark Hackett, Kepala Riset Investasi Nationwide, sebagaimana dikutip CNBC International. “Pasar akan perlu merefleksikan interaksi lebih tradisional sebelum keyakinan bahwa level dasar sudah disentuh.”

Presiden AS Donald Trump memperkirakan perekonomian AS akan pulih pada 1 Juni. Namun, beberapa kalangan masih meragukan hal tersebut. Kepala Perencana Saham Bank Wealth Management Terry Sandven menilai pemulihan lambat (kurva berbentuk U) lebih mungkin terjadi ketimbang kurva pemulihan yang cepat (berbentuk V).

“Risiko resesi masih cukup tinggi, dan kita sepertinya sedang dalam resesi saat ini,” tuturnya. “Sulit melihat pasar saham ke depan menguat jika tak ada pertanda dan kurva bahwa kasus baru (COVID-19) mulai beranjak menurun.”

Hari ini pada pukul 07:30, IHS Markit dijadwalkan merilis Rilis Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers' Index/PMI) Indonesia per Maret. Pada periode sebelumnya, manufaktur Indonesia masih mencatatkan indeks positif yakni di level 51,9.

Artinya, para pelaku usaha di sektor manufaktur masih bergeliat, karena angka di atas 50 mengindikasikan aktivitas manufaktur yang ekspansif, sedangkan angka di bawah itu mengindikasikan pelemahan.

Waspada menurut proyeksi Tradingeconomics, angka PMI manufaktur Indonesia pada Maret akan berada di level 49, alias terkontraksi. Ini menunjukkan bahwa wabah COVID-19 yang memicu penghentian operasi manufaktur di di Provinsi Hubei, China sejak Februari akhirnya menulari manufaktur Indonesia.

Rilis PMI manufaktur akan menjadi pengerak sentimen pasar hari ini, karena nyaris berbarengan dengan rilis serupa di negara-negara utama dunia, seperti misalnya China (versi Caixin), Jepang (versi Tankan), dan AS (versi ISM).

Selanjutnya menjelang siang nanti, Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK), alias headline inflation. Rilis data inflasi ini bakal menjadi indikator pertama yang mengukur sejauh mana virus corona strain baru tersebut menginfeksi ekonomi makro Indonesia.

Polling Reuters menyebutkan inflasi Maret (tahunan) bakal berada di level 2,96% atau tak berubah dari posisi sebelumnya 2,98%. Inflasi bulanan berada i 0,14% atau jauh melambat dari sebelumnya 0,28%. Adapun laju inflasi inti diprediksi lebih cepat yakni menjadi 2,79% dari sebelumnya 2,76%.

Jika polling tersebut terkonfirmasi, maka aksi panic buying dan kenaikan harga beberapa komoditas (terutama bawang putih) yang sempat terjadi beberapa waktu lalu terbukti tidak memicu lonjakan inflasi, alias masih dalam skala yang terkontrol.

Di sisi lain, inflasi yang terkendali di Maret--bulan pertama bangsa ini mengonfirmasi adanya kasus COVID-19, menunjukkan bahwa suplai barang masih berlangsung normal alias tidak terganggu meski pemerintah telah mengumumkan social distancing yang berujung pada penurunan aktivitas bisnis dan konsumsi masyarakat.

Ini akan memicu optimisme pelaku pasar bahwa efek COVID-19 untuk saat ini masih terkendali di Nusantara. Jika angka PMI manufaktur Indonesia masih positif, maka ini akan memberikan alasan bagi investor untuk memburu saham-saham yang sensitif terhadap inflasi yakni saham sektor konsumer dan perbankan.

Bagaimana dengan saham manufaktur? Mungkin masih akan dihindari karena prospek untuk jangka menengah sektor manufaktur masih akan buram. Yang bisa dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan sektor ini adalah gelontoran stimulus seperti yang sudah dilakukan oleh negara maju. 

Kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan rencana penerbitan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk merelaksasi batas defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi 5%, dari batas sekarang hanya 3%. Pemerintah akan menggali lebih banyak utang, demi menggulirkan stimulus ke sektor swasta dan rakyat.

Indonesia tidak sendiri. Pemerintah AS bakal menarik banyak utang hingga rasio utang terhadap PDB bertambah hingga 30% tahun ini, atau menyamai posisi perang dunia II. Rasio pada 2019 adalah 108,28% dari PDB, berdasarkan data CEIC.

Sebagai perbandingan pada tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global, rasio utang terhadap PDB AS naik sekitar sebesar 8% di tahun 2008 dari tahun 2007 menjadi 72,72%. Lalu, naik lagi 12% menjadi 85,21% di tahun 2009. Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
  • Penjualan motor dan mobil Indonesia per Februari (tentatif)
  • Rilis Indeks manufaktur Tankan Jepang (06:50 WIB)
  • Neraca dagang Korea Selatan per Maret (07:00 WIB)
  • Rilis PMI Indonesia per Maret versi IHS Markit (07:30 WIB)
  • Rilis PMI manufaktur China versi Caixin (08:45 WIB)
  • Rilis inflasi Maret (11:00 WIB)
  • RUPSLB PT Pollux Properti Indonesia Tbk (13:00)
  • RUPSLB PT Pollux Investasi Internasional Tbk (13:00)
  • Rilis PMI manufaktur AS versi ISM (21:00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan ekonomi (2019 YoY)

5,02%

Inflasi (Februari 2020 YoY)

2,68%

BI 7 Day Reverse Repo Rate (Maret 2020)

4,5%

Defisit anggaran (APBN 2020)

-1,76% PDB

Transaksi berjalan (2019)

-2,72% PDB

Cadangan devisa (Februari 2020)

US$ 130,44 miliar


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular