
Newsletter
Bursa Global Reli 2 Hari Beruntun, IHSG Tolonglah di Follow
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 March 2020 06:45

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) sudah lebih dahulu melonggarkan kebijakan moneter guna meredam dampak COVID-19, meski masih belum seagresif The Fed.
Pada rapat kebijakan moneter bulan Februari lalu, BI menurunkan suku bunga acuannya (7-Day Reverse Repo Rate) meskipun pandemi COVID-19 belum masuk ke Indonesia. Penurunan suku bunga acuan dilakukan sebagai antisipasi (preemptive) terhadap penyebaran dampak virus Corona.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (20/2/2020).
Dengan pemangkasan suku bunga tersebut, diharapkan roda perekonomian dalam negeri lebih terpacu untuk meminimalisir efek pelambatan ekonomi China. BI menilai dampak penyebaran virus Corona bersifat V-Shape, artinya penurunan akan terjadi dengan cepat, tetapi pemulihan juga memakan waktu tidak lama.
Tidak sampai di situ, BI kembali memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,5% pada pekan lalu. Selain itu, BI kembali perkuat bauran kebijakan dan dukung mitigasi risiko COVID-19 dan dorong pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah RI juga tidak tinggal diam, stimulus fiskal sudah digelontorkan. Pemerintah melakukan relaksasi pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25 dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Untuk memberikan stimulus ini, pemerintah memperkirakan defisit anggaran 2020 bisa bertambah menjadi sekitar 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebelumnya, rencana defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 adalah 1,76% PDB.
"Itu Rp 125 triliun sendiri (tambahan defisit). Belanja tidak direm tapi penerimaan turun. Kita akan lihat APBN memberikan dampak suportif kepada ekonomi hampir 0,8% PDB," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan, ada total sebesar Rp 62,3 triliun dari realokasi anggaran APBN, baik yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) baik di pemerintah pusat dan daerah untuk diprioritaskan seuasi dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, berbagai insentif juga sudah digelontorkan seperti subsidi avtur agar harga tiket pesawat turun, pembebasan pajak hotel dan restoran, tambahan anggaran Bantuan Sosial, serta penambahan jumlah rumah bersubsidi dan menambah anggaran subsidi uang muka.
Selain itu Presiden Jokowi juga mengatakan akan memberikan kelonggaran pembayaran bunga atau angsuran selama 1 tahun bagi tukang ojek, sopir taksi, maupun nelayan yang saat ini memiliki cicilan kredit.
Adapun khusus pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM), Jokowi mengatakan bahwa OJK telah memberikan kelonggaran relaksasi kredit untuk nilai kredit di bawah Rp 10 miliar.
"Baik kredit perbankan maupun industri keuangan non bank, penundaan cicilan sampai satu tahun dan penurunan bunga," kata Jokowi.
Dalam waktu dekat, implementasi tambahan bantuan sosial dalam Kartu Sembako selama 6 bulan kepada 200.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pun akan diluncurkan. Tak terkecuali, dengan implementasi Kartu Pra Kerja.
"Sebentar lagi juga akan kita keluarkan penerima kartu sembako selama 6 bulan ke depan akan ditambah 50 ribu diterima 200 ribu per keluarga penerima manfaat anggaran dianggarkan Rp 4,5 triliun," katanya.
"Akan segera dimulai kartu pra kerja implementasi kartu pra kerja antisipasi para pekerja yang kena Pemutusan Hubungan Kerja, pekerja harian yang kehilangan penghasilan dan pengusaha mikro yang kehilangan omzet, anggaran disiapkan Rp 10 triliun," jelasnya.
Semua kebijakan moneter dan fiskal tersebut dilakukan untuk melindungi perekonomian RI dari guncangan COVID-19. Dan ketika pandemi tersebut berhasil dihentikan, maka perekonomian akan rebound dengan cepat.
Seperti yang dikatakan oleh Bernanke, kebijakan moneter dan fiskal tidak akan bekerja dengan baik jika pandemi COVID-19 tidak segera dihentikan. Namun setidaknya berbagai upaya sudah dilakukan, ketika pandemi ini berakhir, perekonomian akan berangsur normal kembali. Jadi sudah saatnya kembali optimistis menatap perekonomian RI dan global pada umumnya. Mulai optimisnya pelaku pasar terlihat dari penguatan bursa saham global dalam dua hari beruntun, dan pasar keuangan RI bisa berkaca dari hal tersebut. (pap)
Pada rapat kebijakan moneter bulan Februari lalu, BI menurunkan suku bunga acuannya (7-Day Reverse Repo Rate) meskipun pandemi COVID-19 belum masuk ke Indonesia. Penurunan suku bunga acuan dilakukan sebagai antisipasi (preemptive) terhadap penyebaran dampak virus Corona.
"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,00%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%," kata Gubernur BI Perry Warjiyo, Kamis (20/2/2020).
Dengan pemangkasan suku bunga tersebut, diharapkan roda perekonomian dalam negeri lebih terpacu untuk meminimalisir efek pelambatan ekonomi China. BI menilai dampak penyebaran virus Corona bersifat V-Shape, artinya penurunan akan terjadi dengan cepat, tetapi pemulihan juga memakan waktu tidak lama.
Tidak sampai di situ, BI kembali memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,5% pada pekan lalu. Selain itu, BI kembali perkuat bauran kebijakan dan dukung mitigasi risiko COVID-19 dan dorong pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah RI juga tidak tinggal diam, stimulus fiskal sudah digelontorkan. Pemerintah melakukan relaksasi pada Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, PPh Pasal 22 Impor, PPh Pasal 25 dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Untuk memberikan stimulus ini, pemerintah memperkirakan defisit anggaran 2020 bisa bertambah menjadi sekitar 2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sebelumnya, rencana defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 adalah 1,76% PDB.
"Itu Rp 125 triliun sendiri (tambahan defisit). Belanja tidak direm tapi penerimaan turun. Kita akan lihat APBN memberikan dampak suportif kepada ekonomi hampir 0,8% PDB," kata Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, dalam konferensi pers di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (13/3/2020).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengatakan, ada total sebesar Rp 62,3 triliun dari realokasi anggaran APBN, baik yang dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) baik di pemerintah pusat dan daerah untuk diprioritaskan seuasi dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sebelumnya, berbagai insentif juga sudah digelontorkan seperti subsidi avtur agar harga tiket pesawat turun, pembebasan pajak hotel dan restoran, tambahan anggaran Bantuan Sosial, serta penambahan jumlah rumah bersubsidi dan menambah anggaran subsidi uang muka.
Selain itu Presiden Jokowi juga mengatakan akan memberikan kelonggaran pembayaran bunga atau angsuran selama 1 tahun bagi tukang ojek, sopir taksi, maupun nelayan yang saat ini memiliki cicilan kredit.
Adapun khusus pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menegah (UMKM), Jokowi mengatakan bahwa OJK telah memberikan kelonggaran relaksasi kredit untuk nilai kredit di bawah Rp 10 miliar.
"Baik kredit perbankan maupun industri keuangan non bank, penundaan cicilan sampai satu tahun dan penurunan bunga," kata Jokowi.
Dalam waktu dekat, implementasi tambahan bantuan sosial dalam Kartu Sembako selama 6 bulan kepada 200.000 Keluarga Penerima Manfaat (KPM) pun akan diluncurkan. Tak terkecuali, dengan implementasi Kartu Pra Kerja.
"Sebentar lagi juga akan kita keluarkan penerima kartu sembako selama 6 bulan ke depan akan ditambah 50 ribu diterima 200 ribu per keluarga penerima manfaat anggaran dianggarkan Rp 4,5 triliun," katanya.
"Akan segera dimulai kartu pra kerja implementasi kartu pra kerja antisipasi para pekerja yang kena Pemutusan Hubungan Kerja, pekerja harian yang kehilangan penghasilan dan pengusaha mikro yang kehilangan omzet, anggaran disiapkan Rp 10 triliun," jelasnya.
Semua kebijakan moneter dan fiskal tersebut dilakukan untuk melindungi perekonomian RI dari guncangan COVID-19. Dan ketika pandemi tersebut berhasil dihentikan, maka perekonomian akan rebound dengan cepat.
Seperti yang dikatakan oleh Bernanke, kebijakan moneter dan fiskal tidak akan bekerja dengan baik jika pandemi COVID-19 tidak segera dihentikan. Namun setidaknya berbagai upaya sudah dilakukan, ketika pandemi ini berakhir, perekonomian akan berangsur normal kembali. Jadi sudah saatnya kembali optimistis menatap perekonomian RI dan global pada umumnya. Mulai optimisnya pelaku pasar terlihat dari penguatan bursa saham global dalam dua hari beruntun, dan pasar keuangan RI bisa berkaca dari hal tersebut. (pap)
Next Page
Simak Data dan Agenda Berikut
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular