Newsletter

Apakah Kita Sudah Bisa Berteman Lagi, Mister Market?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
20 March 2020 06:32
Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini: Tambahan 20 Ribu Kasus dalam Sehari Secara Global
Foto: Upaca Pencegahan Covid-19 dengan Penyemprotan disinfektan di Museum Nasional (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Hari ini adalah hari terakhir perdagangan pekan ini. Untuk itu ada beberapa sentimen yang perlu dicermati baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri. Pertama, Wall Street memang ditutup menguat pagi tadi.

Namun usai ditutup menguat, indeks futures Dow Jones malah turun 300 poin. Hal ini mengindikasikan bahwa penguatan Wall Street yang terjadi, masih dibayangi oleh kemungkinan volatilitas yang tinggi.

Volatilitas pasar saham AS dan dunia yang tinggi tak terlepas dari adanya pandemi wabah COVID-19. Sejak dideklarasikan oleh WHO sebagai pandemi, bursa saham global rontok terkena tekanan jual yang masif. Oleh karena itu perkembangan kasus infeksi COVID-19 baik secara global maupun lokal perlu menjadi perhatian utama.

Mengacu pada data kompilasi John Hopkins University CSSE, jumlah kasus infeksi COVID-19 secara global per hari ini pukul 05.05 WIB sudah mencapai 242 ribu lebih kasus. Lonjakan kasus baru kembali terjadi di luar China.

Jika dibandingkan dengan jumlah kasus kemarin, artinya ada penambahan kasus baru sebanyak 27.200 dalam sehari, atau naik 20% dari hari sebelumnya.

Lonjakan jumlah kasus yang terjadi secara global ini mengindikasikan adanya risiko yang besar bagi kesehatan, pasar keuangan maupun perekonomian global mengingat wabah ini sudah menjangkiti lebih dari 80% negara di dunia.

Jumlah kasus di luar China pun kini sudah dua kali lipat dari total kasus di China sebagai tempat yang diyakini sebagai asal mula virus merebak.



Beralih ke dalam negeri, sebanyak 82 kasus baru infeksi COVID-19 dilaporkan di Indonesia kemarin. Artinya total kasus di Indonesia kini sudah mencapai 309 orang. Sebanyak 25 orang dinyatakan meninggal dunia karena infeksi virus ganas ini dan menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan tingkat kematian tertinggi di dunia.



Jumlah kasus masih berpotensi terus bertambah, baik secara global maupun lokal. Hal ini jelas bukan kabar yang baik untuk pasar hari ini. Bagaimanapun juga COVID-19 ini merupakan ancaman terbesar bagi perekonomian untuk saat ini.

Akibat merebaknya COVID-19, OECD merevisi turun perkiraan ekonomi global untuk tahun 2020 menjadi 2,4% dari sebelumnya 2,9% atau turun 50 bps. Organisasi tersebut juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi dalam negeri sebesar 4,8% tahun ini.

Sementara itu, kemarin dalam konferensi persnya, BI juga merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari sebelumnya 5-5,4% menjadi 4,2-4,6% atau turun 80 bps akibat adanya COVID-19.

Sebenarnya amunisi untuk meredam dampak COVID-19 sudah dipersiapkan oleh berbagai negara mulai dari AS hingga Indonesia. Baik itu stimulus fiskal yang berupa transfer uang tunai sebesar US$ 1.200 per orang di AS hingga paket stimulus ekonomi jilid III di Indonesia.

Bank sentral pun tak mau ketinggalan berpartisipasi untuk memberikan stimulus Mulai dari The Fed yang pangkas suku bunga acuan hingga 100 bps dan mulai melakukan program quantitative easing (QE).

Langkah yang serupa juga dilakukan oleh bank sentral Eropa (ECB) dengan melakukan program pembelian aset keuangan (QE) sebesar lebih dari EUR 750 miliar, Bank of England yang kembali pangkas suku bunga acuan hingga menjadi 0,1% dan terakhir BI yang menurunkan BI 7-DRRR menjadi 4,5%.

Namun pasar masih belum benar-benar merespons stimulus tersebut dengan nada yang positif. Bagaimanapun juga potensi pertambahan jumlah kasus yang masih akan terjadi menjadi risiko besar yang dilihat oleh pasar. (twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular