Newsletter

Kasus Corona Global Kini 200 Ribu, Apa Kabar IHSG?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
19 March 2020 06:05
COVID-19 Masih Menjadi Sentimen Utama Penggerak Pasar Hari Ini
Foto: Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Hari ini kita akan kembali bertemu dengan Mr. Market. Sebelum benar-benar berhadapan langsung, alangkah baiknya kita mempersiapkan diri. Ada beberapa sentimen yang perlu dicermati.

Kejatuhan Wall Street tadi pagi jelas bukan berita bagus untuk bursa saham Asia terutama Indonesia yang akan membuka perdagangan pagi hari ini. Wall Street masih bergerak dengan pola yang sama, diangkat untuk kemudian dijatuhkan. Volatilitasnya tinggi.

Mau bagaimana lagi, pasar memang sangat sensitif dan reaktif. Setelah amunisi berupa stimulus fiskal dan moneter disiapkan oleh pemerintah dan bank sentral global, pasar masih ogah untuk kalem.

Bagaimanapun juga banyak yang menyangsikan stimulus ini akan efektif meredam dampak pandemi terhadap perekonomian. Masalahnya dengan wabah yang terus merebak, orang-orang jadi kehilangan produktivitasnya karena harus menjalani prosedur isolasi diri dalam jangka waktu tertentu.

Hal ini jelas memukul perekonomian dari dua sisi secara langsung, baik dari permintaan maupun rantai pasok. Akar masalahnya terletak pada si virus itu sendiri. Sehingga, untuk saat ini yang benar-benar ingin didengar pasar adalah kabar baik seperti penurunan jumlah kasus.

Namun yang terjadi justru sebaliknya. Kasus terus bertambah banyak. Data John Hopkins University CSSE menunjukkan, jumlah kasus infeksi secara global sudah melampaui angka 200 ribu pada 02.00 WIB dini hari tadi.

Jumlah kasus yang dilaporkan di China sudah turun drastis. Namun lonjakan kasus yang signifikan justru terjadi di luar China. Kini wabah ganas ini telah menjangkiti lebih dari 150 negara dan teritori.



Sementara itu dari dalam negeri, jumlah kasus infeksi COVID-19 juga bertambah 55 sehingga total kasus mencapai 227 kasus. Jumlah korban meninggal di tanah air bertambah menjadi 19 orang.



Hal ini memuat tingkat kematian di Indonesia berada di angka 8% dan menjadi yang terburuk kedua setelah Filipina di Asia Tenggara dan juga menjadi yang terburuk jika dibandingkan dengan 10 negara dengan jumlah kasus terbanyak. Jelas ini mengkhawatirkan dan merupakan kabar yang tidak sedap untuk pasar hari ini.



Badan Intelijen Negara (BIN) memperkirakan wabah COVID-19 akan mencapai puncaknya pada bulan Mei nanti saat Ramadhan. Kasus di dalam negeri maupun di luar negeri masih berpotensi untuk terus bertambah.

Jika mengacu pada China, butuh waktu kurang lebih 40 hari untuk mencapai fase puncak dari fase lonjakan awal. Ini baru hari ke-22 setelah lonjakan kasus di luar China berada di fase awalnya. Artinya masih ada waktu kurang lebih dua minggu ke depan untuk virus ini bisa mencapai fase puncak.

Namun fase puncak bisa terjadi lebih cepat atau bahkan lebih lambat. Hal ini sangat tergantung pada respons masing-masing negara dalam berperang melawan si patogen ganas.

Banyak negara sudah mulai mengambil langkah untuk menetapkan lockdown yang sifatnya beberapa daerah saja hingga satu negara. Italia yang kini menjadi negara dengan jumlah infeksi terbesar kedua setelah China telah memberlakukan lockdown satu negara penuh. Sementara Malaysia baru memberlakukan lockdown mulai dari kemarin hingga akhir Maret nanti.

Indonesia memang belum mengambil opsi lockdown. Namun beberapa upaya yang dilakukan untuk menangkal transmisi virus yang makin meluas adalah dengan kebijakan social distancing seperti meliburkan sekolah, menutup tempat pariwisata hingga kebijakan kerja dari rumah (work from home). (twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular