
Newsletter
The Fed dengan Bazooka-nya vs COVID-19, Siapa Menang ?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 March 2020 06:09

Pasar saham Paman Sam minggu lalu juga bergerak dengan volatilitas tinggi. Setelah nyaris terkoreksi 10% pada perdagangan Kamis (12/03/2020), tiga indeks utama bursa New York langsung melompat lebih dari 9% pada hari perdagangan terakhir Jumat pekan lalu (13/3/2020) waktu setempat.
Walaupun ditutup melesat signifikan pada akhir perdagangan, tiga indeks saham utama Amerika Serikat (AS) masih membukukan koreksi untuk periode mingguan. Pada periode 06-13 Maret, indeks S&P 500 masih mencatatkan koreksi sebesar 8,79% (wow), Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambles 10,4% (wow) dan Nasdaq Compsote tersungkur 8,17% (wow).
Jumlah kasus infeksi COVID-19 di AS terus bertambah setiap harinya hingga melampaui angka 1.000. Jelas ini membuat panik pasar saham AS. Ketakutan yang dirasakan di pasar saham AS ini tercermin dari indeks volatilitas yang berada di level tertingginya.
CBOE Equity Volatility Index atau fear index mencerminkan kekhawatiran di pasar. Saat ini indeks volatilitas berada di level tertingginya. Bahkan hampir menyamai rekor levelnya saat krisis keuangan terjadi pada 2008-2009. Hal yang ditakutkan adalah ekonomi terbesar di dunia ini akan jatuh ke dalam jurang resesi.
Hal ini diperdebatkan oleh banyak ekonom AS. Data-data pemodelan ekonomi yang digunakan untuk memprediksi perekonomian di masa mendatang sering kali gagal memprediksi adanya kejadian yang tak terlihat seperti wabah COVID-19 ini.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin ikut memberikan komentar saat pasar saham AS mengalami kejatuhan akibat wabah COVID-19 yang menjangkiti dunia dan negaranya. Mnuchin meyakini bahwa COVID-19 ini tak akan membawa perekonomian AS ke dalam resesi.
“Aktivitas ekonomi akan membaik setelah kita berhasil melawan virus ini” kata Mnuchin seperti yang diwartakan ABC News. “Masalahnya bukan terletak pada perekonomian saat ini. Namun lebih kepada alat apa yang akan kita gunakan untuk melewati ini” tambahnya.
Namun pandangan berbeda justru malah diutarakan oleh ekonom kelas kakap AS yang juga eks wakil gubernur bank sentral AS, Alan Blinder. Blinder justru melihat ekonomi AS bisa saja sudah mengalami resesi.
“Saya tidak akan terkejut sedikit pun jika kita melihat pada data, bahwa resesi dimulai di bulan Maret” kata Blinder pada Rabu pekan lalu, melansir CNBC International. “Butuh berbulan-bulan untuk memperoleh data yang relevan untuk bisa menyimpulkan hal itu. Namun hal itu tak akan mengejutkan saya sedikit pun” ungkapnya.
Senada dengan Blinder, Gary Cohn selaku mantan Kepala Dewan Ekonomi Nasional AS juga mengatakan ada kemungkinan AS sudah memasuki periode resesi. “Ini benar-benar menjadi krisis kesehatan masyarakat yang besar yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan konsumen” kata Cohn kepada CNN pada Jumat (13/3/2020)
“Kemungkinan besar saya katakan, kita sudah berada dalam resesi. Kita mengalami pertumbuhan negatif sekarang dan pasar mulai menunjukkan hal itu” tambah Cohn, mengutip CNBC International.
Para analis sebenarnya juga sudah memperingatkan faktor lain yang juga jadi indikator pelemahan ekonomi AS mulai dari laba perusahaan yang cenderung flat, aktivitas pada sektor manufaktur yang masih lemah hingga tingginya utang korporasi.
Selain COVID-19, analis juga sudah mewanti-wanti akan adanya ancaman lain bagi perekonomian Paman Sam seperti kemungkinan terjadinya perang dagang kembali dengan China, ketegangan AS-Iran hingga pemilu AS yang memecah belah.
Kata ‘resesi’ memang jadi momok bagi siapa pun. Bagaimanapun juga resesi tidak akan diumumkan secara resmi hingga ekonomi jatuh ke dalamnya atau bahkan sudah melaluinya. Namun yang kita lihat di pasar setiap hari adalah kekhawatiran akan hal itu yang makin tereskalasi.
(twg/twg)
Walaupun ditutup melesat signifikan pada akhir perdagangan, tiga indeks saham utama Amerika Serikat (AS) masih membukukan koreksi untuk periode mingguan. Pada periode 06-13 Maret, indeks S&P 500 masih mencatatkan koreksi sebesar 8,79% (wow), Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambles 10,4% (wow) dan Nasdaq Compsote tersungkur 8,17% (wow).
Jumlah kasus infeksi COVID-19 di AS terus bertambah setiap harinya hingga melampaui angka 1.000. Jelas ini membuat panik pasar saham AS. Ketakutan yang dirasakan di pasar saham AS ini tercermin dari indeks volatilitas yang berada di level tertingginya.
CBOE Equity Volatility Index atau fear index mencerminkan kekhawatiran di pasar. Saat ini indeks volatilitas berada di level tertingginya. Bahkan hampir menyamai rekor levelnya saat krisis keuangan terjadi pada 2008-2009. Hal yang ditakutkan adalah ekonomi terbesar di dunia ini akan jatuh ke dalam jurang resesi.
Hal ini diperdebatkan oleh banyak ekonom AS. Data-data pemodelan ekonomi yang digunakan untuk memprediksi perekonomian di masa mendatang sering kali gagal memprediksi adanya kejadian yang tak terlihat seperti wabah COVID-19 ini.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin ikut memberikan komentar saat pasar saham AS mengalami kejatuhan akibat wabah COVID-19 yang menjangkiti dunia dan negaranya. Mnuchin meyakini bahwa COVID-19 ini tak akan membawa perekonomian AS ke dalam resesi.
“Aktivitas ekonomi akan membaik setelah kita berhasil melawan virus ini” kata Mnuchin seperti yang diwartakan ABC News. “Masalahnya bukan terletak pada perekonomian saat ini. Namun lebih kepada alat apa yang akan kita gunakan untuk melewati ini” tambahnya.
Namun pandangan berbeda justru malah diutarakan oleh ekonom kelas kakap AS yang juga eks wakil gubernur bank sentral AS, Alan Blinder. Blinder justru melihat ekonomi AS bisa saja sudah mengalami resesi.
“Saya tidak akan terkejut sedikit pun jika kita melihat pada data, bahwa resesi dimulai di bulan Maret” kata Blinder pada Rabu pekan lalu, melansir CNBC International. “Butuh berbulan-bulan untuk memperoleh data yang relevan untuk bisa menyimpulkan hal itu. Namun hal itu tak akan mengejutkan saya sedikit pun” ungkapnya.
Senada dengan Blinder, Gary Cohn selaku mantan Kepala Dewan Ekonomi Nasional AS juga mengatakan ada kemungkinan AS sudah memasuki periode resesi. “Ini benar-benar menjadi krisis kesehatan masyarakat yang besar yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan konsumen” kata Cohn kepada CNN pada Jumat (13/3/2020)
“Kemungkinan besar saya katakan, kita sudah berada dalam resesi. Kita mengalami pertumbuhan negatif sekarang dan pasar mulai menunjukkan hal itu” tambah Cohn, mengutip CNBC International.
Para analis sebenarnya juga sudah memperingatkan faktor lain yang juga jadi indikator pelemahan ekonomi AS mulai dari laba perusahaan yang cenderung flat, aktivitas pada sektor manufaktur yang masih lemah hingga tingginya utang korporasi.
Selain COVID-19, analis juga sudah mewanti-wanti akan adanya ancaman lain bagi perekonomian Paman Sam seperti kemungkinan terjadinya perang dagang kembali dengan China, ketegangan AS-Iran hingga pemilu AS yang memecah belah.
Kata ‘resesi’ memang jadi momok bagi siapa pun. Bagaimanapun juga resesi tidak akan diumumkan secara resmi hingga ekonomi jatuh ke dalamnya atau bahkan sudah melaluinya. Namun yang kita lihat di pasar setiap hari adalah kekhawatiran akan hal itu yang makin tereskalasi.
(twg/twg)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular