Newsletter

Suku Bunga Akan Turun, IHSG Bisa 'Move On' Dulu Dari Corona

Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
03 March 2020 07:03
Pasar Obligasi dan Wall Street
Foto: Ilustrasi Bursa, Pergerakan Layar IHSG di Gedung BEI Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Pergerakan IHSG juga seiring dengan koreksi yang masih terjadi di pasar obligasi. Harga surat utang negara (SUN) kemarin juga ditutup terkoreksi cukup signifikan yang menyebabkan adanya kenaikan tingkat imbal hasil (yield) di hampir seluruh empat seri acuan, yakni tenor 5 tahun, 10 tahun, 15 tahun, dan 20 tahun.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya. Yield yang menjadi acuan keuntungan yang didapat investor juga lebih umum dijadikan acuan transaksi obligasi dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Seri yang paling dilihat pasar yaitu FR0082 yang bertenor 10 tahun mengalami kenaikan yield hingga 7,6 bps (normalnya di bawah 5 bps) menjadi 6,96%, sedangkan kenaikan yield paling besar dialami seri FR0081 yang bertenor 5 tahun dengan kenaikan yield sebesar 10,3 bps menjadi 6,16%.

Koreksi juga sedikit terjadi pada pasar obligasi AS, atau yang biasa disebut US Treasury. Karena ada sentimen positif, harga US Treasury yang biasanya berbalik arah dari pasar saham akhirnya terkoreksi tipis dan membuat yield seri acuan 10 tahun instrumen utang itu naik dari titik terbawahnya sepanjang masa 1,12% menjadi 1,15%.

Ketika pernyataan Bank Indonesia belum mampu membalikkan koreksi pasar saham dan obligasi, kata-kata sang gubernur Perry Warjiyo ternyata mampu membalikkan posisi rupiah di mata valuta asing (valas) lain terutama dolar AS dan mematahkan tren koreksi 9 hari beruntun. Koreksi itu hampir membuat rupiah terkoreksi secara akumulatif 5%.

Di awal perdagangan, Mata Uang Garuda terlihat akan memperpanjang rentetan pelemahan tersebut, sebelum akhirnya BI "turun tangan" dan membuat rupiah berbalik menguat.

Rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% ke level Rp 14.350/US$. Depresiasi rupiah semakin tebal hingga 0,52% ke Rp 14.415/US$ pada pertengahan perdagangan. BI yang mengadakan konferensi pers dan menggelontorkan stimulus moneter membuat Mata Uang Garuda berbalik perkasa.

Rupiah langsung berbalik menguat 0,84% ke Rp 14.220/US$ sebelum sebelum mengakhiri perdagangan di level Rp 14.260/US$ atau menguat 0,56% di pasar spot, melansir data Refinitiv.

Mata uang utama Asia memang sedang menguat melawan dolar AS kemarin. Hingga pukul 16:50 WIB, won Korea Selatan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik setelah menguat 0,86%. Sementara rupiah berada di posisi runner up.

Di Asia, bursa saham utama Asia rata-rata ditutup menguat signifikan, di atas 1%, tidak seperti pasar keuangan di pasar domestik yang masih berjibaku dengan berita virus corona. Indeks Shanghai Composite di China menguat 3,15% ke 2970,93, indeks Hang Seng di Hong Kong naik 0,62%ke 26291,68, sedangkan indeks Nikkei di Jepang menguat 0,95%ke 21,344.08.

Penguatan yang terjadi di bursa Asia memang tidak berimbas ke dalam negeri karena sentimen negatif di bursa nasional tentang dua pasien virus corona masih cukup membebani IHSG dan pasar SUN.

Mayoritas indeks saham utama Eropa juga ditutup menguat meskipun tipis setelah aksi jual masif pekan lalu. FTSE 100 di Inggris naik 1,13%, CAC di Prancis menguat 0,45%, sedangkan DAX di Jerman masih terkoreksi -0,27%.

Di Amerika Serikat, semalam pelaku pasar di Wall Street menyerbu kembali pasar saham dan membuat indeks acuan di Negeri Paman Sam berbalik menguat secara signifikan. Penguatan atau aksi 'ngelawan balik' itu bahkan membuat indeks S&P 500, atau SPX, terbang dan mencetak rekor penguatan tertinggi harian setidaknya sejak setahun terakhir.



Menggilanya pasar saham AS tidak lepas dari ekspektasi bahwa bank sentral di dunia sedang mempersiapkan aksi pemangkasan suku bunga sebagai obat kuat menghadapi loyonya ekonomi dunia yang masih terdampak virus corona. Hasilnya, indeks S&P 500 melonjak 4,6%, Dow Jones Industrial Avg meloncat 5,09%, dan Nasdaq Composite menggeliat 4,49%.

Gubernur Bank of Japan Haruhiko Kuroda menyatakan bahwa bank sentral yang dia pimpin siap mengambil langkah yang dibutuhkan untuk menstabilkan pasar keuangan, yang mengikut pernyataan serupa dari Gubernur The Fed Jerome Powell di akhir pekan lalu.

Terang saja. Polling yang digelar CME Group's FedWatch menunjukkan bahwa seluruh pelaku pasar memprediksi ada probabilitas mutlak 100% bahwa The Fed akan segera memangkas suku bunga acuannya sebesar 50 bps dalam Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pada 18 Maret nanti. (irv)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular