Newsletter

Menanti IHSG Rupiah Bangkit di Tengah Waswas Pidato Fed & Ketok APBN

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
23 September 2025 06:15
Foto Kolase Rupiah dan Saham.
Foto: Foto Kolase Rupiah dan Saham. (CNBC Indonesia)
  • Pasar keuangan Indonesia kompak mengakhiri perdagangan di zona merah, IHSG dan rupiah melemah
  • Wall Street kembali mencetak rekor ditopang oleh lonjakan saham Nvidia
  • Anggaran pemerintah dan pidato Powell akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta,CNBC Indonesia- Pasar keuangan domestik mengawali pekan ini dengan pergerakan yang lebih rapuh dibanding penutupan rekor di akhir pekan lalu.

Pada perdagangan Senin (22/9/2025), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi tipis sementara rupiah melanjutkan tren pelemahannya hingga menyentuh level psikologis baru Rp16.600 per dolar AS. Kontras antara saham yang mulai kehilangan momentum dan rupiah yang semakin tertekan memperlihatkan bahwa optimisme pekan lalu kini berhadapan langsung dengan realitas tekanan eksternal.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan berbalik arah ke zona positif hari ini. Selengkapnya mengenai pergeerakan pasar hari ini bisa ibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG ditutup melemah 11,08 poin atau 0,14% ke level 8.040,04 . Sebanyak 371 saham menguat, 297 melemah, dan 132 stagnan. Sektor barang baku dan finansial tercatat menjadi pemberat utama, sedangkan konsumer primer dan properti justru menorehkan penguatan.

Investor asing masih mencatat net sell sebesar Rp 491,53 miliar pada perdagangan kemarin.

Saham Amman Mineral Internasional (AMMN) bersama bank-bank besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia BBRI dan PT Bank Central Asia (BBCA) ikut menyeret indeks ke bawah. Nilai transaksi mencapai Rp23,09 triliun dengan 39,85 miliar saham berpindah tangan dalam 2,31 juta kali transaksi.

Di pasar valuta asing, rupiah ditutup melemah 0,09% ke Rp16.600 per dolar AS pada perdagangan Senin . Sepanjang perdagangan, rupiah sempat menyentuh Rp16.635 sebelum akhirnya menahan pelemahan tipis.

Tren ini menandai pelemahan tiga hari beruntun, dipengaruhi kombinasi faktor global dan domestik.

Di level global, dolar AS masih bertahan kuat dengan indeks DXY di kisaran 97,6, sementara di dalam negeri, kebijakan Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan 25 basis poin ke 4,75% dipandang pasar terlalu agresif. Kekhawatiran terhadap independensi bank sentral ikut mempertebal premi risiko rupiah.

Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor melandai tipis ke 6,33%, dari 6,34% pada hari sebelumnya. Imbal hasul yang melandai menandai SBN tengah diburu sehingga harganya naik.

Dari bursa Amerika Serikat (AS), indeks S&P 500 mencapai rekor baru pada perdagangan Senin atau Selasa dini hari waktu Indonesia. Rekor ditopang oleh kenaikan saham Nvidia, setelah pengumuman kemitraan dengan OpenAI memicu optimisme investor tentang masa depan kecerdasan buatan.

Indeks S&P naik 0,44% ke level 6.693,75, sementara Nasdaq Composite melonjak 0,70% menjadi 22.788,98. Dow Jones Industrial Average menguat 66,27 poin, atau 0,14%, ke 46.381,54. Bersama dengan S&P 500, Nasdaq, dan Dow semuanya menyentuh rekor tertinggi intraday sepanjang masa selama sesi perdagangan dan juga ditutup di level rekor.

Meskipun saham sempat dibuka lebih rendah, pasar akhirnya berbalik naik berkat dorongan dari Nvidia dan saham lain.

Saham perusahaan chip AI itu naik 3,9% setelah mengumumkan akan menginvestasikan US$ 100 miliar di OpenAI untuk pembangunan pusat data.

Kesepakatan baru ini bisa menandakan bahwa perdagangan saham AI akan terus mendorong pertumbuhan EPS dan harga saham hingga 2026 dan seterusnya.

Saham terkait AI lainnya, Oracle, juga ikut melonjak pada hari Senin setelah raksasa perangkat lunak itu mengumumkan promosi Clay Magouyrk dan Mike Sicilia sebagai co-CEO, sementara Safra Catz mundur dari jabatan CEO untuk menjadi wakil ketua eksekutif dewan perusahaan. Saham Oracle naik 6% pada Senin, menambah reli besar 45% bulan ini.

Saham Apple juga menguat 4% berkat antusiasme terhadap penjualan iPhone terbaru.

Namun, risiko meningkatnya potensi shutdown pemerintah AS menahan laju kenaikan pasar.

Pekan lalu, Senat menolak usulan dari Partai Republik maupun Demokrat untuk setidaknya mendanai sementara pemerintah federal. Pemimpin Demokrat Senat, Chuck Schumer, kemudian mendesak Presiden Donald Trump untuk bertemu dengan Demokrat guna mencapai kesepakatan. Batas waktu Kongres untuk mendanai pemerintah adalah 30 September.

Pasar baru saja menutup pekan yang solid, dengan tiga indeks utama mencetak rekor tertinggi sepanjang masa dan indeks saham berkapitalisasi kecil Russell 2000 mencatat penutupan rekor pertamanya sejak November 2021, setelah The Federal Reserve memangkas suku bunga untuk pertama kalinya sejak Desember lalu. Para trader saat ini memperkirakan akan ada dua kali lagi pemangkasan suku bunga masing-masing 25 bps sebelum akhir tahun.

"Selama tidak terjadi sesuatu yang benar-benar buruk dalam tiga bulan ke depan, pada dasarnya pasar sedang memberi sinyal bahwa mereka ingin bergerak lebih tinggi dan akan mencapainya pada akhir tahun," kata Sam Stovall, kepala strategi investasi di CFRA Research, dikutip dari CNBC International.

Minggu ini, yang menurut data Citadel Securities secara historis merupakan periode terlemah bagi S&P 500, akan dirilis data terbaru ukuran inflasi favorit The Fed, yaitu indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE).

Para ekonom memperkirakan inflasi tetap cukup terkendali sehingga The Fed dapat mempertahankan sikap kebijakan moneter saat ini.

Pasar keuangan domestik kemarin dipengaruhi beberapa faktor  eksternal, juga sorotan publik terhadap konferensi pers APBN KiTa edisi September 2025 hingga kebijakan China.

Untuk pertama kalinya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tampil di depan publik sejak menggantikan Sri Mulyani. Agenda ini sempat ditunda pekan lalu karena reshuffle kabinet, sehingga presentasi kemarin menjadi momen penting dalam menilai arah kebijakan fiskal di bawah kepemimpinannya.

APBN KiTa Perdana Purbaya

Untuk pertama kalinya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tampil di depan publik sejak menggantikan Sri Mulyani. Agenda ini sempat ditunda pekan lalu karena reshuffle kabinet, sehingga presentasi kemarin menjadi momen penting dalam menilai arah kebijakan fiskal di bawah kepemimpinannya.

Data yang dipaparkan menunjukkan kondisi APBN yang menantang. Hingga Agustus 2025, pendapatan negara tercatat Rp1.638,7 triliun atau baru 57,2% dari target outlook, turun 7,8% dibanding periode sama tahun lalu. Belanja negara mencapai Rp1.960,3 triliun, juga baru 55,6% dari target.

Dengan realisasi seperti ini, APBN mencatat defisit Rp321,6 triliun atau 1,35% PDB-dua kali lipat lebih dalam dibandingkan tahun lalu yang hanya 0,69% PDB. Meski demikian, keseimbangan primer masih mencatat surplus Rp22 triliun, yang menurut Purbaya menandakan adanya ruang untuk mempercepat belanja di sisa tahun.

Sorotan tajam tertuju pada lambatnya realisasi program prioritas. Dari pagu Rp923,8 triliun, baru Rp420,3 triliun atau 45,5% yang terserap hingga Agustus.

Artinya, masih ada Rp503,5 triliun yang harus diakselerasi hanya dalam empat bulan ke depan. Beberapa program bahkan sangat tertinggal, seperti makan bergizi gratis yang baru terealisasi Rp13 triliun (18,3% dari pagu Rp71 triliun) dan sekolah rakyat baru 4,9% dari target. Sebaliknya, bantuan iuran JKN sudah mencapai 74,7% dari pagu Rp46,5 triliun, menunjukkan adanya ketimpangan serapan antarprogram.

Selain itu, Purbaya juga menyinggung rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN), yang masih tertunda. Dengan Anggito Abimanyu yang segera meninggalkan kursi Wamenkeu, arah lembaga ini kini bergantung penuh pada keputusan Presiden.

Bagi pasar, sinyal ini penting karena BPN sebelumnya digadang-gadang untuk meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap PDB hingga 23% di 2045. Ketidakpastian pelaksanaan membuat investor menakar kembali efektivitas reformasi fiskal.

Rilis data uang beredar (M2) Juli 2025 oleh Bank Indonesia

Hari ini, sorotan beralih ke agenda domestik lain: rilis data uang beredar (M2) Juli 2025 oleh Bank Indonesia periode Agustus 2025. Pada Juni lalu, M2 tumbuh 6,4% yoy, lalu naik menjadi 6,5% pada Juli dengan nilai Rp9.569,7 triliun. Kenaikan ini terutama ditopang pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 8,7% dan aktiva luar negeri bersih yang melonjak 7,3%.

Sementara itu, penyaluran kredit tumbuh lebih lambat, 6,6% yoy, setelah bulan sebelumnya sempat 7,6%. Pasar akan menilai apakah pertumbuhan likuiditas ini mampu menopang konsumsi dan investasi di tengah pelemahan rupiah dan ketidakpastian global.

RAPBN 2026 Diketok

Hari ini,  DPR akan menggelar Rapat Paripurna dengan agenda antara lain Pembicaraan TK II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang APBN TA 2026 hingga Laporan Komisi XI DPR RI atas hasil uji kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di ruang rapat paripurna DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

RAPBN 2026 sudah melalui tahap pembahasan di DPR sejak Agustus 2025. Ada penambahan belanja yang berimplikasi pada naiknya defisit anggaran.

PMI Global S&P September

Dari eksternal, Amerika Serikat menjadi pusat perhatian. PMI Global S&P untuk September akan dirilis malam ini, memberi gambaran apakah momentum ekspansi ekonomi masih terjaga. Bulan lalu, PMI Komposit direvisi turun menjadi 54,6, sementara manufaktur mencatat 53,0-tertinggi sejak Mei 2022.

Angka-angka ini menunjukkan ekonomi AS masih kuat, meski sektor jasa mulai melambat. Jika PMI kembali solid, dolar AS berpotensi bertahan kuat, memperlemah ruang pemulihan rupiah yang sudah menembus Rp16.600 kemarin.

 Pidato Ketua The Fed Jerome Powell

Selain data, Pidato Ketua The Fed Jerome Powell juga menjadi momen krusial. Powell dijadwalkan berbicara di Rhode Island, bersama Michelle Bowman di forum terpisah. Pasar akan mencari sinyal apakah The Fed akan mempertahankan sikap dovish pasca pemangkasan suku bunga 25 bps bulan lalu, atau justru menahan ekspektasi pelonggaran lebih lanjut karena inflasi PCE masih di kisaran 2,9%.

Jika Powell menekankan kehati-hatian, dolar bisa kembali menguat dan memberi tekanan tambahan bagi aset berisiko di emerging markets.

Dengan kombinasi faktor tersebut, investor domestik menghadapi keseimbangan yang rapuh. Dari satu sisi, fiskal memberi sinyal perlunya percepatan belanja dengan defisit yang masih terjaga. Dari sisi lain, tekanan eksternal dari data AS dan arah kebijakan The Fed tetap menjadi ancaman bagi rupiah dan IHSG. Selasa ini akan menjadi ujian: apakah pasar mampu menepis ketidakpastian global dan fokus pada fundamental domestik, atau justru kembali terbebani oleh arus keluar modal asing.

Simak Rilis Data dan Agenda Hari ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Uang beredar Agustus
  • Indonesia dan Uni Eropa akan menandatangani Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement di Bali. Turut hadir Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Komisioner Perdagangan dan Keamanan Ekonomi Komisi Eropa.

  • Rapat Paripurna DPR dengan agenda antara lain Pembicaraan TK II/Pengambilan Keputusan Terhadap RUU tentang APBN TA 2026 hingga Laporan Komisi XI DPR RI atas hasil uji kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di ruang rapat paripurna DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

  • Penawaran Umum Saham Perdana atau Initial Public Offering (IPO) PT Merdeka Gold Resources Tbk. di Main Hall, Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan.



Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • IPO: PT. Merdeka Gold Resources
  • RUPS: INCO, LIFE
  • Public Expose: LOPI





CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular