Newsletter

Rupiah & IHSG Sudah Lama Sakit, Kapan Bisa Bangkit?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 February 2020 06:04
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Sentimen ketiga adalah nilai tukar dolar AS yang terus menguat. Pada pukul 03:19 WIB, Dollar Index (yang mencerminkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,07%.

Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah menguat 1,1%. Secara year-to-date, penguatannya lebih sangar lagi yaitu 2,75%.

 

Sepertinya mata uang Negeri Paman Sam adalah sahabat yang paling dipercaya oleh pelaku pasar saat ini. Pasalnya, kinerja perekonomian AS tetap oke-oke saja saat negara-negara lain mulai mengendur akibat terpaan virus corona.

Pada Januari, penjualan rumah baru di AS naik 7,9% month-on-month menjadi 764.000 unit. Ini adalah rekor penjualan tertinggi sejak Juli 2007.



Seiring peningkatan penjualan, permohonan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) juga naik. Pada pekan yang berakhir 21 Februari, pengajuan KPR tumbuh 1,5% dibandingkan minggu sebelumnya. Masyarakat AS juga bisa menikmati bunga yang lebih murah, karena terjadi penurunan 4 basis poin (bps) ke 3,73% untuk tenor 30 tahun.

Resiliensi perekonomian AS terhadap dampak virus corona membuat pelaku pasar memburu dolar AS. Apalagi Clarida sudah memberi sinyal bahwa belum ada rencana untuk mengubah posisi (stance) kebijakan moneter.

Tanpa penurunan suku bunga acuan, setidaknya dalam waktu dekat, berinvestasi di dolar AS masih akan menarik. Ketika arus modal memihak dolar AS, maka mata uang lainnya tentu akan melemah, tidak terkecuali rupiah.

Sentimen keempat adalah harga minyak dunia yang terus bergerak turun. Pada pukul 03:35 WIB, harga minyak jenis brent dan light sweet masing-masing anjlok 2,55% dan 2,22%. Selama sepekan terakhir, harga brent sudah amblas 9,31% dan light sweet ambrol 8,46%.




"Semuanya masih tentang virus. Selama isu ini masih mendominasi, harga aset sulit untuk naik," ujar Bob Yawger, Direktur Futures Energi di Mizuho yang berbasis di New York, seperti diwartakan Reuters.

Penurunan harga minyak semestinya bisa menjadi sentimen positif buat rupiah. Sebab Indonesia adalah negara net importir minyak, kebutuhan tidak bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri.



Jadi kala harga minyak turun, biaya impor komoditas ini bisa ditekan. Devisa yang terpakai untuk impor bisa dihemat, sehingga tidak terlalu membebani neraca perdagangan dan transaksi berjalan (current account). Fondasi penopang rupiah akan lebih kokoh.

Apalagi rupiah sudah melemah sangat dalam, yaitu 2,39% dalam sebulan terakhir. Ditambah dengan penurunan harga minyak, peluang rupiah untuk bangkit masih ada.

Namun apakah peluang itu cukup besar di tengah keperkasaan dolar AS dan kengerian akibat virus corona? That's the million dollar question, baby...

(aji/sef)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular