
Newsletter
Obligasi: Blessing in Disguise di Tengah Wabah Corona
Arif Gunawan, CNBC Indonesia
14 February 2020 06:40

Di tengah masih besarnya lubang ketakpastian seputar penanganan virus corona, pelaku pasar global pun mulai lebih agresif masuk ke pasar obligasi, membuka babak baru kenaikan pasar obligasi di tengah koreksi bursa saham.
Kekhawatiran terbaru mengenai efek wabah corona terhadap ekonomi muncul dari laporan HSBC yang pada Kamis kemarin memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 menjadi 4,1% secara tahunan. Angka ini turun dibandingkan dengan 5,8% sebelumnya.
Untuk ekonomi setahun penuh, bank berbasis di Hong Kong ini memangkas proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) menjadi 5,3% dari semula 5,8%, dengan menyoroti efek negatif Wabah Wuhan itu terhadap pariwisata, perdagangan, dan rantai suplai.
Di tengah perkembangan itu, pemerintah AS sukses melelang surat utang bertenor 30 tahun dengan imbal hasil (yield) 2,061%. Nilai surat utang tersebut mencapai US$ 19 miliar.
Analis BMO Capital Markets Ben Jeffery menilai hasil lelang itu mengulang kesuksesan beberapa lelang sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa pemodal tak ragu membeli surat utang pemerintah AS, yang tergolong sebagai aset minim risiko (safe haven).
"Fakta bahwa suku bunga sangat rendah dan masih ada permintaan tinggi mendukung argumen bahwa masih akan ada permintaan struktural atas obligasi pemerintah AS," tuturnya sebagaimana dikutip Reuters.
Menurut Kepala Riset Kredit MetLife Investment Management Brian Funk, aksi perburuan itu juga bakal terjadi hingga ke negara berkembang, Surat utang emerging market saat ini merupakan pilihan yang "sedikit mudharatnya."
"Ia memberikan nilai investasi dengan basis risiko yang sudah disesuaikan pada tahap siklus ini," tuturnya sebagaimana dikutip CNBC International.
Catatan Bank of America mengonfirmasi itu, menunjukkan bahwa aliran dana ke pasar surat utang emerging market pekan lalu menyentuh rekor tinggi, terlepas dari aliran dana yang keluar pada pekan sebelumnya.
Dalam sebulan, surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun anjlok ke kisaran 1,6% dari posisi sebulan lalu sebesar 1,85%. Artinya, pemodal tengah mengoleksi aset investasi ini secara besar-besaran.
Di Indonesia, sepanjang tahun berjalan ini imbal hasil surat utang bertenor sama anjlok dari 7,98% pada 31 Desember 2019 menjadi 6,56%. Perlu sentimen positif yang sanget kuat untuk membuat bursa saham bergeliat naik di tengah situasi seperti sekarang ini. (ags)
Kekhawatiran terbaru mengenai efek wabah corona terhadap ekonomi muncul dari laporan HSBC yang pada Kamis kemarin memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi China pada kuartal I-2020 menjadi 4,1% secara tahunan. Angka ini turun dibandingkan dengan 5,8% sebelumnya.
Untuk ekonomi setahun penuh, bank berbasis di Hong Kong ini memangkas proyeksi pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) menjadi 5,3% dari semula 5,8%, dengan menyoroti efek negatif Wabah Wuhan itu terhadap pariwisata, perdagangan, dan rantai suplai.
Di tengah perkembangan itu, pemerintah AS sukses melelang surat utang bertenor 30 tahun dengan imbal hasil (yield) 2,061%. Nilai surat utang tersebut mencapai US$ 19 miliar.
Analis BMO Capital Markets Ben Jeffery menilai hasil lelang itu mengulang kesuksesan beberapa lelang sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa pemodal tak ragu membeli surat utang pemerintah AS, yang tergolong sebagai aset minim risiko (safe haven).
"Fakta bahwa suku bunga sangat rendah dan masih ada permintaan tinggi mendukung argumen bahwa masih akan ada permintaan struktural atas obligasi pemerintah AS," tuturnya sebagaimana dikutip Reuters.
Menurut Kepala Riset Kredit MetLife Investment Management Brian Funk, aksi perburuan itu juga bakal terjadi hingga ke negara berkembang, Surat utang emerging market saat ini merupakan pilihan yang "sedikit mudharatnya."
"Ia memberikan nilai investasi dengan basis risiko yang sudah disesuaikan pada tahap siklus ini," tuturnya sebagaimana dikutip CNBC International.
Catatan Bank of America mengonfirmasi itu, menunjukkan bahwa aliran dana ke pasar surat utang emerging market pekan lalu menyentuh rekor tinggi, terlepas dari aliran dana yang keluar pada pekan sebelumnya.
Dalam sebulan, surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun anjlok ke kisaran 1,6% dari posisi sebulan lalu sebesar 1,85%. Artinya, pemodal tengah mengoleksi aset investasi ini secara besar-besaran.
Di Indonesia, sepanjang tahun berjalan ini imbal hasil surat utang bertenor sama anjlok dari 7,98% pada 31 Desember 2019 menjadi 6,56%. Perlu sentimen positif yang sanget kuat untuk membuat bursa saham bergeliat naik di tengah situasi seperti sekarang ini. (ags)
Next Page
Berikut Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular