Newsletter

Virus Corona Hingga Inflasi Menghantui, IHSG Apa Kabar?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
03 February 2020 06:19
Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Foto: Inggris Meninggalkan Eropa. (AP Photo/Francisco Seco)
Sentimen ketiga yang perlu dicermati pelaku pasar adalah perkembangan proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa atau yang dikenal dengan istilah Brexit.

Sekedar mengingatkan, pada tanggal 12 Desember kemarin Inggris mengadakan pemilihan umum. Melansir BBC, Partai Konservatif memenangi 365 kursi di parlemen atau 47 kursi lebih banyak dari yang berhasil mereka raih pada gelaran pemilihan umum tahun 2017.

Sebagai informasi, sebuah partai biasanya memerlukan lebih dari 320 kursi di Parlemen guna meloloskan rancangan undang-undang.

Dengan kemenangan tersebut, Boris Johnson yang juga merupakan pemimpin Partai Konservatif otomatis mempertahankan posisinya sebagai perdana menteri Inggris.

Kemenangan besar Johnson dan Partai Konservatif kemudian membuahkan hasil. Beberapa waktu yang lalu, Parlemen Inggris menyetujui kesepakatan Brexit yang diajukan oleh Johnson.

Melansir CNBC International, para anggota parlemen di Inggris menyetujui inti dari kesepakatan Brexit yang diajukan oleh Johnson. Kesepakatan Brexit yang diajukan oleh Johnson lolos dengan suara 358 berbanding 234.

Kesepakatan Brexit tersebut lalu dirundingkan oleh kedua kamar yang membentuk Parlemen Inggris, yakni House of Commons dan House of Lords.

Memang, dengan dikuasainya mayoritas kursi Parlemen oleh Partai Konservatif, proses perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) diharapkan bisa berjalan dengan mulus. Seperti diketahui, sebelumnya proposal Brexit selalu kandas di Parlemen.

Pada hari Jumat kemarin, Inggris pada akhirnya resmi meninggalkan Uni Eropa pasca menjadi bagian dari blok ekonomi terbesar di dunia tersebut selama 47 tahun.

Kepergian Inggris dari Uni Eropa pada hari Jumat kemarin sekaligus menandai dimulainya periode transisi yang akan berakhir pada akhir tahun 2020. Selama periode transisi berlangsung, Inggris akan tetap menjadi bagian dari pasar tunggal (single market) dan wilayah kepabeanan (customs union) yang akan membuatnya menikmati perdagangan tanpa tarif dengan negara-negara Uni Eropa lainnya.

Selama periode transisi tersebut, Inggris akan menggelar negosiasi dengan Uni Eropa terkait dengan kesepakatan dagang kedua belah pihak. Jika sampai kedua belah pihak tak bisa mencapai kata sepakat, maka yang namanya ‘no-deal Brexit’ akan tetap terjadi.

Sebelumnya, Bank of England yang merupakan bank sentral Inggris telah memperingatkan bahwa no-deal Brexit bisa mendorong Inggris jatuh ke jurang resesi. Melansir Investopedia, resesi merupakan penurunan aktivitas ekonomi yang sangat signifikan yang berlangsung selama lebih dari beberapa bulan. Sebuah perekonomian bisa dikatakan mengalami resesi jika pertumbuhan ekonominya negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Mengingat Inggris merupakan negara dengan nilai perekonomian terbesar keenam di dunia, tentu potensi jatuhnya Inggris ke jurang resesi akan menjadi sentimen negatif yang secara signifikan menekan laju perekonomian dunia, termasuk Indonesia.

Sentimen keempat yang perlu dicermati pelaku pasar adalah rilis angka inflasi periode Januari 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan bahwa pada bulan lalu terjadi inflasi sebesar 0,46% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,85%.

Sebagai catatan, dalam beberapa waktu terakhir inflasi Indonesia selalu berada di bawah ekspektasi. Pada bulan Desember 2019 misalnya, BPS mengumumkan terjadi inflasi sebesar 0,34% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan yang juga merupakan inflasi untuk keseluruhan tahun 2019 berada di level 2,72%.

"Dengan inflasi Desember 2019 0,34% maka inflasi 2019 secara keseluruhan 2,72%," kata Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS pada awal tahun ini.

Capaian tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi secara bulanan berada di level 0,51%, sementara inflasi secara tahunan berada di level 2,93%.

Sebelumnya lagi pada awal Desember 2019, BPS mengumumkan bahwa sepanjang November 2019 terjadi inflasi sebesar 0,14% secara bulanan, sementara inflasi secara tahunan tercatat di level 3%.

Inflasi pada November 2019 berada di bawah konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia. Median dari 12 ekonom yang ikut berpartisipasi dalam pembentukan konsensus kala itu memproyeksikan tingkat inflasi secara bulanan di level 0,2%, sementara inflasi secara tahunan diperkirakan berada di angka 3,065%.

Rilis angka inflasi yang terus-menerus berada di bawah ekspektasi praktis menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah.

Jika angka inflasi periode Januari 2020 kembali berada di bawah ekspektasi, lagi-lagi hal tersebut akan menguatkan pandangan bahwa tingkat konsumsi masyarakat Indonesia sedang berada di level yang rendah. Implikasinya, saham-saham konsumer bisa diterpa tekanan jual dengan intensitas yang besar. (ank/ank)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular