Newsletter

Tebar Teror! Virus Corona Gerogoti Pasar Saham Global

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 January 2020 06:21
Virus Corona Masih jadi Sentimen Utama
Foto: Penanganan Serius Pasien Terinfeksi Virus Corona di China (Xiong Qi/Xinhua via AP)
Pasar masih perlu terus mencermati perkembangan kasus virus corona baru ini. Pasalnya selain membuat korban terus berjatuhan, bursa saham dunia ikut berguguran. Merosotnya Wall Street tentu bukan bukan kabar baik untuk pasar Asia pagi ini.

Tak hanya Wall Street dan bursa saham kawasan Asia saja yang rontok. Bursa saham Eropa juga mengalami nasib yang sama karena kasus virus corona ini. Indeks bursa Eropa Stoxx 600 anjlok pada lebih dari 2% dalam sehari. Artinya epidemi yang berkembang di China ini telah membuat pasar global menjadi panik.

Saat ini pimpinan WHO Dr. Tedros Adhanom Ghebreyesus dikabarkan sedang berdiskusi dengan pemerintah China terkait perkembangan dari kasus virus ini. WHO masih membutuhkan data terkait karakteristik dari virus ini sebelum mendeklarasikan kondisi sekarang sebagai situasi darurat global.

Pemerintah China juga terus berupaya untuk meningkatkan pasokan alat dan kebutuhan medis lain ke Wuhan termasuk mengirim 3 juta masker, 14.000 pakaian perlindungan dan 110.000 pasang sarung tangan.

CNBC Internasional melaporkan, lebih dari 1.600 staf medis dikirim ke Provinsi Hubei untuk menangani kasus ini. Sebelumnya pemerintah China juga telah menganggarkan dana senilai US$ 145 juta untuk membangun rumah sakit dengan kapasitas mencapai 1.000 kasur untuk pasien yang menderita.

Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah China adalah dengan memperpanjang libur tahun baru hingga 2 Februari nanti. Dengan libur yang diperpanjang diharapkan dapat mengurangi potensi terjadinya kerumunan orang yang berisiko menyebabkan penularan.

Namun potensi kasus terus bertambah masih ada. Tenaga medis yang kewalahan dan padatnya penduduk China terutama di Wuhan mempermudah penyebaran virus ini. Saat ini diperkirakan ada 9 juta orang yang menetap d Wuhan.

Wuhan sendiri dan belasan kota lain saat ini sedang dikarantina agar virus tak meluas ke mana-mana. Fasilitas transportasi untuk semua jalur ditutup, bahkan taman hiburan seperti Disney Land di Shang Hai ditutup.

Hal yang dikhawatirkan adalah virus ini akan terus meluas dan menjadi pandemi seperti pada kasus SARS 2002-2003. SARS sendiri juga diakibatkan oleh virus corona. Pertama kali ditemukan juga di China dan berlangsung kurang lebih empat hingga enam bulan.

Dalam periode tersebut jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 8.096 kasus dan 774 orang dinyatakan meninggal dunia. Artinya tingkat fatalitas SARS mencapai 9,6%. Sedangkan dengan kalkulasi yang sama tingkat fatalitas virus corona baru saat ini berada di angka 2,8%.

Memang masih lebih rendah dari SARS. Namun kalau laju bertambahnya kasus dan kematian terus meningkat, dampaknya benar-benar dapat dirasakan terhadap perekonomian. Tak hanya ekonomi China saja yang kena dampaknya, ekonomi kawasan Asia lain seperti Thailand dan Singapura juga akan kena imbasnya.

"Kami memperkirakan akan ada dampak terhadap perekonomian baik di sisi dunia usaha maupun konsumen jika situasi ini terus bertahan," kata Chan, sebagaimana diberitakan Reuters.



Untuk mengendalikan penyebaran virus Corona, pemerintah Negeri Singa menempuh sejumlah kebijakan. Seluruh warga dengan riwayat perjalanan ke China diminta tinggal di rumah. Pemerintah juga merilis travel advisory terbaru, yang mencegah warga melakukan perjalanan ke China kalau tidak ada keperluan mendesak.

Jangan sampai hal ini terus terjadi, karena dampaknya ke pasar juga akan semakin buruk.

Selain virus corona, pelaku pasar juga perlu mencermati adanya musim rilis laporan keuangan kuartal IV 2019 oleh emiten bursa saham Paman Sam. Walau pasar mengalami koreksi yang signifikan, investor masih optimis dengan kinerja emiten sektor teknologi AS.

Berdasarkan estimasi yang dihimpun Refinitiv, pada kuartal keempat tahun 2019 laba emiten dalam kelompok indeks S&P 500 diramal akan turun 0,8% (yoy), sementara pendapatan akan tumbuh 4,4% (yoy).

Pada 28 Januari 2020, Apple akan merilis laporan keuangannya. Apple diperkirakan akan membukukan pertumbuhan laba sebesar 8,7% (yoy) dan mengalami kenaikan penjualan sebesar 4,8% (yoy) pada kuartal IV-2019

Dalam kondisi seperti sekarang ini saham-saham dari sektor teknologi diperkirakan akan menjadi penggerak bursa saham Paman Sam. Namun jika perkiraan tersebut ternyata meleset, koreksi harga saham-saham emiten teknologi yang tergabung dalam FAANG+M (Facebook, Amazon, Apple, Netfix, Google dan Microsoft) mungkin terjadi. (twg)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular