
Newsletter
IMF Pangkas Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global, Tapi...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
21 January 2020 05:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup bervariasi pada perdagangan kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat tipis.
Kemarin, IHSG ditutup terkoreksi 0,74%. Bursa saham utama Asia pun mayoritas melemah. Hanya bursa China, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan yang masih mampu menguat.
Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada perdagangan kemarin:
Sementara rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan tipis 0,04% di hadapan greenback. Apresiasi rupiah baru terjadi sesaat jelang pasar ditutup, setelah mata uang Tanah Air nyaris seharian nyangkut di zona merah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada perdagangan kemarin:
Well, sepertinya investor memang sedang kurang gairah dan enggan masuk ke pasar keuangan Asia. Ini tercermin dari transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang biasa-biasa saja, tidak ada lonjakan berarti.
Kemarin, nilai transaksi di BEI tercatat Rp 6,57 triliun. Sedikit di atas rata-rata transaksi sejak awal tahun yaitu Rp 6,37 triliun tetapi jauh di bawah rata-rata bulan lalu yang mencapai Rp 8,16 triliun. Bahkan kemarin investor asing mencatatkan jual bersih Rp 668,71 triliun.
Kemungkinan investor tengah wait and see karena dalam waktu dekat akan ada peristiwa besar di AS. Pada Selasa waktu Washington, Presiden AS Donald Trump akan mulai menjalani sidang pemakzulan (impeachment) di Senat.
Bulan lalu, House of Representatives (bagian dari Kongres AS yang dikuasai kubu oposisi Partai Demokrat) memutuskan untuk mengajukan pemakzulan terhadap sang presiden ke-45. Trump dinilai membahayakan kepentingan dan keamanan nasional serta menghalangi upaya penyelidikan.
Impeachment terhadap Trump diajukan setelah tudingan konspirasi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. Berbicara melalui sambungan telepon pada 25 Juli 2019, Trump ditengarai meminta pemerintahan Zelenskiy untuk melakukan penyelidikan atas bisnis migas keluarga Joe Biden di negara pecahan Uni Soviet tersebut. Demokrat menuding Trump menjanjikan bantuan senilai US$ 400 juta dalam bentuk asistensi militer.
Biden, eks wakil presiden pada masa pemerintahan Barack Obama, adalah salah satu kandidat kuat calon presiden Partai Demokrat untuk pemilihan tahun depan. Langkah Trump diduga sebagai upaya menjegal Biden dalam kontestasi politik Negeri Adidaya.
Demokrat menilai Trump melanggar sumpah jabatan karena menjanjikan sesuatu yang terkait dengan wewenangnya untuk menguntungkan diri sendiri atau golongan tertentu. Trump juga dianggap membahayakan keamanan nasional.
Di sidang Senat, apabila keputusan akhir harus melalui voting, Trump tetap bertahan di Gedung Putih apabila kurang dari dua per tiga (67 suara) menyatakan dirinya bersalah. Kalau dua pertiga anggota Senat menyatakan Trump bersalah, maka ucapkan selamat tinggal kepada Gedung Putih. Wakil Presiden Mike Pence akan mengambil alih.
Meski relatif kecil, tetap ada risiko AS bakal mengalami pergantian kepemimpinan di tengah jalan. Ini akan menyebabkan ketidakpastian, sesuatu yang sangat tidak disukai oleh pelaku pasar. Jadi wajar kalau investor memilih menunggu dan bermain aman sampai ada perkembangan terbaru.
Namun bukan berarti investor bisa berleha-leha, karena tetap ada sentimen yang perlu dicermati. Pertama adalah rilis proyeksi ekonomi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF).
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2019 adalah 2,9%, dan akan meningkat menjadi 3,3% pada 2020 dan 3,4% pada 2021. Sedikit melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3% pada 2019, 3,4% pada 2020, dan 3,6% pada 2021.
"Revisi ke bawah tersebut sebagian besar disebabkan oleh India. Secara umum, perkiraan pemulihan pertumbuhan ekonomi global masih tidak pasti. Pemulihan ekonomi akan bergantung kepada negara-negara berkembang, sementara pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju sepertinya masih akan stabil di level yang sekarang," kata Gita Gopinath, Direktur Departemen Riset IMF, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
Pertumbuhan ekonomi global hingga 2021 masih belum pulih sepenuhnya, masih di bawah pencapaian 2018 yaitu 3,6%. Akan tetapi, ada pertanda bahwa perlambatan ekonomi sudah menyentuh titik nadir dan siap untuk bangkit (bottoming out).
"Ada sinyal awal bahwa perlambatan di sisi manufaktur dan perdagangan mungkin akan bottoming out. Kesepakatan damai dagang AS-China Fase I, jika bertahan lama, akan mengurangi tensi perdagangan. Dampak perang dagang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dunia akan berkurang dari 0,8% menjadi 0,5% pada akhir 2020," papar Gopinath.
Oleh karena itu, lanjut Gopoinath, secara umum risiko perekonomian menurun pada 2020. Namun bukan berarti kewaspadaan bisa dikendurkan.
Menurut Gopinath, friksi dagang masih bisa terjadi antara AS dan Uni Eropa. Bahkan risiko perang dagang AS-China pun belum hilang sepenuhnya, karena kedua negara baru sampai di kesepakatan Fase I. Ditambah lagi ada risiko geopolitik dan konflik sosial yang meningkat, seperti di Timur Tengah.
"Hal yang perlu diperhatikan adalah, meski risiko pada 2020 mungkin menurun tetapi opsi kebijakan yang bisa ditempuh pun terbatas. Jadi, sangat penting bagi para pengambil kebijakan agar tidak menambah ketidakpastian," tegas Gopoinath.
Walau memberi wanti-wanti, tetapi IMF sebenarnya menyampaikan kabar gembira. Rasanya 2019 yang penuh nestapa itu adalah titik penderitaan terendah, dan 2020 ekonomi dunia bakal bangkit meski tidak sebaik perkiraan semula.
Proyeksi IMF ini bisa menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Asia. Investor kini boleh semakin optimistis menghadapi 2020.
Libyan National Army (LNA) di bawah komando Khalifa Hafttar menutup pipa yang membuat produksi minyak negara tersebut berkurang drastis dari 1,2 juta narel/hari menjadi hanya 72.000 barel/hari. Kebetulan lapangan-lapangan minyak di Libya sebagian besar berada di wilayah yang dikuasai LNA.
Usai penggulingan Muammar Khadafi, situasi politik Libya memang belum stabil. Sudah lebih dari lima tahun pemerintah Libya terpecah dua, di timur ada LNA dan di barat adalah pemerintahan resmi yang diakui dunia internasional pimpinan Perdana Menteri Fayez Al Serraj.
Akibat pertikaian di Libya, harga minyak merangkak naik. Pada pukul 04:43 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,54% dan light sweet terangkat 0,38%.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak lebih mendatangkan mudarat ketimbang manfaat. Saat ini Indonesia adalah negara net importir minyak sehingga kala harga minyak naik maka biaya impornya akan semakin mahal. Semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak sehingga bisa 'menggoyang' nilai tukar rupiah.
Kini, para pemimpin dunia sedang membujuk dua kekuatan di Libya untuk gencatan senjata. Negara-negara yang mendukung masing-masing faksi berkumpul di Berlin (Jerman) untuk mencari solusi. LNA didukung oleh Mesir, Uni Emirat Arab, dan Rusia sementara Turki ada di belakang pemerintahan Al Serraj.
Pertemuan tersebut menyepakati kedua pihak akan menghentikan pertikaian untuk sementara waktu. Akan dibentuk komite khusus untuk untuk memantau gencatan senjata ini.
"Kami tahu bahwa kami belum menyelesaikan masalah di Libya. Namun kami ingin menciptakan momentum baru," ujar Angela Merkel, Kanselir Jerman, seperti diberitakan Reuters.
Sentimen ketiga, investor juga patut menyimak pengumuman suku bunga acuan di Jepang. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan Gubernur Bank Sentral Jepang (BoJ) Haruhiko Kuroda dan kolega akan mempertahankan suku bunga acuan di -0,1%.
Selain itu, pasar memperkirakan proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi akan membaik. Sebelumnya, BoJ memperkirakan ekonomi Jepang pada tahun fiskal 2020 akan tumbuh 0,7% dan meningkat menjadi 1% pada tahun berikutnya.
"Momentum ekonomi sepertinya terjaga sehingga BoJ akan memulai 2020 dengan mempertahankan posisi (stance) kebijakan moneter dengan perhatian khusus terhadap kondisi ekonomi terkini," kata Mari Iwashita, Chief Market Economist di Daiwa Securities, seperti diberitakan Reuters.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
1. Pengumuman suku bunga acuan Jepang (10:00 WIB).
2. Konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK. Dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (10:00 WIB).
3. Rilis data penjualan sepeda motor Indonesia periode Desember 2019 (tentatif).
4. Rilis data realisasi investasi China periode Desember 2019 (14:00 WIB).
5. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Perusahaan Gas Negara Tbk (14:30 WIB).
6. Rilis data angka pengangguran Inggris periode November 2019 (16:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
(aji/aji) Next Article Corona Makin Gawat, China & Negara Barat Malah Main 'Silat'
Kemarin, IHSG ditutup terkoreksi 0,74%. Bursa saham utama Asia pun mayoritas melemah. Hanya bursa China, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan yang masih mampu menguat.
Berikut perkembangan indeks saham utama Asia pada perdagangan kemarin:
Sementara rupiah menutup perdagangan pasar spot dengan penguatan tipis 0,04% di hadapan greenback. Apresiasi rupiah baru terjadi sesaat jelang pasar ditutup, setelah mata uang Tanah Air nyaris seharian nyangkut di zona merah.
Berikut perkembangan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning pada perdagangan kemarin:
Well, sepertinya investor memang sedang kurang gairah dan enggan masuk ke pasar keuangan Asia. Ini tercermin dari transaksi di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang biasa-biasa saja, tidak ada lonjakan berarti.
Kemarin, nilai transaksi di BEI tercatat Rp 6,57 triliun. Sedikit di atas rata-rata transaksi sejak awal tahun yaitu Rp 6,37 triliun tetapi jauh di bawah rata-rata bulan lalu yang mencapai Rp 8,16 triliun. Bahkan kemarin investor asing mencatatkan jual bersih Rp 668,71 triliun.
Kemungkinan investor tengah wait and see karena dalam waktu dekat akan ada peristiwa besar di AS. Pada Selasa waktu Washington, Presiden AS Donald Trump akan mulai menjalani sidang pemakzulan (impeachment) di Senat.
Bulan lalu, House of Representatives (bagian dari Kongres AS yang dikuasai kubu oposisi Partai Demokrat) memutuskan untuk mengajukan pemakzulan terhadap sang presiden ke-45. Trump dinilai membahayakan kepentingan dan keamanan nasional serta menghalangi upaya penyelidikan.
Impeachment terhadap Trump diajukan setelah tudingan konspirasi dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy. Berbicara melalui sambungan telepon pada 25 Juli 2019, Trump ditengarai meminta pemerintahan Zelenskiy untuk melakukan penyelidikan atas bisnis migas keluarga Joe Biden di negara pecahan Uni Soviet tersebut. Demokrat menuding Trump menjanjikan bantuan senilai US$ 400 juta dalam bentuk asistensi militer.
Biden, eks wakil presiden pada masa pemerintahan Barack Obama, adalah salah satu kandidat kuat calon presiden Partai Demokrat untuk pemilihan tahun depan. Langkah Trump diduga sebagai upaya menjegal Biden dalam kontestasi politik Negeri Adidaya.
Demokrat menilai Trump melanggar sumpah jabatan karena menjanjikan sesuatu yang terkait dengan wewenangnya untuk menguntungkan diri sendiri atau golongan tertentu. Trump juga dianggap membahayakan keamanan nasional.
Di sidang Senat, apabila keputusan akhir harus melalui voting, Trump tetap bertahan di Gedung Putih apabila kurang dari dua per tiga (67 suara) menyatakan dirinya bersalah. Kalau dua pertiga anggota Senat menyatakan Trump bersalah, maka ucapkan selamat tinggal kepada Gedung Putih. Wakil Presiden Mike Pence akan mengambil alih.
Meski relatif kecil, tetap ada risiko AS bakal mengalami pergantian kepemimpinan di tengah jalan. Ini akan menyebabkan ketidakpastian, sesuatu yang sangat tidak disukai oleh pelaku pasar. Jadi wajar kalau investor memilih menunggu dan bermain aman sampai ada perkembangan terbaru.
Hari ini bursa saham AS tutup memperingati Hari Martin Luther King Jr. Oleh karena itu, sentimen pergerakan Wall Street tidak akan mempengaruhi pasar keuangan Asia, termasuk Indonesia.
Namun bukan berarti investor bisa berleha-leha, karena tetap ada sentimen yang perlu dicermati. Pertama adalah rilis proyeksi ekonomi terbaru dari Dana Moneter Internasional (IMF).
IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2019 adalah 2,9%, dan akan meningkat menjadi 3,3% pada 2020 dan 3,4% pada 2021. Sedikit melambat dibandingkan proyeksi sebelumnya yaitu 3% pada 2019, 3,4% pada 2020, dan 3,6% pada 2021.
"Revisi ke bawah tersebut sebagian besar disebabkan oleh India. Secara umum, perkiraan pemulihan pertumbuhan ekonomi global masih tidak pasti. Pemulihan ekonomi akan bergantung kepada negara-negara berkembang, sementara pertumbuhan ekonomi di negara-negara maju sepertinya masih akan stabil di level yang sekarang," kata Gita Gopinath, Direktur Departemen Riset IMF, seperti dikutip dari keterangan tertulis.
![]() |
Pertumbuhan ekonomi global hingga 2021 masih belum pulih sepenuhnya, masih di bawah pencapaian 2018 yaitu 3,6%. Akan tetapi, ada pertanda bahwa perlambatan ekonomi sudah menyentuh titik nadir dan siap untuk bangkit (bottoming out).
"Ada sinyal awal bahwa perlambatan di sisi manufaktur dan perdagangan mungkin akan bottoming out. Kesepakatan damai dagang AS-China Fase I, jika bertahan lama, akan mengurangi tensi perdagangan. Dampak perang dagang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dunia akan berkurang dari 0,8% menjadi 0,5% pada akhir 2020," papar Gopinath.
Oleh karena itu, lanjut Gopoinath, secara umum risiko perekonomian menurun pada 2020. Namun bukan berarti kewaspadaan bisa dikendurkan.
Menurut Gopinath, friksi dagang masih bisa terjadi antara AS dan Uni Eropa. Bahkan risiko perang dagang AS-China pun belum hilang sepenuhnya, karena kedua negara baru sampai di kesepakatan Fase I. Ditambah lagi ada risiko geopolitik dan konflik sosial yang meningkat, seperti di Timur Tengah.
"Hal yang perlu diperhatikan adalah, meski risiko pada 2020 mungkin menurun tetapi opsi kebijakan yang bisa ditempuh pun terbatas. Jadi, sangat penting bagi para pengambil kebijakan agar tidak menambah ketidakpastian," tegas Gopoinath.
Walau memberi wanti-wanti, tetapi IMF sebenarnya menyampaikan kabar gembira. Rasanya 2019 yang penuh nestapa itu adalah titik penderitaan terendah, dan 2020 ekonomi dunia bakal bangkit meski tidak sebaik perkiraan semula.
Proyeksi IMF ini bisa menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan Asia. Investor kini boleh semakin optimistis menghadapi 2020.
Sentimen kedua, seperti yang sudah disinggung oleh IMF, pelaku pasar perlu mencermati dinamika geopolitik. Konflik horizontal di Libya membuat dua lapangan minyak terbesar di sana tidak berproduksi.
Libyan National Army (LNA) di bawah komando Khalifa Hafttar menutup pipa yang membuat produksi minyak negara tersebut berkurang drastis dari 1,2 juta narel/hari menjadi hanya 72.000 barel/hari. Kebetulan lapangan-lapangan minyak di Libya sebagian besar berada di wilayah yang dikuasai LNA.
Usai penggulingan Muammar Khadafi, situasi politik Libya memang belum stabil. Sudah lebih dari lima tahun pemerintah Libya terpecah dua, di timur ada LNA dan di barat adalah pemerintahan resmi yang diakui dunia internasional pimpinan Perdana Menteri Fayez Al Serraj.
Akibat pertikaian di Libya, harga minyak merangkak naik. Pada pukul 04:43 WIB, harga minyak jenis brent naik 0,54% dan light sweet terangkat 0,38%.
Bagi Indonesia, kenaikan harga minyak lebih mendatangkan mudarat ketimbang manfaat. Saat ini Indonesia adalah negara net importir minyak sehingga kala harga minyak naik maka biaya impornya akan semakin mahal. Semakin banyak devisa yang 'terbakar' untuk mengimpor minyak sehingga bisa 'menggoyang' nilai tukar rupiah.
Kini, para pemimpin dunia sedang membujuk dua kekuatan di Libya untuk gencatan senjata. Negara-negara yang mendukung masing-masing faksi berkumpul di Berlin (Jerman) untuk mencari solusi. LNA didukung oleh Mesir, Uni Emirat Arab, dan Rusia sementara Turki ada di belakang pemerintahan Al Serraj.
Pertemuan tersebut menyepakati kedua pihak akan menghentikan pertikaian untuk sementara waktu. Akan dibentuk komite khusus untuk untuk memantau gencatan senjata ini.
"Kami tahu bahwa kami belum menyelesaikan masalah di Libya. Namun kami ingin menciptakan momentum baru," ujar Angela Merkel, Kanselir Jerman, seperti diberitakan Reuters.
Sentimen ketiga, investor juga patut menyimak pengumuman suku bunga acuan di Jepang. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan Gubernur Bank Sentral Jepang (BoJ) Haruhiko Kuroda dan kolega akan mempertahankan suku bunga acuan di -0,1%.
Selain itu, pasar memperkirakan proyeksi terhadap pertumbuhan ekonomi akan membaik. Sebelumnya, BoJ memperkirakan ekonomi Jepang pada tahun fiskal 2020 akan tumbuh 0,7% dan meningkat menjadi 1% pada tahun berikutnya.
"Momentum ekonomi sepertinya terjaga sehingga BoJ akan memulai 2020 dengan mempertahankan posisi (stance) kebijakan moneter dengan perhatian khusus terhadap kondisi ekonomi terkini," kata Mari Iwashita, Chief Market Economist di Daiwa Securities, seperti diberitakan Reuters.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
1. Pengumuman suku bunga acuan Jepang (10:00 WIB).
2. Konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan/KSSK. Dihadiri oleh Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (10:00 WIB).
3. Rilis data penjualan sepeda motor Indonesia periode Desember 2019 (tentatif).
4. Rilis data realisasi investasi China periode Desember 2019 (14:00 WIB).
5. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Perusahaan Gas Negara Tbk (14:30 WIB).
6. Rilis data angka pengangguran Inggris periode November 2019 (16:30 WIB).
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan ekonomi (Q III-2019 YoY) | 5,02% |
Inflasi (Desember 2019 YoY) | 2,72% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2019) | 5% |
Defisit anggaran (APBN 2020) | -1,76% PDB |
Transaksi berjalan (Q III-2019) | -2,66% PDB |
Neraca pembayaran (Q III-2019) | -US$ 46 juta |
Cadangan devisa (Desember 2019) | US$ 129,18 miliar |
Untuk mendapatkan informasi seputar data-data pasar, silakan klik di sini.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Corona Makin Gawat, China & Negara Barat Malah Main 'Silat'
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular