
Turun 0,74%, Waspada IHSG Besok Masih Rawan Koreksi

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengawali perdagangan awal pekan hari Senin (20/1/2020) dengan penurunan 46 poin atau 0,74% ke level 6.245.
Perdagangan menciptakan Rp 6,60 triliun transaksi, lebih besar dibandingkan transaksi Jumat (17/1) yang mencapai Rp 6,18 triliun. Adapun investor asing mencatatkan jual bersih (net sell) senilai Rp 292 miliar di pasar reguler, dan Rp 668 miliar di semua pasar.
Secara teknikal IHSG cenderung mulai dibayangi pelemahan seiring terbentuknya pola bearish engulfing. Selain itu, IHSG juga kembali bergerak di bawah rata-rata nilainya (moving average) dalam 5 hari dan 20 hari (MA5 & MA20), artinya IHSG cenderung bearish secara jangka pendek.
Ada potensi IHSG besok Selasa (21/1/2020) akan menguji level penghalang harga turun (support level) pada 6.225. Potensi turun cukup terbuka, mengingat level jenuh jualnya (oversold) belum tersentuh menurut indikator bersifat momentum yakni Relative Strength Index (RSI).
![]() |
IHSG mengawali perdagangan dari zona hijau dengan penguatan cukup besar 0,3%. Akan tetapi penguatannya hanya bertahan selama 20 menit sebelum investor melancarkan aksi profit taking yang membuat IHSG ke zona merah karena minimnya katalis positif di pasar.
Pada akhir sesi I pelemahannya sudah mencapai 0,47% dengan ditutup pada level 6.275. Pada sesi II keadaan tidak juga membaik dan aksi jual bahkan semakin menjadi-jadi, hal ini dikarenakan beberapa sektor utama seperti perbankan, aneka industri, dan konsumer dibayangi sentimen negatif.
Seperti penjualan mobil dalam negeri yang mengalami penurunan, membuat sektor aneka industri terkoreksi 0,79%. Data penjualan mobil pada Januari-Desember 2019 sebesar 1,02 juta, angka tersebut turun 10,8% secara tahunan (year on year/yoy).
Kemudian terdapat rilis angka kredit perbankan oleh Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu yang berefek hingga kini dengan pelemahan sektor finansial 0,54%. Secara total, penyaluran kredit Desember 2019 tumbuh hanya 6,08%, lebih rendah dari prediksi Trading Economics yang memperkirakan pertumbuhan 6,7%.
Sementara sektor konsumer juga terkoreksi 0,77% karena penjualan ritel bulan November 2019 yang tumbuh hanya 1,3% year-on-year (YoY). Meski tumbuh, tetapi melambat cukup signifikan dibandingkan bulan sebelumnya.
"Penjualan eceran tetap tumbuh positif pada November 2019, meskipun melambat dibandingkan penjualan pada bulan sebelumnya. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) November 2019 yang tumbuh 1,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan IPR Oktober 2019 sebesar 3,6% (yoy)," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Jumat (10/1/2019).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(yam/yam) Next Article Obral-obral, Deretan Saham LQ45 Ini Sudah Rebound Lagi Lho!
